Ketentuan sanksi mengenai praktik politik uang juga diatur didalam Pasal 187A UU Nomor 10 Tahun 2016, yang berbunyi :Â
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Salah satu potensi kecurangan terbesar dalam pemilu adalah membiarkan pemilih membawa dan menggunakan HP dalam bilik suara. Selain itu, potensi kecurangan akan terjadi pada pencoblosan surat suara lebih, pada pendampingan pemilih tertentu dan lain-lain.
Membawa atau menggunakan telepon selular (handphone) berkamera ke dalam bilik suara, akan mempermulus terjadinya politik uang Pemilu 2024. Bahkan, memperluas praktik pembelian suara pada pilkada tahun 2024 ini.
Mengapa, dan bagaimana analisis logisnya ?Â
Dengan membawa handphone (HP) ke dalam bilik suara, pemilih akan dapat melakukan dokumentasi surat suara hak pilihnya. Lalu, hasil dokumentasi akan diberikan kepada oknum calon kepala daerah tertentu, oknum tim sukses (timses) tertentu, atau oknum dari partai politik (parpol) tertentu, sebagai bukti telah memilih calon tertentu.Â
Untuk itu, kepada Penyelenggara Pemilu seperti Komisi Independen Pemilihan (KIP), Panitia Pengawasan Pemilihan (Panwaslih), dan pihak terkait lainnya agar dapat memberi perhatian khusus dan serius tentang aturan larangan pemilih membawa telepon genggam dan/atau alat perekam gambar lainnya ke dalam bilik suara.
Menurut hemat penulis, KIP perlu mengintruksikan dan memberikan tugas khusus kepada Ketua dan Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang ada di TPS, untuk mengingatkan dan melarang pemilih membawa telepon genggam berkamera dan/atau alat perekam gambar lainnya ke dalam bilik suara.Â
Selain itu, perlu juga disediakan tempat khusus untuk penyimpanan HP, sebelum masuk bilik suara, dan perlu dilakukan pemeriksaan secara ketat supaya HP tidak dibawa masuk kedalam bilik suara. Petugas KPPS jangan sampai lengah, lalai atau kecolongan, karena pelaku politik uang atau pembelian suara tidak hanya menargetkan pemilih, tapi memanfaatkan kelemahan petugas KPPS, dan pihak terkait lainnya.
Kepada Panwaslih juga diharapkan, dapat mengantisipasi melalui pencegahan dan pengawasan yang ketat, cermat dan berjenjang, terhadap potensi kecurangan penggunaan telepon genggam berkamera dan/atau alat perekam gambar lainnya di bilik suara, dan pelanggaran atau kecurangan lainnya.