Mohon tunggu...
kakak irbah
kakak irbah Mohon Tunggu... Freelancer - content writer

Hai, sifat introvert membawaku senang dengan dunia menulis. Semoga karyaku bisa bermanfaat!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perlukah Framing Isu Feminis pada Perempuan Palestina?

7 Desember 2023   08:47 Diperbarui: 7 Desember 2023   08:50 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun sulit memberikan statistik yang akurat mengenai kekerasan seksual terhadap perempuan Palestina, laporan dari para korban yang dibebaskan, seperti Rasmea Odeh dan Aisha Odeh, memberikan gambaran tentang kekejaman yang dialami oleh perempuan Palestina selama penahanan mereka.

Angela Davis menyatakan bahwa memahami rasisme di Amerika Serikat dan penindasan Israel terhadap warga Palestina merupakan suatu proses feminis. Hal ini karena melibatkan solidaritas, pengajuan pertanyaan terhadap struktur kekuasaan, dan penolakan terhadap akar penyebab ketidaksetaraan.

Bahaya Isu Feminisme di Palestina

Dikutip dari laman Suluh Perempuan, feminisme dimaknai sebagai gerakan melawan dominasi. Mereka menuntut diakhirinya pendudukan entitas Yahudi tanah Palestina. Feminisme dalam konteks ini menjadi gerakan melawan kekerasan.

Pembelaan mereka seolah tampak manis, namun sebenarnya ada bahaya yang siap menerkam kaum Muslimah Palestina.

Laporan Gender Equality and Women's Rights in Palestinian Territories (2011) yang diterbitkan European Parliament melaporkan, organisasi-organisasi sosial di Palestina dalam pandangan feminis masih didominasi corak patriarki klasik. Kedudukan laki-laki yang memiliki wewenang dan kendali, sementara perempuan menjadi lebih rendah.

Dengan pertimbangan ketidakstabilan yang terus berlangsung, keluarga dianggap sebagai institusi sosial paling penting di Palestina. Ketika suami pergi berperang, diharapkan bahwa istri akan memainkan peran reproduksi dan domestiknya. Keluarga mungkin menjadi institusi yang didominasi oleh patriarki, seperti yang dijelaskan oleh Erich Fromm (1955), bahwa keluarga merupakan sistem budaya yang mendukung sistem dominasi lainnya.

Dalam konsep ibu Palestina, melahirkan dan membesarkan anak memiliki peran sentral dalam menentukan status perempuan dalam masyarakat. Selain itu, "menjadi ibu" memiliki makna politis dan dianggap sebagai tanggung jawab nasional bagi perempuan dalam perlawanan Palestina terhadap pendudukan Israel.

Perempuan didorong untuk memiliki banyak anak dan mendidik mereka, menandakan bahwa tubuh dan perilaku reproduksi perempuan adalah peran yang sangat dihargai. Namun, hal ini juga membatasi bentuk-bentuk perjuangan perempuan lainnya, baik melalui gerakan kesetaraan maupun pemberdayaan perempuan, dalam upaya mencapai kemerdekaan Palestina.

Setelah bertanggung jawab melahirkan dan mendidik, ibu-ibu Palestina harus melepaskan anak-anak mereka di medan perang. Penelitian empiris menunjukkan bahwa ibu-ibu Palestina secara luas mengalami depresi, gangguan stres pascatrauma, serta masalah mental dan psikologis lainnya akibat kehilangan anak-anak mereka. Tanpa menyadari, perempuan di Palestina tidak diberi opsi untuk memilih jalur hidup mereka sendiri, bahkan tidak pernah diajak berpartisipasi. Posisi ini menyebabkan ibu-ibu Palestina terperangkap dalam kedudukan subaltern.

Konsep seperti ini jelas berbahaya karena mengaburkan apa yang sebenarnya terjadi di Palestina. Feminis menuding jika ajaran Islam yang mengganjar surga untuk anak-anak muslim yang syahid dianggap sebagai biang keladi depresi ibu Palestina. Untuk menyembunyikan bahwa mereka tidak ingin menyerang ide Islam secara frontal, feminis membahasakan ibu Palestina mendidik anak-anaknya dengan nilai dan sejarah Palestina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun