pers tentunya tak lepas dari wartawan, perusahaan pers, organisasi wartawan, dan Dewan Pers yang mana hal itu merupakan amanat dari isi UU Nomor 40 tahun 1999 tentang pers.
DuniaOleh karenanya, merespon perkembangan teknologi yang kian pesat dan cepat serta problem yang kerap terjadi dalam menjalankan aktifitas sebagai jurnalis menarik untuk diketahui oleh pembaca budiman tentang kehidupan pers yang sudah ada sejak Indonesia belum merdeka, kondisi pers masa kini, dan tantangannya dimasa mendatang.
Baca Juga: Pengaruh Grafik
Perjalanan Pers
Dalam berbagai literature dikatakan pers berawal dari masa Romawi kuno yaitu acta diurna berarti papan pengumuman atau majalah dinding.Â
Secara harfiah acta diurna merupakan catatan harian atau catatan publik harian. Dimana pada awalnya ini berisi catatan proses dan putusan hukum, kemudian berkembang menjadi pengumuman kelahiran, perkawinan, hingga keputusan kerajaan atau senator dan acara pengadilan.
Sehingga acta diurna diyakini sebagai praktek dari jurnalistik pertama sekaligus pers, media massa, surat kabar pertama di dunia serta mendaulat Julius Caesar pemimpin Romawi 100-44 SM sebagai "Bapak Pers Dunia".
Istilah jurnalistik sendiri berawal dari acta diurna dengan menyebut orang yang menghimpun dan menulis informasi untuk publikasi melalui acta diurna adalah diurnalis.Â
Dari kata diurna muncul kata de jour artinya hari dalam Bahasa Prancis dan dalam Bahasa Inggris Journal yang berarti laporan, setelah berkembang menjadi jurnalisme atau jurnalistik. Sementara, bagi yang membuat berita dan menyampaikan laporan disebut journalist.
Oleh karena itu, jurnalistik dapat didefinisikan pengumpulan, penulisan, penafsiran, proses, dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematis dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan disiarkan sebagaimana disampaikan oleh Roland E. Wolseley dalam buku Understanding Magazine (1969).
Sementara, Bapak Pers Nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah bersama Dewan Pers pada tahun 1973 ialah Tirto Adhi Soerjo yang kemudian ditetapkan sebagai pahlawan nasional berdasarkan Keppres RI Nomor 85/TK/2006 pada tanggal 3 November 2006. Tirto Adhi Soerjo atau T.A.S lahir di Blora, Jawa Tengah 1875 dan wafat di Batavia 7 Desember 1918.