Maka sepantasnyalah sebagai sebuah bangsa yang menjunjung tinggi toleransi dan kerukunan umat beragama sebagaimana telah dilakukan oleh founding father dalam menetapkan pancasila sebagai landasan dasar berbangsa dan bernegara demi menjaga cita-cita kemerdekaan NKRI.
Selain itu, semboyan negara kita jelas yaitu, bhineka tunggal ika, sekalipun berbeda-beda kita tetap satu. oleh karena itu dalam mencermati proses pilkada yang berlangsung dijakarta tidak bisa dengan mengedepankan latar belakang agama semata. Tetapi harus memperhatikan aspek-aspek lain yang dapat menjadi kelaikan seseorang untuk menjadi pemimpin di Ibukota Negara Indonesia dengan kondisi masyarakat yang majemuk.
Sebagaimana tertuang dalam UU RI No.10 Tahun 2016 Tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi undang-undang Pasal 7 poin 1 dan 2.
Walau demikian,tak bisa dinafikan bahwa ada oknum-oknum yang hendak mengambil keuntungan atas masalah yang menjerat Ahok terkait kasus penistaan agama, guna menyulut perang antar sesama anak bangsa atas suhu politik yang kian memanas.
Oleh karenanya, agama islam sebagai mayoritas harus dapat menjadi penyejuk ditengah hiruk-pikuk kehidupan politik yang sudah tak bersahabat, sebagaimana pesan yang dibawa ialah menjadi rahmat bagi semesta alam. "...Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa..." (QS Al Maidah:8). Wallahu A'lam.
Nb: Catatan Penulis Saat Pilkada Jakarta Putaran II
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
