Mohon tunggu...
Kaharuddin Anshar
Kaharuddin Anshar Mohon Tunggu... Nelayan - Anak kehidupan, tumbuh di lorong desa

bayangan; pencerahan purba dalam membentuk sajak-sajak kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Padam

7 Agustus 2019   12:03 Diperbarui: 7 Agustus 2019   12:11 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keadilan itu semu, ia padam
bola lampu,  tak terang. Hingga akhir riwayat. memeluk gelap.
Padam, ia sejarah menaruh luka dari ibu kota.
yang kini, sembab di pipi ibu pertiwi.

Keadilan itu bertaruh terang di Jakarta.
Di kampung-kampung pertiwi, keadilan memeluk tangis
tak tahu makna cahaya.
keadilan itu, untuk yang Kota pertiwi, katanya tempat tumbuh kebijakan.

Keadilan itu semu, ia padam
saat anak-anak belajar mengeja hidup di hadapan pelita
bersama bisik air sungai yang mericik pelan
lalu dikota ikhwal detak jam tak berputar,  memberi ganti rugi.
sementara yang papa memeluk gelap puluhan tahun adalah soal biasa.

ini kejam, padam, dan Luka itu kami bawa sepanjang waktu.
semoga kelak ada yang meminta ganti rugi untuk keadilan di Negeri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun