pendidikan inklusif yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan akses pendidikan, dengan rencana pembangunan sekolah rakyat di berbagai daerah terpencil dan marginal. Program ini diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi anak-anak yang tinggal di pelosok untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas. Namun, meskipun niat tersebut sangat baik, ketimpangan dalam kualitas pendidikan di Indonesia tetap menjadi masalah besar. Dalam konteks ini, penting untuk memandang kembali sejarah pendidikan Indonesia, yang banyak dipengaruhi oleh sistem pendidikan kolonial Belanda. Sebuah warisan yang membentuk pola pikir dan struktur pendidikan yang masih terasa hingga kini, terutama dengan adanya fenomena “sekolah rakyat berkasta” yang mengingatkan kita pada masa kolonial.
Pemerintah Indonesia menggagas programWarisan Kolonial dalam Sistem Pendidikan
Pada masa penjajahan Belanda, sistem pendidikan di Indonesia diterapkan dengan sangat diskriminatif. Pendidikan tidak diberikan secara merata kepada seluruh lapisan masyarakat. Bagi kalangan Eropa dan golongan kaya, pendidikan di ELS (Europese Lagere School) dan sekolah menengah memiliki fasilitas yang sangat memadai, dan menghasilkan generasi yang siap menduduki posisi penting dalam pemerintahan maupun dunia usaha. Sementara itu, bagi rakyat pribumi, pendidikan mereka terbatas pada sekolah-sekolah rendah seperti Volkschool yang tidak memberikan bekal yang cukup untuk mengubah nasib mereka. Bahkan, pendidikan tersebut hanya mengajarkan keterampilan dasar tanpa menumbuhkan daya kritis yang dibutuhkan untuk maju.
Sistem ini menciptakan kesenjangan yang sangat dalam antara kelas sosial. Golongan yang lebih terdidik, baik dari kalangan Eropa maupun pribumi kaya, memiliki akses ke peluang ekonomi yang jauh lebih besar. Sebaliknya, golongan pribumi yang lebih miskin tetap terjebak dalam lingkaran kemiskinan, karena pendidikan yang mereka terima sangat terbatas. Tidak jarang, ketidakadilan ini menciptakan perbedaan yang mencolok dalam kualitas hidup dan kesempatan berkarir.
Dampak Sistem Kasta dalam Pendidikan
Sistem pendidikan yang dibangun oleh pemerintah kolonial menciptakan “sekolah rakyat berkasta” yang memberikan pendidikan berbeda berdasarkan latar belakang sosial dan ekonomi. Sekolah-sekolah yang didirikan pada masa itu tidak hanya membedakan antar kelas sosial, tetapi juga menghalangi mobilitas sosial. Para pemuda yang berasal dari keluarga tidak mampu memiliki kesempatan yang sangat terbatas untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sebaliknya, mereka yang lahir dalam keluarga mampu, dapat mengakses pendidikan lebih baik, bahkan di luar negeri.
Fenomena ini menambah ketimpangan yang ada di masyarakat. Anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan yang layak akhirnya terjebak dalam pekerjaan yang tidak berkembang, sedangkan mereka yang terdidik dengan baik bisa meraih kesuksesan dan menikmati kualitas hidup yang lebih baik. Hingga kini, meskipun Indonesia sudah merdeka, kesenjangan ini masih terasa, dan banyak daerah terpencil yang akses pendidikan dan fasilitasnya sangat terbatas.
Pandangan tentang Kasta dalam Pendidikan
Dari perspektif pakar pendidikan, sistem pendidikan yang terstratifikasi ini jelas bertentangan dengan prinsip dasar pendidikan yang seharusnya memfokuskan pada pemerataan kesempatan dan kualitas. Sebagai contoh, guru besar dalam bidang pendidikan, Prof. Djemari Mardapi, mengemukakan bahwa pendidikan harus berfungsi untuk memberdayakan setiap individu agar dapat mengembangkan potensi dirinya sebaik mungkin, tanpa terkendala oleh status sosial atau ekonomi.
Sayangnya, dalam kenyataan di Indonesia, pendidikan masih sering dipandang sebagai hak yang hanya bisa diakses oleh sebagian orang. Pemerintah memang telah banyak berusaha memperbaiki sistem ini dengan berbagai kebijakan, seperti pemberian beasiswa dan pembangunan sekolah di daerah-daerah tertinggal. Namun, ketidakmerataan kualitas pendidikan di berbagai daerah masih menjadi masalah yang belum sepenuhnya teratasi. Ketidakmerataan ini mengingatkan kita pada sistem pendidikan kolonial yang membentuk pola pikir bahwa hanya kalangan tertentu yang berhak atas pendidikan yang berkualitas.
Sistem yang Masih Tertinggal
Dari perspektif politik pendidikan, kebijakan yang menciptakan sekat antara sekolah-sekolah rakyat ini adalah warisan dari sistem pendidikan kolonial yang dirancang untuk melayani kepentingan penjajah, bukan untuk kemaslahatan rakyat. Seperti yang dikatakan oleh politikus pendidikan, Dr. Nurcholis Madjid, pendidikan harus menjadi alat untuk menciptakan masyarakat yang berkeadilan dan merata, bukan alat untuk mempertahankan ketidaksetaraan.
Ketika pemerintah kolonial membangun sistem pendidikan, tujuannya lebih untuk menghasilkan tenaga kerja yang bisa mendukung perekonomian kolonial, bukan untuk memberdayakan rakyat Indonesia. Meskipun sudah merdeka, sistem yang terlanjur terbentuk ini masih sulit diubah. Infrastruktur pendidikan yang tidak merata, serta kualitas pendidikan yang tergantung pada status sosial dan ekonomi, menjadikan sekolah-sekolah rakyat hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang saja.
Potret Pendidikan Islam: Gratis untuk Seluruh Rakyat, Tanpa Kasta
Dalam perspektif Islam, pendidikan adalah hak yang diberikan kepada setiap individu tanpa memandang status sosial, ekonomi, ataupun keturunan. Sebagaimana ditegaskan dalam berbagai teks klasik, Islam memandang ilmu sebagai kebutuhan pokok setiap umat. Tidak ada batasan dalam memperoleh pengetahuan. Bahkan, Rasulullah ﷺ menyebutkan dalam hadits yang sangat terkenal, "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim," yang menegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang terkecuali dari kewajiban ini.
Lebih jauh lagi, dalam sejarah peradaban Islam, Khilafah Islamiyah telah menjadi contoh nyata dari sistem pendidikan yang inklusif, tanpa diskriminasi. Di masa Khilafah, negara menyediakan pendidikan gratis bagi seluruh rakyatnya, baik itu di kota besar maupun di daerah terpencil. Tidak ada pembagian kasta dalam sistem pendidikan Islam. Semua anak, dari berbagai lapisan sosial, memiliki akses yang setara terhadap pendidikan yang berkualitas. Bahkan, ada banyak contoh dari sejarah, seperti Imam Syafi'i yang tidak hanya seorang ulama besar tetapi juga seorang ilmuwan dalam bidang astronomi, serta Ibnu Khaldun yang ahli dalam berbagai bidang ilmu, termasuk ekonomi dan sejarah. Ini menunjukkan bahwa dalam tradisi Islam, ilmu dunia dan akhirat dipandang sebagai kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Pendidikan yang diselenggarakan oleh negara Khilafah pada masa itu, tidak hanya fokus pada pengajaran agama, tetapi juga mencakup ilmu pengetahuan umum yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Hal ini memberikan kesempatan bagi rakyat untuk berkembang sesuai dengan potensi masing-masing tanpa adanya batasan atau hambatan berdasarkan status sosial. Fasilitas pendidikan yang ada, seperti perpustakaan, laboratorium, dan berbagai sarana penelitian, juga disediakan tanpa biaya, mengingat bahwa pembiayaan pendidikan adalah tanggung jawab negara yang berasal dari harta yang dikelola oleh Baitul Mal (kas negara). Ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap individu, tanpa memandang kelas sosialnya, dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menjadi pribadi yang berguna bagi umat.
Sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh negara Islam pada masa itu juga tidak mengenal pembatasan berdasarkan latar belakang keluarga. Semua anak, baik dari keluarga kaya maupun miskin, memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas, baik di tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Ini berlawanan dengan sistem kolonial yang justru menciptakan jurang pemisah antara kelas sosial yang satu dengan yang lainnya, menciptakan sekolah-sekolah khusus untuk kalangan tertentu yang memiliki kemampuan finansial.
Pendidikan yang diterapkan dalam sistem Khilafah, yang gratis dan tanpa kasta, adalah refleksi dari prinsip Islam yang menekankan bahwa ilmu adalah hak setiap umat manusia. Oleh karena itu, meskipun Indonesia sudah merdeka, model pendidikan seperti yang diterapkan dalam sistem Khilafah menjadi contoh ideal yang patut dicontoh. Melalui pendidikan yang merata, tanpa sekat kasta, masyarakat akan bisa berkembang secara maksimal, mengakses ilmu pengetahuan tanpa hambatan biaya, dan pada akhirnya menciptakan bangsa yang lebih maju dan beradab.
Pendidikan tanpa kasta seperti yang diajarkan dalam Islam, memberikan peluang bagi semua individu untuk mencapai potensi terbaik mereka. Hal ini tidak hanya penting untuk kemajuan individu, tetapi juga untuk kemajuan negara secara keseluruhan. Negara yang mampu memberikan pendidikan yang merata dan berkualitas bagi seluruh rakyatnya, tanpa memandang latar belakang ekonomi, adalah negara yang mampu mengembangkan masyarakat yang lebih cerdas, produktif, dan berkeadilan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI