Mohon tunggu...
Kaha Anwar
Kaha Anwar Mohon Tunggu... Serabut-an -

MJS Press

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Anjingnya Galak Pak!

2 Juli 2011   03:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:00 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bapak marah-marah mirip kesetanan. Beberapa hari ini muka bapak tidak lagi memancarkan keteduhan, kewibawaan sama sekali. Masalah setitik saja ditanggapi dengan tangan besinya. Dengan bolosrewunya. Aku sendiri takut mendekat bapak, jangan-jangan ketidakstabilan emosinya bisa dilimpahkan kepadaku. Takut jadi pelampiasan tangannya. Makanya aku sendiri lebih suka menyingkir jika muka bapak tak lagi memancarkan cahaya keteduhan. Meski ada permasalahan yang menyangkut urusannya bapak, aku tidak menyampaikan. Hanya akan menambahi api amarahnya. Ibu lah yang menjadi penampung segala urusannya, walau ibu juga tak sanggup menjalankan urusannya lelaki tetapi setidaknya ibu bisa memberikan sedikit kesegaran di tengah teriknya sengatan amarah bapak. Ucapan ibu seolah menyimpan ajian pelerepan bagi kolega bapak yang berdatangan. Sayangnya ajian itu tidak mempan di hadapan bapak.

Para tetangga pun mulai menjaga jarak dengan beliau, takut kena semprot mulutnya. Pak dhe Salijo yang biasanya menjadi teman wedangan dan ngobrol pun sejak beberapa hari terakhir tak pernah kelihatan batang hidungnya. Begitu juga dengan pak Lik Din, yang biasanya menjadi teman arisan banyu, piket mengairi sawah, lebih suka bekerja sendirian. Kata pak Lik Din, mempersilahkan bapak istirahat saja kalau keadaan sudah berjalan normal bapak bisa bekerja lagi. Etahlah apakah perkataan mereka mengenai bapak yang aku dengar memang benar-benar rasa tulus atau memang sekedar bahasa basi, rasa pekewoh untuk menghidari bapak.

“Mungkin bapakmu punya ilmu hitam atau perewangan”, celetuk Kimpul saat pulang bareng dari yasinan.

“Maksudmu, bapakku mempunyai khodam jin, begitu mPul?”, tanyaku

“Iya, betul. Kemungkinan bapakmu itu mempunyai perewangan yang sengajatidak diketahui ibumu atau kamu Mun!”

“Lantas apa hubunggannya dengan tingkah bapakku akhir-akhir ini mPul?”, aku semakin tidak mengerti dengan maksudnya temanku yang agak nyleneh.

“Ya, biasanya orang yang mempunyai khodam jin akan betingkah aneh bila ditinggal jinnya atau bisa juga ada perjanjian yang dilanggar oleh bapakmu!”.

Aku sendiri tidak begitu yakin dengan omongan temanku ini. pasalnya setahuku bapak tak pernah melakukan ritual-ritual pemujaan yang aneh-aneh. Bapak layaknya laki-laki dewasa lainnya. Atau mungkin saja aku sendiri yang tidak mengetahuinya. Setahuku bapak mulai menunjukkan tingkah anehnya setelah anjing penjaganya tewas dibunuhnya. Apakah hanya karena anjing kesayangannya mati sampai keadaan jiwa bapak sedemikian tergoncangnya?

Seingatku mendekati hari-hari terakhir sebelum pembunuhan itu, bapak memang kelihatan canggung untuk melakukanya. Bapak memang cenderung bersikap tidak tega untuk menyakiti hewan piaraannya. Rasa sayangnya pada hewan mirip sayangnya terhadap manusia. Tetapi mau apa lagi, kalau tidak dilenyapkannya anjing itu bisa membahayakan semuanya. Membahayakan lingkungannya. Hampir saja adikku juga jadi mangsa kegalakkannya. Ayam-ayam diterkamnya bahkan mainan yang menyerupai binatang makanannya tak lupat diklethak. Semua diacak-acak, diadhul-adhul sampai mawut. Mulai dalam laci sampai dalamnya kamar mandi tak luput diendusnya.

“Anjingmu kena rabies Mun!”, kata teman-teman saat aku bercerita mengenai tingkah “sakit”nya anjingku. Kata mereka lebih baik anjingku diperiksakan di mantri hewan saja, sebelum keadaannya menjangkiti manusia dan hewan yang lain. Penyakit rabies sangat berbahaya sekali, yang terjangkiti penyakit tersebut biasanya mati. Sedangkan tanda-tanda manusia yang terjangkiti penyakit rabies adalah takut kena air dan cahaya, bertingkah aneh dan suka menggigit apa saja.

Bapak tidak mau kecolongan dengan penyakit yang identik dengan anjing ini, lekas-lekas membawa anjingnya ke mantri hewan. Tetapi kata mantri hewan, anjing itu tidak kena rabies bahkan sehat wal afiat. Tidak ada gejala kalau hewan itu mengidap rabies atau tertular virus yang berbahaya. Aku dan bapak sempat tertegun, tidak percaya. Masak iya tho, anjing itu tidak kena virus berbahaya. Bukankah anjing itu menunjukkan gejala sebagai anjing yang sakit. Kalau tidak terkena penyakit lantas kenapa anjingku bertingkah kayak kesurupan demit?. Untuk menenangkan dan mengantisipasi penyakit rabies, mantri hewan itu memvaksinasi anjingku dengan vaksin rabies.

Setelah divaksin memang anjingku terlihat kalem, tenang. Bapak mulai tenang dan rasa bangga terhadap hewan itu bangkit lagi. Tetapi sayangnya, keadaan itu tidak bertahan lama, anjing itu kembali keseperti semula: cluthak dan suka menggonggong seenaknya. Bapak mulai kambuh lagi bingungnya, tampak di mukanya antara rasa benci dan sayang terhadap anjing itu bercampur jadi satu. Aku sendiri bingung dengan keadaan ini. kalau tidak sakit kenapa anjing itu gila? Apakah anjing juga stress layaknya manusia? Ataukah sebenarnya anjing itu protes dengan tugas-tugas yang diberikan oleh bapakku yang sudah di luar kapasitasnya sebagai anjing? Ataukah memang ada yang salah dengan cara mendidik anjing itu oleh bapakku sehingga bertindak over acting?

Sebenarnya bapakku tidak suka memelihara anjing atau hewan yang galak-galak. Bapak lebih senang memelihara hewan yang lembut-lembut, manut dan memiliki keindahan dan potensi jual yang besar. Bapak lebih senang memlihara kambing, sapi atau burung. Hewan-hewan itu dinilainya sebagai hewan yang manut dan memiliki nilai ekonomis. Sedangkan burung adalah hewan yang indah, enak didengar. Hewan langenan. Apalagi Burung Perkutut, bapak suka sekali dengan hewan yang senang manggung hurketekuk itu. kata beliau, Burung Perkutut bukan sekadar burung yang hanya dinikmati suaranya melainkan burung itu adalah simbol. Simbol kebanggaan laki-laki jawa, yang penuh makna bagi pemiliknya. Bagiku, itu semua hanya alasan belaka. Bapak hanya ingin meniru hidup orag-orang ningrat yang menganggap burung adalah kelengkapan hidup lelaki di samping wanita, tahta dan pusaka. Materialisme mistis, itu yang sering aku katakan pada bapakku.

Hal ihwal pemiliharaan anjing itu tidak lain karena keadaan desaku. Beberapa waktu yang lalu desaku semacam kena wabah penyakit. Yakni penyakit masyarakat sekaligus meraja lelanya tikus. Tiap malam, tiap pagi selalu ada rumah yang kebobolan maling. Maling meraja lela di mana-mana. Tak hanya harta benda yag disikatnya tetapi pakain yang dijemur pun tak luput raib dicuri. Kata orang-orang sih maling-maling ini sedang menjajal ilmu kadigdayaannya. Apakah ilmunya sudah mempuni atau belum, jika belum maka, biasanya, akan berguru lagi pada perguruan yang lebih hebat. Aku sendiri kadang tertawa mendengar argumen ini: masak sih perguruan silat, para empunya pendekar mengajarkan demikian kepada muridnya kalau hanya untuk mengetes ilmunya? Mengapa tidak sekalian disuruh ke negara-negara yang lagi kisruh, toh di sana banyak sekali tantangan yang jelas-jelas ampuh atau mengembalikan para maling negara yang lari keluar negeri dengan puter gilingnya. Mengapa harus rakyat jelata yang jadi ladang uji coba ilmunya? . hewan tikus pun demikian, lumbung-lumbung kami pun di acak-acak. Pedaringan ibu pun tak luput dikurasnya. Benar-benar komplit komplotan maling ini. jangan-jangan tikusnya juga jadi-jadian. Apakah semua ini jadi-jadian? Sengaja dibuat dan disetir oleh kelompok yang berkepentingan, yang sengaja ingin mengawut-awut ketentraman desa kami?

“kita harus ngingu anjing!”, begitu kata bapakku saat memberi solusi untuk mengatasi keadaan genting ini. sekeluarga manut dengan keputusan bapak, toh itu juga demi ketentraman dan keamanan rumah kami.

Bapak membeli anjing dari pasar hewan. Dipilihnya anjing yang bagus, besar, bertaring bagus dan yang pasti mudah diajar sekaligus manut pada tuannya. Bapak mengajari pada anjing itu mirip guru mengajar muridnya. Apa saja yang mencugikan segeralah menggonggong, itu perintah bapakku. Kalau perlulangsung gigit di tempat para maling dan tikus-tikus yang berkeliaran di lumbung. Jangan beri ampun. Pasang muka seram di depan pintu, jangan jadi anjing yang manis soalnya yang dihadapi bukan tamu-tamu rumah yang ramah tetapi para maling.

Ternyata manjur juga dengan gagasan bapakku ini. maling-mling mulai berkurang, tikus-tikus banyak yang tertangkap oleh anjing kesayangan bapak. Kami bangga dengan ide berlian beliau. Banyak tetangga yang meniru bahkan meminta bapak menjadi instruktur pelatih anjing-anjing tetangga. Bapak mulai terkenal sebagai pemimpin yang berhasil memberantas maling dengan metode anjingnya. Aku juga bangga sebagai anaknya, tetapi ada satu kekuatiran yang aku simpan: jangan-jangan para maling juga mulai memelihara anjing. Anjing-anjing maling ini dilatih untuk menundukkan anjing-anjing kami. Mirip strateginya perang antara Penembahan Senopati selagi muda tatkala harus menundukkan Arya Penangasang. Atas saran penasehat beliau, dipilihlah kuda betina yang nantinya memikat kuda gagak rimangnya Arya Penangsang. Kenapa harus dipikat? Ya karena ada unen-unen, barang siapa yang menyeberangi sungai lebih dahulu maka dialah yang bakal kalah perang.

Apa yang aku kuatirkan menjadi kenyataan. Anjing piaraan itu mulai over acting, apa-apa di clutaki, di jegoki. Bapak mulai gerah, mulai bingung. Senjatanya kini mulai berbalik menyerang dan mengancam keamanan rumahnya. Jelas ini tidak sesuai dengan keinginan bapak. Bapak ingin hewannya manut-manut dengan perintahnya, bukan hewan yang melawan perintah.

Bapak tidak mau privacinya jatuh, nama baiknya anjlok, istri dan anaknya terancam dengan galaknya anjing itu. bapak ingin adem ayem, tidak ada yang galak-galak.

Suatu ketika anjing itu di door saat lagi asyik menggigit kasur tidur di kamar pribadinya…

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun