Mohon tunggu...
Kafka Umar
Kafka Umar Mohon Tunggu... -

Ordinary writer, see also http://roronoa9.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tabuik, Ritual Syiah yang Menjadi Alek Nagari

5 Januari 2014   09:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:08 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekitar dua puluh laki-laki berbaju dubalang lengkap dengan deta di kepala mengusung sebuah keranda hias tiga tingkat setinggi lebih dari 10 meter. Diiringi dengan dentuman gendang tasa, ornamen yang disebut tabuik tersebut dioyak-oyak dan diarak ke laut. Adegan ini hanya ditemukan di puncak Festival Tabuik Pariaman yang dilaksanakan di Kota Pariaman, Sumatra Barat. Alek nagari ini diselenggarakan setiap 10 Muharram atau yang dikenal umat Muslim sebagai Hari Asyura. Festival Tabuik merupakan peringatan atas kematian cucu Rasulullah Hussein bin Ali pada pertemuran di Padang Karbala. [caption id="attachment_313752" align="aligncenter" width="443" caption="foto oleh Face of Indonesia"][/caption] Tabuik merupakan representasi dari peti mati Hussein yang diangkat ke langit oleh Bouraq. Tabuik dibuat setinggi hampir 15 meter dan terdiri dari dua bagian. Bagian bawah ornamen adalah seekor kuda berkepala perempuan dengan rambut hitam panjang. Kuda yang dipercaya sebagai bouraq tersebut memiliki sayap seperti burung dan berekor. Bouraq dibuat dari rotan dan bambu yang dilapisi kain beludru berwarna gelap. Di punggung bouraq terdapat peti mati Hussein, yang merupakan bagian atas dari tabuik. Peti mati tersebut dihiasi dengan menara dengan ukiran khas Minangkabau. Di bagian atas dan bawah menara ditancapkan bungo salapan (bunga delapan) yang berbentuk payung dengan dasar kertas bermotif dan berwarna-warni. Puncaknya dihiasi oleh sebuah bunga dengan bentuk yang serupa, namun ukurannya lebih besar. Di atas payung tertancap patung merpati putih. Sebagai pondasi, tabuik dibangun di atas panggung kecil yang terbuat dari anyaman bambu. Selain untuk dasar tabuik, bambu tersebut juga menjadi pegangan bagi dubalang yang mengusung dan mengoyak-oyak tabuik. [caption id="attachment_313753" align="aligncenter" width="500" caption="foto oleh skycrapercity"]

1388888110238271829
1388888110238271829
[/caption] Terdapat dua jenis tabuik yang dibuat untuk pesta budaya ini, yaitu Tabuik Pasa (tabuik pasar) dan Tabuik Subarang (tabuik seberang). Masing-masing merupakan perwakilan dari daerah yang ada di Pariaman. Kedua tabuik dibuat di rumah masing-masing tabuik. Sebelum tabuik ini dibuang ke laut, ada beberapa ritual yang harus dilalui. Tahun baru Islam menandai dimulainya Festival Tabuik. Pada 1 Muharram, masyarakat Pariaman mengambil tanah dari dua sungai yang berbeda. Tabuik Pasa mengambil tanah di Desa Pauh, sedangkan Tabuik Subarang mengambil tanah di Alai Galombang. Tanah kemudian ditempatkan ke sebuah pot yang disimpan di dalam daraga. Daraga adalah sebuah tempat persegi empat yang dilingkari oleh pohon pimpiang, yaitu sejenis ilalang dengan batang keras. Tanah ini merupakan simbol dari jasad Hussein. Ritual selanjutnya adalah penebangan batang pisang. Ritual ini bermakna tajamnya pedang yang dipakai putra Hussein, Abi Kasim, dalam perang menuntut balas kematian ayahnya. Penebangan dilakukan pada 5 Muharram. Pada 7 Muharram masyarakat melaksanakan ritual maarak jari-jari. Ini merupakan kegiatan mengarak jari-jari Hussein yang tercincang di Perang Karbala. Hari berikutnya dilaksanakan ritual maarak saroban, yaitu melambangkan kepala Hussein yang ditebas musuh. [caption id="attachment_313754" align="aligncenter" width="570" caption="foto oleh kominfo"]
138888820099878996
138888820099878996
[/caption] Selama ritual berlangsung, dua rumah tabuik mulai merangkai tabuik. Puncaknya adalah menyatukan dua bagian tabuik pada 10 Muharram dan mengaraknya ke alun-alun kota sebelum dibuang ke laut. Kegiatan ini disebut dengan tabuik naiak pangkek (tabuik naik pangkat). Ada dua versi tentang kehadiran tabuik di negeri Pariaman. Pemuka adat Tabuik Subarang Tasman (63 tahun) mengatakan, versi pertama menyatakan tabuik dibawa oleh Muslim Syiah asal Arab yang berdagang ke Sumatra. Versi kedua menyatakan tabuik masuk melalui pasukan Sepoy yang menjadi serdadu Inggris saat merebut Bengkulu dari Belanda sesuai Traktat London pada 1824. Pasukan yang berasal dari India ini menganut Islam syiah dan disinyalir mengajarkan ritual tersebut ke masyarakat Bengkulu. “Dan tabuik di bawa ke mari (Pariaman) dari Bengkulu,” kata Tasman. [caption id="attachment_313756" align="aligncenter" width="576" caption="foto oleh antarasumbar"]
1388888351338343204
1388888351338343204
[/caption] Ritual yang dibawa oleh Muslim syiah ini mengalami pembauran budaya dengan budaya Minangkabau. Di Pariaman, tabuik diselenggarakan oleh anak nagari dalam bentuk Tabuik Adat. Tasman menjelaskan, penyelenggaraan tabuik sempat dihentikan di pertengahan abad ke-20. Kegiatan budaya ini baru kembali diadakan setelah penyelenggaraannya dialihkan ke pemerintah daerah pada 1970an. Namun karena keterbatasan dana, pesta tabuik tidak bisa dilaksanakan setiap tahun. Pada Festival Tabuik Pariaman 2013, proses tabuik naiak pangkek tidak diadakan tepat pada 10 Muharram yang di penanggalan Masehi jatuh pada 14 November 2013. Ritual puncak ini dilaksanakan di akhir pekan, yaitu pada 17 November 2013. Selain acara utama, Festival Tabuik juga diisi oleh berbagai jenis pagelaran seni dan hiburan orkestra. Puncak festival 2013 dilaksanakan di Lapangan Merdeka, Kota Pariaman. Kedua tabuik dipamerkan di hadapan puluhan ribu masyarakat Pariaman dan wisatawan. Pada acara puncak, tabuik dioyak sambil diiringi gendang tasa yang memainkan musik perang. Sebelum senja tiba, tabuik diusung menuju Pantai Gandoriah yang terletak sekitar 500 meter dari Lapangan Merdeka. Sayangnya salah satu tabuik, yaitu Tabuik Pasa, sudah lebih dulu hancur sebelum mencapai bibir pantai. Masyarakat yang menonton tidak sabar ingin mengambil salah satu bagian dari tabuik yang dipercaya akan membawa keberuntungan. Tabuik Subarang berhasil diselamatkan dan menutup pesta tabuik 2013. Hari ini, tabuik tidak lagi menjadi ritual syiah di Pariaman. Tabuik berevolusi menjadi festival budaya yang menjadi ciri khas negeri //sala lauak// tersebut. Belum sah jika seseorang datang ke Pariaman tapi tidak menyaksikan Festival Tabuik. Tidaklah salah jika anekdot mengatakan ‘Piaman tadanga langang, batabuik makonyo rami’ (Pariaman terdengar lengang, tapi ramai ketika bertabuik). Bagi masyarakat Pariaman, tabuik telah menjadi bagian dari hidup mereka. “Perayaan tabuik bahkan lebih ramai daripada hari raya,” ujar Tasman. n c02

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun