Semua ini bermula ketika di malam hari sebuah chat yang masuk ke handphone saya malam-malam, "Tanggal 3 gas ndaki Prau" aku melihat kalender. Iya, itu lusa. Dengan senang hati (dan bodohnya saya) saya justru mengiyakannnya, karena hal tersebut lumayan seru. Maka kami melakukan persiapan dan mulai membagi-bagi tugas untuk siapa saja yang membawa barang-barangnya. Saat hari H kami bertujuh berkumpul bersama-sama di sebuah kos. Kami mulai membeli logistik untuk keperluan-keperluan di atas nanti. Sebelumnya saya sudah izin sama orang tua saya untuk melakukan perjalanan sehari semalam untuk mendaki Gunung Prau.
Habis isya' berangkatlah kami menuju Wonosobo. Malam itu terjadi hujan. Tetapi halangan ini tidak menggoyahkan tujuan kami. Menurut Google Maps jarak Jogja-Wonosobo perlu mengahabiskan waktu 2 jam. Kami singgah sebentar di daerah Temanggung untuk makan malam. Setelah beristirahat dengan meminum teh hangat (karena waktu itu sangat dingin). Kami melanjutkan perjalanan menuju Wonosobo. Yang jadi masalah adalah, ternyata jarak dari kota Wonosobo menuju Gunung Prau memerlukan waktu 2 jam. Belum di tambah saat di jalan ada kabut tebal menghadang kami. Jadi setelah kira-kira melakukan perjalanan selama 4 jam kami sampai di basecamp Gunung Prau. Kami memilih basecamp Kalilembu. Keputusan kami lumayan unik, karena kebanyakan orang mendaki Gunung Prau melewati via Patak Banteng. Tetapi kami memutuskan naik melalui Kalilembu dikaenakan di sana jarang orang lewat. Di Kalilembu sendiri terdapat Wi-fi salah satu fasilitas di sana. Saat di basecamp akhirnya saya mengetahui bahwa teman-teman saya akan melakukan perjalanan esok hari. Yang berarti perjalanan ini mengahbiskan waktu 2 malam. Tanpa berpikir panjang saya pun langsung menghubungi ayah dan ibu saya untuk izin menjadi 2 malam.
Keesokan paginya setelah membeli sarapan. Pergilah kami menaiki Gunung Prau. Awal-awal di perjalanan, kami sempat terengah-engah karena awal trek perjalanan ini adalah melewati persawahn yang nanjak. Sempat teman saya berpikiran untuk turun lagi dan menunggu di basecamp dikarenakan ia sudah tidak kuat  lagi dikarenakan pos satu saja belum. Lalu bagaimana dengan selanjutnya? Bahkan kata teman saya sempat mengatakan wajah saya terlihat pucat. Memang waktu itu saya merasa kunang-kunang seperti mau pingsan. Jujur saja kami anak kuliahan yang tiap hari hanya nugas dan rapat sampai lupa olahraga.
Sampailah kami di pos satu sambil terengah-engah untuk break terlebih dahulu. Beberepa dari kami mencoba minum untuk meredakan dahaga. Kemudian kami melanjutkan perjalanan lagi. Trek dari Kalilembu cenderung melandai tidak menanjak. Jadi kami hanya melihat hutan-hutan dan pepohonan. Baru saat di pos 2 barulah vibes mendaki gunung mulai terasa. Kami melihat bukit-bukit dan beberapa mulai berkabut. Langit tampak tidak terlalu cerah, cenderung berkabut. Bahkan puncak mulai terlihat.
Saat di puncak Prau via Kalilembu kami berfoto-foto. Tetapi kami tidak berhenti disitu saja. Kami berniat untuk melanjutkan  perjalanan dan menginap di via Patak Banteng. Saat di tengah-tengah perjalanan. Hujan mulai turun. Disinilah pertanda buruk itu dimulai. Masing-masing dari kami menggunakan jas hujan yang kami beli Indomaret. Yang jadi masalah adalah jas tersebut hanya melindungi atasan saja. Sedangkan bawahannya basah terkena hujan. Mengingat saya hanya membawa satu ganti pakaian saya tetap paksakan basah-basahan. Ketika mendirikan tenda hujan mulai reda. Kami membangun dua tenda dan mendirikannya berhadapan. Saat kami telah membangun tenda. Hujan mulai turun lagi disitu kami melakukan kesalahan. Tenda yang saya huni. Memang anti air, tetapi pintu depan kami tidak ada penutupnya. Sehingga ketika seseorang keluar tenda tetesan air hujan masuk ke tenda saya dan menjadi sebuah kolam di tenda saya. Ketika malam, saya den teman saya harus berbagi dengan air tersebaut sembari hujan reda di luar tenda. Saat ingin tidur, tentu saja kami tidak bisa. Apakah ada orang yang bisa tidur nyenyak dengan tubuhnya basah kuyup? Namun, mungkin karena saking capeknya kami tetap saja tertidur.
Saat terbangun, hujan sudah reda. Matahari mulai terlihat dan yang kami saksikan benar-benar luar biasa. Kalian pernah melihat foto di botol Aqua? Tepat sekali. Yang kami lihat benar-benar persis seperti di sana. Dua gunung Sindoro dan Sumbing berdiri megah di depan kami. Cahaya matahari mencuat di ujung cakrawala menyinari urat-urat dua gunung tersebut. Ini mungkin menjadi alasan Aqua untuk mengambilnya menjadi logo di produknya. Kami tak berhenti-henti untuk memuji Allah karena sudah menyuguhi manusia-manusia seperti kami pemandangan yang tak terkira. Sehat selalu Prau, kami tidak pernah menyesal pernah mendakimu.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H