Mohon tunggu...
Kahar S. Cahyono
Kahar S. Cahyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Jika kau percaya hidup akan dinilai, kepakkan sayapmu tuk menggapai arti.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dari Rumah Komunitas hingga Blok Politik Masyarakat Serang

15 April 2011   04:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:47 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda tentu pernah mendengar sejarah De Grote Postweg, atau yang dikenal dengan Jalan Raya Pos. Ya, itu adalah jalan yang terbentang dari Anyer sampai Panarukan, dengan panjang kurang lebih 1000 km. Adalah Gubernur Jenderal Belanda Herman Willem Daendels (1762-1818), yang dengan tangan besinya jalan itu bisa selesai hanya dalam waktu setahun saja (1808). Sebuah sumber melaporkan, korban yang tewas akibat pembangunan Jalan raya Pos sebanyak 12.000 orang. Itu yang tercatat. Sebab banyaka kalangan menyakini, jumlah korban lebih dari itu. Daendels, marsekal yang diangkat menjadi Gubernur Jenderal di Hindia Belanda oleh Napoleon (saat itu sedang menguasai Belanda), bertujuan untuk mengantisipasi serangan angkatan laut Inggris, yang saat itu telah memblokade Pulau Jawa. Tahun 1808, Daendels tiba di Anyer, setelah melalui perjalanan panjang melalui Cadiz di Spanyol Selatan, Kepulauan Kanari, menggunakan kapal berbendera Amerika dari New York. Ketika baru saja menginjakkan kakinya di Pulau Jawa, Daendels berangan-angan untuk membangun jalur transportasi sepanjang pulau Jawa guna mempertahankan Jawa dari serangan Inggris. Angan-angan Daendels untuk membangun jalan yang membentang antara Pantai Anyer hingga Panarukan, direalisasikannya dengan mewajibkan setiap penguasa pribumi lokal untuk memobilisasi rakyat, dengan target pembuatan jalan sekian kilometer. Yang gagal, termasuk para pekerjanya, dibunuh. Kepala mereka digantung di pucuk-pucuk pepohonan di kiri-kanan ruas jalan. Jalan yang membentang antara Anyer - Panarukan itu bersimbah darah. Selain tercatat abadi dalam sejarah, jalan yang membentang dari Anyer hingga Panarukan disebut-sebut sebagai sebuah karya yang gemilang di zamannya. Setidaknya, pada masanya, ia menjadi jalan terpanjang di dunia. Menghubungkan kota-kota berikut: Pantai Anyer - Serang - Tangerang - Jakarta - Bogor - Sukabumi - Cianjur - Bandung - Sumedang - Cirebon - Brebes - Tegal - Pemalang - Pekalongan - Kendal - Semarang - Demak - Kudus - Rembang - Tuban - Gresik - Surabaya - Sidoarjo - Pasuruan - Probolinggo - Panarukan. Dari Anyer untuk Demokrasi yang Bermakna Bukan tanpa alasan, jika saya sedikit menyinggung tentang Jalan Raya Pos, yang dibangun pada masa Deandels itu. Saya hendak menyegarkan kembali ingatan kita, bahwa Anyer menyimpan sejarahnya tersendiri. Dan sejarah itu kembali terukir ketika tanggal 9 - 10 April 2011 lalu, beberapa aktivis serikat buruh, petani, LSM, dan perwakilan masyarakat (pengurus RT/RW) melakukan Focus Group Discussion (FGD) tentang Blok Politik Demokratik di Anyer. Bersejarah, ketika diskusi yang hangat dan akrab itu, disepakati untuk merubah nama Rumah Komunitas menjadi Blok Politik Masyarakat Serang. Tentu kita masih ingat, Rumah Komunitas adalah nama blok politik demokratik yang dibentuk pasca pelatihan demokrasi dan HAM di Hotel Mahadria, Serang, tanggal 15 - 17 Januari 2010. "Demokrasi berbasis HAM," adalah platform yang disepakati saat itu. Pada perkembangan lebih lanjut, dalam sebuah diskusi di Gedung Pertemuan FKGS, tanggal 27 Juni 2010, Rumah komunitas didefinisikan sebagai wadah tempat berkumpulnya berbagai komunitas, sebagai media/sarana koordinasi peningkatan demokrasi di tingkat lokal, Penguatan jaringan, dan sebagai basis gerakan sosial politik. Mesti digaris bawahi, bahwa Rumah Komunitas hendak menjadikan dirinya sebagai basis gerakan sosial politik. Sebab, memang inilah yang menjadi roh dari bentuk blok politik yang coba dikembangkan Rumah Komunitas. Kita kembali ke Anyer. Dalam sesi 'Kilas Balik Rumah Komunitas', saya meminta peserta untuk meninjau kembali Rumah Komunitas sebagai nama blok politik. Pada awalnya, dengan tidak mencantumkan kata 'politik' dalam nama organisasi yang sedang kita bangun, diharapkan bisa menarik perhatian masyarakat luas. Khususnya mereka yang 'alergi' terhadap politik. Tetapi memperhatikan perkembangan Rumah Komunitas dalam 1 (satu) tahun ini, justru disitulah letak kelemahannya. "Rumah komunitas tidak memiliki jenis kelamin yang jelas. Jika kita menyakini bahwa aktivitas yang kita kerjakan adalah aktivitas politik, mengapa kita tidak namakan saja ini sebagai gerakan politik?" saya memaksa teman-teman untuk berfikir lebih jauh kedalam. Pada akhirnya, saya memang beruntung bekerja dalam sebuah tim yang memiliki semangat besar untuk mengembangkan lebih jauh ide-ide blok politik. Kendati ide blok politik bukan orisinil lahir dari kami, tetapi setidaknya kami menyakini blok politik mampu menjadi solusi atas kebuntuan gerakan politik masyarakat sipil. Jarum jam sudah melewati angka 03.00 dinihari, akan tetapi pikiran-pikiran liar kelompok kami masih terus mencari alternatif. Blok Politik Masyarakat Serang Hingga sampailah kami pada satu kesimpulan, untuk mengganti nama Rumah Komunitas dengan Blok Politik Rakyat Banten. Ada dua alasan mendasar yang bisa saya sebut. Pertama, riset pemetaan demokrasi lokal yang dilakukan Rumah Komunitas menyebut, bahwa permasalahan demokrasi di Serang - Banten adalah masalah dinasti. Untuk itu, diperlukan sebuah kerja-kerja politik yang konkret di tataran provinsi, Banten. Dan lagi pula, peserta yang hadir dalam FGD kali ini berasal dari Kabupaten Serang, Kota Serang, dan Kabupaten Tangerang. Kedua, dengan menyertakan nama 'Blok Politik', orang akan dengan mudah mengidentifikasi bahwa ini adalah gerakan politik. Bagaimana mungkin kita hendak mengajak masyarakat untuk melek politik. Mengajak mereka untuk Go Politics,sementara kita terkesan 'alergi' terhadap kata 'politik'. Ketika nama Blok Politik Rakyat Banten disampaikan, ini memicu perdebatan hebat. Argumentasinya sederhana saja, dengan SDM yang ada sekarang, sanggupkah kita bekerja untuk area Banten? Sementara untuk wilayah Serang saja kita belum mampu memberikan warna? Bukankah lebih baik bekerja untuk area yang lebih kecil tetapi benar-benar menentukan, ketimbang bekerja untuk area yang lebih luas, tetapi kemudian menjadi buih di lautan lepas? Atas argumentasi itu, akhirnya disepakati, bahwa area kerja gerakan ini adalah Serang. Meliputi Kabupaten dan Kota.. Dan 'Blok Politik Masyarakat Serang' adalah nama yang disepakati untuk mengganti Rumah Komunitas. Tentu saja, cita-cita ke arah sana tidak boleh mati. Pada saatnya nanti, penting juga untuk membentuk Blok Politik Rakyat Banten, dan juga, mendorong terbentuknya Blok Politik Indonesia Raya. Dengan catatan, kawan-kawan BPD di daerah lain memiliki semangat yang sama, bahwa memang inilah solusi untuk memperbaiki representasi yang buruk itu. Dengan nama yang baru ini, saya berharap akan ada identitas yang jelas. Bahwa ini adalah gerakan politik non partai, dengan platform "menempatkan kendali/kontrol rakyat atas urusan publik." Dan hari ini, berpetapatan dengan rapat perdana lembaga ini, dengan bangga kami mengumumkan berdirinya BLOK POLITIK MASYARAKAT SERANG. Sambutlah, dan mari bergabung dalam gerakan ini!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun