Tirto merupakan pendiri dari beberapa media yaitu Soenda Berita, Medan Prijaji, Soeloeh Keadilan,dan Putri Hindia.Â
Medan Prijaji adalah surat kabar pertama lantaran menggunakan Bahasa Indonesia dan seluruh pekerja mulai dari pengasuhnya, percetakan, penerbitan, dan wartawannya adalah pribumi Indonesia asli.
Ditangannya surat kabar menjadi alat propaganda dan pembentuk pendapat umum (opini), berani menulis kecaman-kecaman pedas terhadap pemerintahan kolonial.Â
Sebagaimana dituliskan Sudarjo Tjokrokisworo dalam bukunya Sekilas Perjuangan Surat Kabar (1958) menggambarkan Tirto sebagai orang pemberani.
"Dialah wartawan Indonesia yang pertama-tama menggunakan surat kabar sebagai pembentuk pendapat umum, dengan berani menulis kecaman-kecaman pedas terhadap pihak kekuasaan dan menentang paham-paham kolot. Kecaman hebat yang pernah dilontarkan terhadap tindakan-tindakan seorang kontrolir menyebabkan Tirto disingkirkan dari Jawa di buang kepulau Bacan,"Â tulisTjokrokisworo.
Sementara, Ki HajarDewantaradalambukukenang-kenangannya (1952)mendeskripsikantentang T.A.S, "Kira-kira pada tahun berdirinya Boedi Oetomo ada seorang wartawan modern, yang menerik perhatian karena lancarnya dan tajamnya pena yang ia pegang, yaitu Almarhum. R.M Djokomono yang kemudian berganti Tirto Adhi Soerjo, bekas murid STOVIA yang waktu itu bekerja sebagai redaktur harian "Bintang Betawi" berganti "Berita Betawi". Lalu memimpin "Medan Prijaji" dan "Soeloeh Keadilan" ia boleh disebut pelopor dalam lapangan jurnalistik".
Semasa bekerja di Pemberita Betawi sebagai redaktur, selang setahun menjadi redaktur kepala, kemudian menjadi pemimpin redaksi. Tirto belajar dari jurnalis senior Karel Wijbrands, pemimpin redaksi Niews Van den Dag.Â
Dari Wijbrands Tirto mendapat bimbingan tentang bagaimana mengelola sebuah penerbitan dan ditunjukkan jalan supaya kelak dapat memiliki penerbitan sendiri, Wijbrands pun menyarankan kepada Tirto untuk mempelajari hukum untuk mengetahui batas-batas kekuasaan pemerintah kolonial, beserta hak dan kewajibannya.
Lebih lanjut, dia jari tentang harga diri menurut standar eropa dan teknik menghantam kolonial, bukan pemerintah yang diserang tetapi aparatnya.Â
Tirto juga mendalami tata pemerintahan supaya lebih jeli dalam menilai kekuasaan. Sementara untuk mengenal bangsa bumi putra yang mayoritas, diminta mendalami ajaran islam berikut hukum-hukumnya.
Baca juga: Aspirasi Dalam....