Mohon tunggu...
Kaila Nazuwa
Kaila Nazuwa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya seorang Mahasiswi yang memiliki hobi mendengarkan musik dan suka membaca komik/novel. Saya juga memiliki semangat yang tinggi dan ketekunan dalam belajar.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bahasa dan Media Sosial: Perubahan Pola Komunikasi di Era Digital

6 Juli 2023   14:58 Diperbarui: 6 Juli 2023   15:17 1642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era digital saat ini, media sosial telah mengubah pola komunikasi. Dalam beberapa tahun terakhir, media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari di masyarakat modern. Orang menggunakan platform media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan TikTok untuk berkomunikasi, berbagi informasi, dan membangun hubungan dengan orang lain. Sehingga mempengaruhi bahasa yang kita gunakan. Perubahan pola komunikasi ini menunjukkan evolusi bahasa di tengah kemajuan teknologi dan munculnya budaya digital baru.

Salah satu perubahan terbesar yang terjadi adalah pengenalan singkatan dan jargon ke dalam percakapan sehari-hari. Untuk menjaga kepribadian dan membuat pesan tetap singkat, pengguna media sosial sering menggunakan singkatan dan akronim seperti "BTW" (By The Way), "FYI" (For Your Information), "COD" (Cash On Delivery), "Gaje" (Gak Jelas), "OOTD" (Outfit of The Day), "PAP" (Post a Picture),  "VC" (Video Call), "CMIIW" (Correct Me If I'm Wrong), "LOL" (Laugh Out Loud), "BRB" (be right back), dan "OMG" (Oh My God), dan masing banyak lagi. Ini adalah contoh bagaimana bahasa telah beradaptasi dengan kebutuhan komunikasi yang cepat di platform media sosial. Akronim menembus percakapan sehari-hari bahkan di luar konteks digital.

Selain itu, media sosial telah melahirkan bahasa barunya sendiri, seperti tagar (#) dan emoji. Tagar digunakan untuk mengkategorikan konten dan mempermudah menemukan orang lain dengan minat yang sama. Misalnya, dalam konteks media sosial, wisatawan Yogyakarta dapat menandai foto mereka dengan tagar #YogyakartaIstimewa dan bergabung dengan komunitas online yang memiliki minat yang sama. Emoji juga telah menjadi bagian penting dari bahasa digital, membantu menyampaikan emosi dan nuansa dalam pesan singkat. Mereka memainkan peran penting dalam menyampaikan hubungan emosional yang sering hilang dalam komunikasi tertulis.

Selain itu, perubahan pola komunikasi di media sosial tercermin dari penggunaan singkatan dan bahasa gaul. Misalnya, pengguna media sosial dapat menambahkan huruf dan menggabungkan kata untuk membentuk kata, seperti "gak" (tidak), "gue" (saya), "cepet" (cepat), atau "dapet" (dapat). Keinginan untuk berkomunikasi dengan cepat dan mudah di platform media sosial seringkali mengungkapkan rasa keakraban antar pengguna.

Namun perubahan kata-kata di media sosial juga memicu kontroversi. Kritikus berpendapat bahwa menggunakan bahasa yang ringkas dan tidak terstruktur di media sosial dapat menghambat keterampilan menulis dan berbicara yang lebih formal. Mereka berpendapat bahwa penggunaan akronim dan jargon yang berlebihan dapat mengaburkan batas antara komunikasi formal dan informal.

Untuk menanggapi perubahan ini, penting untuk menyadari bahwa bahasa adalah organisme hidup dan terus berubah seiring dengan perkembangan masyarakat dan teknologi. Mengubah bahasa di media sosial adalah respons alami terhadap kebutuhan komunikasi yang berbeda di lingkungan digital. Penting untuk diingat bahwa bahasa tidak hanya terbatas pada platform media sosial. Meskipun penggunaan akronim dan jargon lebih umum di media sosial, masih ada ruang untuk komunikasi formal dan bahasa standar dalam situasi yang sesuai, seperti lingkungan profesional atau akademik. Kunci sukses adalah memahami konteks komunikasi Anda dan menggunakan bahasa yang tepat untuk situasi tersebut.

Namun, perubahan pola komunikasi di media sosial juga membawa peluang baru. Media sosial telah menciptakan ruang yang lebih inklusif dan menyediakan platform bagi kelompok yang sebelumnya tidak memiliki suara di masyarakat untuk berbagi pengalaman dan opini mereka. Media sosial memungkinkan komunikasi yang lebih efektif dan memungkinkan orang untuk terhubung satu sama lain pada tingkat yang lebih dalam dengan menggunakan bahasa yang dipahami oleh komunitas tertentu.

Selain itu, media sosial menawarkan kesempatan untuk belajar tentang bahasa dan budaya baru. Interaksi global semakin dekat, memungkinkan pengguna media sosial untuk menjelajahi bahasa dan ekspresi mereka sendiri saat berkomunikasi dengan orang-orang dari berbagai negara dan budaya. Ini meningkatkan pemahaman lintas budaya dan mempromosikan keragaman bahasa di dunia yang semakin saling terhubung.

Ringkasnya, media sosial telah mengubah pola komunikasi dan bahasa yang kita gunakan. Singkatan, jargon, tagar, emotikon, dan bahasa gaul telah menjadi bagian dari bahasa kita sehari-hari di era digital. Perubahan ini mencerminkan adaptasi bahasa terhadap teknologi dan budaya baru, tetapi terlepas dari perubahan ini, penting untuk mempertahankan keterampilan komunikasi formal dan menghormati keragaman linguistik. Memahami konteks komunikasi dan menggunakan bahasa yang tepat dapat membuka potensi media sosial sebagai alat yang ampuh untuk koneksi dan komunikasi yang lebih baik di era digital.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun