Mohon tunggu...
Ahmad Kafin azka
Ahmad Kafin azka Mohon Tunggu... Human Resources - Mahasiswa dan Santri

mahasiswa dan santri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Beri Nama Anak dengan Awalan "A"! Ini Alasannya!

13 Agustus 2021   23:57 Diperbarui: 14 Agustus 2021   00:05 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tribunnews.com5 Kepribadian Orang dengan Nama Diawali Huruf A, Salah Satunya ...

   Nama didalam KBBI berarti  kata yang digunakan untuk memanggil, atau jika saya mengistilahkan nama yaitu suatu panggilan supaya seseorang dapat dikenal atau disapa dengan mudah. Walau terkadang nama itu sendiri banyak yang sama, sehingga memaksakan kita memberi salah satu dari mereka nama laqob (julukan). Coba Anda total orang dengan nama “Siti”, pasti sangat tidak mungkin untuk bisa dihitung. Hal itu dikarenakan jumlah manusia sendiri lebih banyak dari pada kosa kata benda yang digunakan manusia. Saya sebut nama itu dengan kata benda, karena sampai detik ini saya belum pernah menemukan orang dengan kata kerja, contoh dugem (gak ada orang dengan nama pak Dugem atau bu Dugem).

    Nama juga sangat penting kaitannya dengan pendidikan, yakni absen. Tanpa absen, guru atau TU akan kesulitan melihat atau mengingat mana murid yang rajin dan mana murid yang suka mbolos. Selain itu, fungsi absen tak jarang juga digunakan oleh guru untuk memberikan ribuan tugas atau PR kepada para muridnya.

    Waktu saya SD, saat-saat paling menakutkan selain maju untuk praktek menyanyi adalah saat imunisasi. Selain suntik imun waktu bayi, sialnya program ini akan tetap berjalan saat si kecil masuk di SD. Dan lebih sial lagi adalah dimana urutan maju untuk suntik imunisasi tersebut dimulai dari nama paling pertama dalam absen. Sudah nasib sial bagi nama berawalan ‘a’ seperti saya.

    Nasib sial tak cukup berhenti disitu saja, memang sudah menjadi nasib orang dengan nama berawalan ‘a’ mungkin, jika mengumpul PR selalu harus yang pertama. Padahal saat guru memanggil satu persatu murid di kelas, walaupun hanya beberapa menit, PR yang belum selesai bisa saja selesai. Karena sesuatu yang mepet biasanya akan rampung, toh itu harus ngos-ngososan. Memang, nasib absen nama paling akhir selalu baik.

    Belum lagi urusan praktek, karena jurusan saya dulu adalah otomotif, sudah pasti selalu berurusan dengan yang namanya praktek. Jujur saja saya dulu adalah satu dari sekian orang yang salah masuk jurusan. Terbukti saat praktek atau ujian, saya adalah murid yang kacau balau nilainya. Alasannya sederhana, saya kurang praktek dan latihan. Penyebabnya juga sederhana, pastinya karena saya adalah urutan pertama, atau murid yang memberi contoh pada murid lainnya. Padahal, jika saja saya praktek terakhir, mungkin saja saya bisa belajar dari kesalahan teman-teman saya. Jika saja nama saya bukan berawalan ‘a’ pasti semua itu tidak akan terjadi (berusaha membela diri).

Kesialan terus berlanjut, bahkan sampai ke jenjang perkuliahan. Di perkuliahan memang semua serba terlihat lebih simple dari pada saat SD, SMP atau SMA. Terbukti di perkuliahan mahasiswa tidak dituntut untuk memakai atribut kuliah (mungkin sebagian universitas mewajibkan), belum lagi dilegalnya rambut gondrong, kuku panjang, semua itu  sudah bukan menjadi urusan Dosen apa lagi Rektor. Tapi kenyataannya kuliah tidak se-simple itu. Di kuliah semua mahasiswa dituntut untuk menjadi orang yang sangat disiplin. Buktinya, dosen pasti selalu membuat peraturan selama jam perkuliahan seperti jika mahasiswa telat beberapa menit akan di alpa, jika tidak mengumpul tugas maka di alpa, jika mahasiswa tidak mampu memenuhi kemauan dosen, maka ancamannya auto harus mengulang semester dan tetek bengek lainnya.

Kembali lagi, membahas perkuliahan. Ada hal yang paling menyebalkan bagi mahasiswa dengan nama berawalan ‘a’ seperti saya. Ada beberapa, atau mungkin semua dosen pasti membatasi berapa menit mahasiswa boleh telat datang ke kelas. Ada yang 15 menit, ada 10 menit, 5 menit atau bahkan harus tepat waktu. Atau konsekuensinya jika melanggar maka akan dialpa. 

Tapi terkadang dosen membatasi waktu tersebut dengan memanggil satu persatu mahasiswa, jika saat dipanggil tidak ada, maka auto alpa. Mahasiswa yang telat pun akan tergesa-gesa datang ke kelas jika dosen sudah mulai mengabsen, dan memaksakan mahasiswa dengan nama berawalan ‘a’ harus sudah hadir dahulu dari pada mahasiswa dengan nama ‘z’ yang dengan tenangnya datang ke kelas.

    Padahal jika mahasiswa yang berawalan nama ‘a’ datang saat dosen memanggil mahasiswa dengan nama ‘z’, sama konsekuensinya sama saja, yakni alpa. Bayangkan saja, dimana letak keadilan saat itu?. Harusnya kan dosen harus professional, jika ada yang telat ya sudah ruangan dikunci dan mahasiswa tidak boleh masuk. Tapi ada apa dengan dosen saya? Mahasiswa telat tetap boleh masuk walaupun alpa. Rasa iri pasti ada, meski baiknya adalah mahasiswa yang telat tetap bisa belajar.

    Urusan tugas kuliah beda lagi, ada beberapa dosen di kuliah saya yang disebut dengan ‘dosen killer’. Hal demikian dikarenakan beberapa dosen tersebut sangat ditakuti oleh para mahasiswanya. Seperti disebabkan karena sangat sulit dalam memberi tugas dan presentasi, tidak tanggung-tanggung, jika tugas tidak seperti yang beliau inginkan atau tugas sudah baik namun presentasi kurang, maka harus mengulangi dan revisi. Absen pertama pun auto mati berdiri, tugas yang kurang akan diberi kesempatan revisi sampai 3 kali. 

Pertemuan pertama, kedua dan ketiga, absen pertama pasti kebingungan untuk melewati rintangan dosen ini. Berdeda dengan mahasiswa absen akhir yang mana justru cuma duduk manis menyaksikan kesengsaraan absen awal yang dilanda kebingungan.

    Perkuliahan seperti itu biasanya tidak bisa menyeluruh, artinya semua mahasiswa tidak bisa merasakan kewalahan menghadapi tugas dan presentasi seperti absen awal. Biasanya perkuliahan seperti itu hanya berjalan pada mahasiswa absen pertengahan. Dan lagi-lagi nasib baik bagi absen akhir yang biasanya jika sudah mendekati pertemuan terakhir maka si dosen killer tersebut mendadak memberi dispensasi pada mahasiswa lain yang belum mengumpul tugas dan presentasi. Pastinya mereka tidak akan menemukan yang namanya kesengsaraan revisi. Aduhai enaknya.

    Okelah, saya rasa cukup untuk kesengsaraan nama ‘a’ seperti ini. Jika dulu tahu akan seperti ini, akan saya suruh bapak saya agar tidak memberi nama saya dengan awalan ‘a’. Tapi biarlah, sudah terlanjur. Jika saya punya anak, sudah pasti akan jauh dari nama awalan ‘a’. Kalau bisa ‘z’, Zoro.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun