Terasa sepi malam ini, ya malam Jum’at Pahing. Biasanya teman-teman ramai sekali bercengkrama di kos saya, namun malam ini tak ada satupun yang nongol. Ada apa ya? Ah mungkin saja lagi pada sibuk dengan urusan masing-masing. Di tengah kesepian itu, enaknya nonton teve saja. tetapi acara teve tak ada yang menarik, yang ada malah film-film sinetron. Saya paling males menonton sinetron pasalnya jalan ceritanya itu-itu saja: rebutan pacar, rebutan suami, rebutan istri atau rebutan harta benda. Kalaupun ada, hanya film hantu-hantuan, lagi-lagi filmnya juga terasa aneh. Film hantu kok lebih menonjolkan kevulgarannya? Belum lagi proses menjadi hantu: lho kok mau menjadi hantu saja harus diperkosa dulu. Aneh, dan semakin aneh. Memang seperti itulah realita perfilman kita, masih terjebak eksploitasi tubuh, bahkan dunianya setan, demit, jin pun diperjual-belikan (kira-kira para demit dan konco-konconya minta royalti gak ya? Hehe).
Saya pindah ke channel lain, nah ini agak mending tetapi lagi-lagi tayangan demit. Waduh apa para demit lagi butuh pengakuan ya? Kok kayak manusia saja minta masuk teve.
Malam Jum’at dan kisah-kisah hantu-hantu seakan dari dulu sampai sekarang terus ada, meski zaman telah dikatakan sebagai zaman “akal”. Kenyataannya, walau zaman digitalisasi disandang, toh, keasyikan cerita-cerita berbau “setan” tetap berkembang pesat. Cara pengemasannya saja yang membedakan, kalau dulu hanya ditularkan dari mulut ke telinga, menjadi bahan obrolan di pos ronda, warung teple, atau saat “ndeder”. Kini, cerita-cerita disesuaikan dengan perkembangan teknologi. Cerita-cerita itu terus dikemas melalui teknologi-teknologi modern, melalui layar kaca.
Perburuan demit pun dimulai. Separangkat alat canggih buatan manusia pun dibawa. Hasil karya anak manusia di abad modern, yang katanya, mampu menanggkap gelombang-gelombang dengan frekuensi tertentu ( entah di bawah panjang gelombangnya inframerah atau di atas pajang gelombangnya sinar X) diharapkan mampu menangkap penampakan hantu-hantu. Tempat-tempat yang dianggap angker menjadi sasarannya, seolah-olah demit, setan hanya menempati tempat itu saja. padahal demit, setan, jin tersebar dimana-dimana. Namun apa yang terjadi? Saya menanti-nantikan penampakan itu ternyata juga nihil hasilnya. Yang ada hanya tanda panah merah atau lingkaran saja. kalaupun ada, biasanya hanya pengalaman pribadi saja. jadi selama ini, perburuan itu belum sepenuhnya bisa memotret jin, syetan, peri, maupun perewangan. Makhluk halus masih menjadi wilayah ghoib, yang keberadaannya belum bisa dinikmati oleh publik.
Bukannya saya tidak percaya dengan keberadaan makhluk halus, bahkan sebaliknya, saya malah percaya bahwa makhluk-makhluk seperti itu memang ada. hanya saja yang saya sayangkan, cara dan kengototan kita untuk memburu dan menangkap eksistensinya hanya dengan mengandalkan alat-alat yang disebut “canggih” tersebut. Dan parahnya, keberadaan makhluk halus pun tak luput dari industri pertelevisian yang notabenenya hanya komersialisasi saja. kasihan dong para demitnya, bos-bos teve yang mengeruk keuntungan tetapi para demit hanya memble sambil cengengesan “ih...ih...ih..ih”.
Persolan lainnya adalah Malam Jum’at. Kenapa Malam Jum’at selalu dikaitkan dengan hal-hal yang berbau mistik? Seolah-olah munculnya demit kok hanya malam jum’at? Bahkan dulu sempat ada film dengan judul “Dendam Jum’at Kliwon”? Apakah Malam Jum’at benar-benar malam yang “wingit”?
Malam Jum’at merupakan malam dimana arwah-arwah orang yang meninggal “tilik” kepada ahli warisnya, begitu orang-orang di sekitar saya pernah bercerita. Arwah-arwah itu melihat bagaimana keadaan ahli warisnya yang kini ditinggalkan, apakah istri/suaminya menikah lagi atau tidak? Apakah harta peninggalannya digunakan dengan baik atau malah hanya untuk kemaksiatan? Apakah anak-cucunya masih setia mendokan atau tidak?
Berangkat dari kasus-kasus itu, perkiraan sementara saya, mengilhami dan berkembang menjadi cerita-cerita banyak mkhluk halus “pating sliwer”, hingga tanpa sengaja ada satu dua yang terlihat oleh manusia. kemudian berkembang pula dengan ritual sesaji atau “pancen” (menyediakan) makanan kesukaan orang yang meninggal. Karena ada anggapan kepulangan sang arwah ingin makan, seperti makanan orang yang masih hidup. Dalam perkembangan selanjutnya, ini berhubungan dengan ajaran Islam, karena orang mati tidak membutuhkan “makanan” dan yang diperlukan hanyalah doa, maka sesaji itu diganti dengan memanjatkan do’a secara bersama-sama.
Bagi Umat Islam, Malam Jum’at/hari Jum’at merupakan “sayyidul ayyam”, tuannya hari-hari lain. malam jum’at merupakan hari dimana para malaikat pencatat amal melaoprkan hasil kerjanya kepada Allah. maka pada hari Kamisnya disunahkan berpuasa agar mempunyai husnul khotimah, “happy ending”. ada pula yang mengatakan bahwa membaca Surat Yasin pada Malam Jum’at, maka esoknya diampuni dosanya oleh Allah (coba lihat Kitab “Sirajul Tholibin, Juz II, hal. 306).
Demikianlah mengenai warna-warni Malam Jum’at. Tinggal kita mau mengambil yang mana: apa mau mengikuti keyakinan kalau hari Jum’at hanya malamnya jin-setan gentanyangan dengan resiko kita tak berkutik, diam di rumah terkukung ketakutan dan kalau anda tahu, semakin anda takut maka jin-setan dan konco-konconya akan semakin senang menggoda anda. Atau anda memilih mempercayai Malam Jum’at, memang malam dimana arwah pulang melihat ahli warisnya dan anda mengisi Malam Jum’at untuk mendoakan mereka, monggo. Atau juga anda tidak percaya dengan hal-hal yang demikian sama sekali, karena itu hanya tahayul, bid’ahisme, dan tinggalan budaya purba. Selanjutnya memilih jalan-jalan ke mall, kafe, nonton bareng atau yang lainnya...please mawon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H