Keadilan itu semu, ia padam
bola lampu, Â tak terang. Hingga akhir riwayat. memeluk gelap.
Padam, ia sejarah menaruh luka dari ibu kota.
yang kini, sembab di pipi ibu pertiwi.
Keadilan itu bertaruh terang di Jakarta.
Di kampung-kampung pertiwi, keadilan memeluk tangis
tak tahu makna cahaya.
keadilan itu, untuk yang Kota pertiwi, katanya tempat tumbuh kebijakan.
Keadilan itu semu, ia padam
saat anak-anak belajar mengeja hidup di hadapan pelita
bersama bisik air sungai yang mericik pelan
lalu dikota ikhwal detak jam tak berputar, Â memberi ganti rugi.
sementara yang papa memeluk gelap puluhan tahun adalah soal biasa.
ini kejam, padam, dan Luka itu kami bawa sepanjang waktu.
semoga kelak ada yang meminta ganti rugi untuk keadilan di Negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H