Mohon tunggu...
Kagan Wibowo
Kagan Wibowo Mohon Tunggu... Nahkoda - Sang Pertapa Agung

Seorang Pertapa yang masih mencari apa yang di maksud 'Pertapa ideal'?

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Gunung Telomoyo: Solusi Mendaki Tanpa Capek Mendaki

27 April 2024   14:37 Diperbarui: 27 April 2024   14:38 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pondok kami berada di bawah kaki Gunung Merbabu. Lebih tepatnya kami berada di Kota Salatiga. Yang dimana dari sana kami bisa melihat dengan indah Gunung Merbabu. Selama lima tahun berada di sana saya ada sedikit penasaran dengan sebuah gunung kecil di depan Gunung Merbabu. Gunung apa itu? Dan ketika liburan pondok pun saya tidak sempat pergi ke sana. Toh mengapa pergi ke gunung seperti itu. Nah ketika saya sudah lulus lalu kemudian saya berkesempatan kembali ke pondok tersebut saya akhirnya ingin mengunjungi gunung tersebut. Gunung tersebut bernama Gunung Telomoyo.

Di siang hari teman saya tiba-tiba nyeletuk, "P Telomoyo." Saya juga dengan bodohnya mengatakan "Gas!" tetapi saat saya keluar ruangan. Ternyata salatiga sedang mendung. Dan kami melihat puncak Telomoyo sedang ditutupi awan hitam. Sebelum itu tentu saja kami melihat di sosial media bagaimana puncak Telomoyo? Di sana sangat bagus, ada lautan awan. Ada city light. Dan lain sebagainya. Bahkan kita bisa menaikinya dengan naik motor. Awalnya tentu saja kami tidak mempercayainya. Tapi setelah bertanya sana-sini, kami mendapatkan informasi bahwa memang bisa menggunakan motor namun disarankan menggunakan motor gigi. Jadi kami memutuskan untuk menggunakan motor trail.

Perjalanan dari Kota Salatiga ke Gunung Telomoyo menghabiskan waktu sekitar empat puluh lima menit menurut Google Maps. Namun yang kami dapatkan justru berbeda. Ketika sudah memasuki pedesaan kami meghadapi jalan tanjakan dan jalan yang berkelok-kelok. Langit tetap mendung (Dan anehnya kami tidak membawa jas hujan) dan beberapa rintik hujan mulai membasahi kami. Motor trail kami hanya pada gigi satu dan gigi dua. Ada cerita lucu ketika kami sedang menaiki tanjakan dan motor kami melambat. Ada bapak-bapak orang setempat menggunakan beat dengan santai menyelip kami. Saya dengan teman saya saling bertatapan lalu tanpa beruca kami tertawa bersama. Memang benar kata pepatah. Orang bisa karena terbiasa mungkin itu juga berlaku juga dalam motor.

Semakin di atas suasana semakin dingin. Dan kebetulan kami memakai jaket yang lumayan tebal. Saat kami melihat ke atas di sana sudah tertutupi kaut. Kami melewati pedesaan yang sepertinya ini pedesaan terakhir. Kemudian ada posko di sana. Kami perlu membayar sekitar  lima belas ribu    . Saya bertanya dengan petugas di sana, "Apakah ada toko di atas?" "Tidak ada mas." Jawab petugasnya. "Udah tutup jam segini." Aku melihat jam, apa-apaan. Ini baru jam setengah lima sore. Kami pun tetap berangkat ke atas meskipun kabut sudah mulai membungkus kami. Di jalan tersebut hanya ada kami disana tanpa sekalipun kami tidak bertemu siapa-siapa. Bahkan penduduk setempat. Kami melewati hutan-hutan pinus. Dan jalan mulai meninggi dengan tambahan semakin tebalnya kabut. Ketika pohon semakin dikit kami melihat di sebelah kiri kami ada jurang. Awalnya tidak terlihat ada jurang karena tebalnya kabut. Padahal lampu motor sudah dinyalakan.

Kami melewati beberapa warung yang kosong. Bahkan atapnya hendak terbang karena kencangnya angin. Kami ingin berhenti dan balik arah karena itu pasti sudah jelas bahwa itu adalah badai. Tetapi rasa penasaran kami selama lima tahun lebih mengalahkan rasa takut kami. Sampailah kami berada di puncak Telomoyo. Puncak tersebut hanya terdiri tower satu dengan beberapa warung mengelilinginya. Angin dan kabut masih berhembus encang. Ketika kami berada disana tidak ada orang sama sekali. Bahkan ada satu toko yang buka. Tetapi tidak ada orangnya. Kami memanggil orang di toko itu tidak ada yang keluar. Akhirnya kami memutuskan untuk pergi. Namun yang jadi pertanyaanya, di sana ada lampu yang menyala? Ketika keluar dari puncak kami menemukan dua orang petugas yang sedang mengecek listrik di ata. Bapak-bapak tersebut justru kaget dan menyuruh kami untuk segera turun. Kami pun mengiyakannya. Tetapi sebelum itu kami sempat berfoto-foto dengan background kabut dengan motor trail kami. Kemudian kami memutuskan besok akan menelusuri Gunung Telomoyo jika cuacanya benar-benar terang.

Hikmahnya, bilamana kalian ingin mendaki atau menaiki gunung usahakan lihatlah cuaca terlebih dahulu. Karena jika jelek maka tidak ada yang kalian dapatkan kecuali menertawakan peristiwa tersebut pada teman anda.

Dok Pribadi
Dok Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun