Konflik antara entitas Yahudi dan Palestina telah menjadi sumber perdebatan dan pertentangan selama bertahun-tahun. Meskipun terkadang dianggap sebagai konflik agama, beberapa pihak menegaskan sebagai isu kemanusiaan.
Banyak orang baik muslim maupun nonmuslim menyatakan bahwa isu Palestina bukan sekadar konflik agama, melainkan isu kemanusiaan yang melibatkan seluruh komunitas. Lebih tepatnya, masalah ini dianggap sebagai perjuangan sebuah bangsa yang berusaha mendirikan negara mereka sendiri.
Hal ini terkait dengan prinsip self-determination, yang diakui dalam preambule UU 1945, yang menyatakan bahwa setiap bangsa memiliki hak untuk menentukan kemerdekaannya.
Jika memandang Palestina sebagai sebuah negara (terlepas dari agamanya), maka pendudukan entitas Yahudi di tanah tersebut akhirnya dianggap sebuah penjajahan dan orang memaknai sebagai masalah kemanusiaan.
Palestina Milik Kaum Muslimin
Tanah Palestina adalah bagian integral dari wilayah Syam, yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam. Wilayah Syam melibatkan Suriah, Yordania, Lebanon, dan Palestina (termasuk wilayah yang diduduki oleh Isr4el saat ini). Rasulullah saw. memberikan banyak penghargaan terhadap wilayah Syam, dan para malaikat diyakini membentangkan sayap-sayap mereka di atas penduduk Syam.
Syam juga diakui sebagai tempat tinggal para nabi, dan Rasulullah saw. menyatakan bahwa tidak ada bagian dari Kota Baitulmaqdis yang tidak pernah menjadi tempat doa atau berdiri para nabi atau malaikat.
Di Palestina, yang merupakan bagian dari wilayah Syam, terdapat Masjidil Aqsa, kiblat pertama umat Islam dan tempat Isra Mikraj. Keutamaan Masjidil Aqsa ditegaskan, di mana setiap salat di masjid tersebut dianggap setara dengan 500 kali salat di tempat lain.
Status Palestina sebagai tanah kaum muslim berawal pada zaman Kekhilafahan Umar bin al-Khaththab ra. pada tahun 637 M. Uskup Yerusalem, Sophronius, menyerahkan kunci Kota Yerusalem kepada Khalifah Umar secara langsung.
Perjanjian Umariyah, yang mengikat kaum muslim dengan kaum Nasrani Yerusalem, memastikan perlindungan terhadap harta, jiwa, dan ibadah mereka. Hal ini membuat haram mengakui keberadaan negara penjajah Y4hud1 di Palestina, serta menolak solusi dua negara yang diusulkan PBB dan negara-negara Barat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa penguasa Arab dan Islam saat ini mengakui negara Isr4el dan menjalin hubungan diplomatik serta kerja sama dengan negara tersebut, seperti Mesir, Yordania, UEA, Arab Saudi, Maroko, Bahrain, Sudan, dan Turki.
Menjernihkan Masalah
Jika memandang Palestina sebagai masalah kemanusiaan maka negeri-negeri kaum muslimin merasa tidak ada kewajiban untuk serius berjihad mengusir penjajahan Yahudi.
Sehingga nantinya akan muncul solusi dua negara jika kedua negara tersebut sulit 'didamaikan'. PLO dan proyek dua negara dianggap oleh beberapa kalangan sebagai upaya yang disengaja untuk memisahkan masalah ini dari aspek agama.
Berbeda jika kaum muslimin menganggap masalah tersebut adalah masalah agama yang wajib dibela, maka kewajiban untuk mendeklarasikan jihad dan mendukung perjuangan militan tetap menjadi aspek yang tidak dapat diabaikan. Yang akhirnya mengusir penjajahan Yahudi dari tanah Palestina menjadi harga mati yang wajib dibela oleh seluruh umat.
Apa Solusinya?
Pendudukan Palestina oleh penjajah Y4hud1 tidak hanya mengakibatkan kematian ratusan ribu warga, tetapi juga menyebabkan penderitaan yang terus-menerus bagi jutaan orang lainnya. Oleh karena itu, penjajahan oleh Y4hud1 inilah yang menjadi sumber masalah di Palestina dan menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan bagi umat Muslim.
Karena itu, penjajahan oleh Y4hud1 harus diakhiri, dan satu-satunya cara untuk mengusir mereka dari tanah suci tersebut adalah melalui kekuatan militer.
Allah Swt. memerintahkan,"Perangilah mereka di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian." (Al-Baqarah [2]: 191).
Para penguasa Arab dan Muslim seharusnya mengirimkan tentara mereka untuk mendukung mujahidin Palestina dalam mengusir penjajah Y4hud1 dari negara tersebut.
Di sisi lain, jihad di jalan Allah Swt. di medan perang dianggap sebagai amalan yang sangat utama. Rasulullah saw. menyatakan bahwa berjaga-jaga satu jam di medan perang fi sabilillah lebih baik daripada menghidupkan Lailatulqadar di dekat Hajar Aswad.
Selama 75 tahun terhitung sejak pendudukan Isr4el dan pendirian negara Y4hud1 di Palestina pada tahun 1948, penderitaan rakyat Palestina terus berlanjut. Meskipun jihad yang dilakukan oleh sebagian umat Muslim Palestina masih belum berhasil mengusir penjajah Y4hud1, melibatkan pasukan Muslim dari seluruh dunia untuk membantu mujahidin Palestina tidak mudah karena hambatan negara-bangsa buatan Barat.
Inilah sebabnya mengapa umat Islam membutuhkan seorang khalifah, pemimpin umat Muslim global. Khalifah akan menyatukan pasukan Muslim di seluruh dunia untuk membebaskan Palestina dan melindungi umat Muslim di sana. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk serius dalam perjuangan mengembalikan Khilafah sesuai dengan minhaj Nubuwwah.
Pentingnya Khilafah juga terkait dengan kewajiban kita untuk tidak membiarkan penderitaan umat Muslim di Palestina tanpa pembelaan. Menjaga agar Palestina tidak tetap dikuasai oleh penjajah Y4hud1 adalah tanggung jawab moral dan sejarah, dan tidak melibatkan diri dalam perjuangan berarti berkhianat kepada umat Palestina, para pejuang kemerdekaan Palestina, dan ketentuan Allah dan Rasul-Nya yang menetapkan Palestina sebagai tanah milik umat Muslim.