Membicarakan tentang nama, pasti tak akan luput dengan panggilan atau sebutan. Namun jika kita mau meniliknya kembali di KBBI pasti ada definisi yang lain dari nama itu, yaitu nama bisa berarti gelar atau kemasyhuran.
Dewasa ini, ketika kita mendengar kata nama, kita pasti lebih condong menyadari kata nama tersebut dengan arti gelar, seperti “si A ini mempunyai nama di tempatnya”, tapi hal ini hanya akan dimengerti oleh orang-orang dewasa saja.
Perlu diketahui, saya menulis ini memang saya tujukan bukan untuk kalangan umum, apalagi bayi. Namun pada pembaca yang mengerti saja.
Perspektif dan mindset seseorang pada sebuah objek atau suatu hal memang berbeda-beda, namun ketika mindset seseorang salah kita bisa meluruskannya. Seperti anak kecil yang membutuhkan arahan dan bimbingan dari orang tua. Seperti itulah ibarat seseorang yang salah mindsetnya menurut perspektif saya.
Ketika seseorang mempunyai nama (gelar), apakah pernah dalam benak kalian untuk memikirkan bagaimana mendapat gelar tersebut? Ya, memang tergantung dari gelar apakah yang didapatkan itu, kalau gelar maling memang tidak perlu difikirkan bagaimana cara mendapatkannya. Gelar adalah suatu jabatan atau semacamnya yang dapat membawa seseorang menjadi dikenal orang.
Mendapatkan gelar memang terkadang bisa semudah seperti membalikkan telapak tangan, seperti ketika ia adalah anak seorang raja, bangsawan atau gelar-gelar tinggi lainnya. Tapi bukan itu yang dapat dijadikan tolak ukur seseorang baik atau tidaknya dalam sebuah kepemimpinan itu. Karena didalam sebuah gelar terdapat sebuah tanggung jawab besar yang harus ditunaikan meskipun itu hanya gelar seorang ayah yang bertanggung jawab pada keberlangsungan keluarganya.
Dimana seseorang bersedia mendapatkan gelar, berarti ia bersedia menunaikan tanggung jawab atas gelar tersebut. Tapi jamak orang berprasangka pada orang-orang yang mencari gelar adalah orang tidak baik. Sebelum lebih dalam lagi, perspektif seperti ini harus diluruskan terlebih dahulu.
Mengingat kata bijak “kebaikan yang tidak terstruktur akan kalah dengan kejahatan yang terstruktur” dan untuk mengantisipasi hal demikian, maka orang baik akan maju untuk unjuk diri guna berlomba mendapatkan gelar tersebut.
Jika kita membahas tentang gelar, pasti tak luput juga dengan dunia perpolitikan, dunia yang penuh dengan tindak korupsi, kolusi dan nepotisme, mungkin seperti itu kebanyakan orang mengartikan tentang politik. Dan jangan kaget jika warga kita selalu berburuk sangka dengan politik, mengingat para politisi kita yang terjerat kasus korupsi telah mencapai taraf internasional. Cukup tutup telinga saja dan pejamkan mata rapat-rapat.
Pertanyaannya, Bagaimana jika kita termasuk orang-orang yang mencari gelar tersebut ? sudah siapkah Anda menyajikan alasan terbaik untuk menjawabnya ? atau mungkin Anda termasuk orang-orang yang kontra juga dengan orang-orang yang mencari gelar, berarti Anda tidak mau menjadi pemimpin. Karena perspektif negatif tentang perpolitikan mengindikasikan bahwa seseorang tidak mempunyai mental untuk menjadi seorang pemimpin. Karena jika kita menginginkan sesuatu maka kita harus menyukainya terlebih dahulu.
Di dalam suatu perkumpulan individu atau sering kita sebut dengan organisasi membutuhkan yang namanya seorang pemimpin, jika tidak ada maka sedikit demi sedikit organisasi akan terbelakang dan vakum. Dan untuk mengantisipasinya maka harus ada seorang pemimpin untuk menghidupkan kembali organisasi itu, meskipun seorang pemimpin tersebut masih perdana dan masih sepi pengalaman, hal itu tidak menjadi masalah selama dalam sebuah organisasi masih mempunyai anggota yang dapat berkordinasi dan saling tukar fikiran dengan anggota yang lainnya.