Mohon tunggu...
Ahmad Kafin azka
Ahmad Kafin azka Mohon Tunggu... Human Resources - Mahasiswa dan Santri

mahasiswa dan santri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Menilik Usaha Menjaga Kitab Kuning

1 Agustus 2021   12:05 Diperbarui: 1 Agustus 2021   12:05 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengkaji kitab kuning adalah suatu tradisi yang harus dilestarikan di dalam pesantren sebagaimana suatu institusi yang mempunyai core atau kekhasan tertentu. Awal mula berdirinya pesantren tentunya juga bukan melalui pengajaran seperti sekolah-sekolah saat ini, namun lebih identik dengan kajian kitab kuning. Meskipun zaman semakin canggih, pesantren dengan keotentikannya tidak bisa berkiprah begitu saja ke dunia lain melainkan hanya dengan kitab kuning. Pesantren harus mampu memodernisasi pengajarannya dengan tidak meninggalkan tradisinya yang dulu.

Pengajaran kitab kuning di pesantren sudah dianggap kompleks melihat didalam kitab kuning sendiri telah memuat berbagai bidang keilmuan yang dapat menyelesaikan berbagai problematika yang dihadapi umat. Meskipun zaman semakin berubah dan problematika umat semakin nyeleneh, penyelesaian melalui kajian kitab kuning tidak bisa begitu saja diragukan, karena isi kitab kuning akan tetap selaras dan terus mengiringi untuk memecahkan problem-problem dimasyarakat dengan ijtihad-ijtihad para ulama.

Beberapa pesantren saat ini sudah mulai terasa bahwa telah mengalami pergeseran dalam tradisi mengkaji kitab kuning, mungkin dikarenakan kebanyakan pesantren saat ini sering mengadopsi pelajaran-pelajaran umum dan memasukkannya didalam pendidikan pesantren. Sehingga pengajarannya pun tidak sinergis dan akan sulit dalam mengkolaborasikannya, dan tak bisa dipungkiri jika waktu demi waktu tradisi mengkaji kitab kuning pun akan mulai hilang.

Hal ini banyak terjadi di pesantren-pesantren yang berstatus sebagai pesantren modern. Mengkaji kitab kuning pun terasa seperti tidak ada baunya, karena pesantren seperti ini lebih memilih untuk terus mengikuti arus tehnologi, eksistensi kitab kuning sudah tidak begitu diperhatikan lagi, yang ada hanya sarana dan prasara serta infrastruktur belajar yang serba canggih, sehingga unsur keberkahan dalam suatu pembelajaran tidak begitu diprioritaskan.

Berbeda dengan pesantren yang berstatus sebagai pesantren salaf, yang lebih mengutamakan keorisinalannya, yaitu dengan bertendensi melalui pengkajian kitab kuning dan menjadikan tradisi membaca kitab kuning sebagai keunggulan yang harus terus ditumbuh kembangkan dan terus dilesatarikan. Namun, pesantren seperti ini bila tidak merevitalisasi pengajarannya sesuai dengan arus zaman, pesantren ini pun akan semakin terbelakang.

Untuk saat ini, pesantren yang ideal harus mampu bertumpu pada dua model, yaitu menjaga tradisi kajian kitab kuning serta mampu beradaptasi dengan perubahan zaman seperti di zaman modern ini baik dalam segi infrastruktuknya maupun tehnologi yang dimiliki. Bila pesantren hanya fokus pada salah satu model ini, maka tidak dapat dipungkiri pesantren seperti ini akan terpojokkan.

            Dalam menghadapi problematika seperti ini munculah sebuah inisiatif dari para kyai yang memunculkan sebuah ide dengan merevitalisasi dan terus mengeksistensikan pesantren yang diasuh dengan sebutan "pesantren salaf modern" yaitu pesantren yang aktif barpartisipasi dalam mengikuti arus zaman dengan tidak meninggalkan tradisi salafnya, yaitu kajian kitab kuning.

Salah satu yang pesantren yang menganut model seperti ini yaitu "Pondok Pesantren Darussalam", dengan terus mempertahankan eksistensi dari kitab kuning, tapi pesantren ini tidak buta akan tehnologi, arus zaman pun tetap terus diikuti. Seperti contoh saja, pelayanan santri yang serba tehnologi seperti dalam hal pembayaran melalui mesin ATM, CCTV dimana-mana, gedung kurikulum, kampus perkuliahan dan masih banyak lagi.

Justru dengan adanya pembaharuan melalui tehnologi yang serba bisa, seharusnya pesantren harus dapat memanfaatkannya dalam rangka memudahkan para santri untuk belajar di pesantren. Karena banyak kita ketahui, santri-santri salaf yang kita temui sulit sekali untuk mengakses tehnologi, mereka amat konservatif. Padahal tugas santri adalah untuk membina masyarakat, tapi jika santrinya tidak melek akan tehnologi, tentu akan sulit untuk santri dalam mengorientasikan agama islam kepada umat.

Nah, untuk mengantisipasi santri supaya tetap melek tehnologi dengan tanpa meninggalkan tradisi membaca kitab kuning, pesantren harus mencari alternatif supaya dapat menjaga tradisi yang dilakukan secara turun temurun dengan terus mengembangkan tehnologi yang ada.

Mungkin ada beberapa alternatif  yang bisa diimplementasikan supaya tradisi kajian kuning tetap terjaga dan dilestarikan disamping sarana dan prasarananya juga terus diperbarui mengikuti zaman, antara lain:

  • Penguatan tradisi diskusi dan membaca kandungan kitab kuning.
  • Memotivasi santri untuk menumbuhkan semangat dalam memahami serta memberikan jawaban atas problematika umat.
  • Dukungan infrastruksur dan program-program untuk memperkuat tradisi baca kitab.

Seperti beberapa program yang ada di PP. Darussalam Blokagung untuk mempertahankan tradisi kajian kitab, yang mana dapat dijadikan pedoman supaya pesantren tetap eksis dengan keotentikannya, antara lain :

  • Sorogan. Yaitu kegiatan wajib mengaji kitab-kitab kecil yang dilaksanakan di asrama. Meskipun program ini hanya dengan metode face to face atau guru berhadapan langsung dengan murid serta mengajarkannya dengan cara guru membaca terlebih dahulu beberapa kali, kemudian murid mengulanginya. Jika dilaksanakan dengan tekun, hasilnya cukup untuk bekal membaca kitab-kitab yang lebih besar.
  • Syawir atau serupa dengan musyawarah. Yaitu metode membaca kitab kuning dengan cara diskusi. Metode ini terbilang sangat baik jika dilestarikan di pesantren, metodenya pun terkesan tidak begitu monoton, yaitu dengan cara menyediakan 1 orang sebagai moderator, 1 orang sebagai qori' dan penerjemah, yang lainnya menyimak dan boleh bertanya, membenarkan atau berkomentar atas penjelasan qori'.
  • Kosoda (Komunitas Sorogan Darussalam), sebenarnya hampir sama dengan sorogan. Hanya saja program ini lebih intensif dari pada sorogan, yaitu dengan fokus dengan target khatam kitab yang yang telah ditentukan dan pesertanya dikhususkan hanya untuk santri kelas 4 ula atau kelas akhir.
  • Ihfadz (Ittihatul Huffadz) yaitu program yang lebih condong membahas tentang tata cara membaca kitab kuning, yaitu membahas kalam nadzom seperti imrithi dan alfiyah.
  • Mufada (Musyawarah Fathul Qorib Dan Fathul Mu'in), program ini adalah cabangan dari program syawir. Hanya saja program ini lebih fokus pada 2 kitab yang sangat fundamental di Darussalam yaitu Fathul Qorib dan Fathul Mu'in, metodenya juga sama yaitu dengan program syawir, hanya saja program ini dilaksanakan secara intensif.
  • Bathsul Masa'il, yaitu forum umum diskusi untuk memecahkan problematika umat yang sulit dipecahkan dengan cara mencari mufakat bersama dengan memberikan ta'bir dari kitab kuning.
  • Kelas unggulan, yaitu suatu program di Madrasah Diniyah Al-Amiriyyah yang dikhususkan para siswa-siswi yang unggul secara akademik, program ini sangat berpengaruh positif untuk menjaga kelestarian kitab kuning, karena dalam pengajarannya pun kajian kitab kuning sangat diprioritaskan dan intensif.
  • Lomba. Melalui perlombaan, terbukti secara empiris bahwa dapat meningkatkan minat dan daya semangat santri untuk terus mempelajari kitab kuning. seperti perlombaan baca kitab yang banyak diselenggarakan di asrama-asrama, tingkat madrasah, pesantren maupun nasional.
  •                Dukungan infrastruktur dan program-program yang membantu dalam menjaga kelestarian kitab kuning hanyalah sebuah inisiatif yang dapat mendorong kelestariannya secara eksternal. Namun secara internal walau infrastrukstur dan program telah mendukung, kelestarian kitab kuning lebih terjaga jika santrinya juga mampu dan mumpuni dalam membaca, memahami dan mengamalkannya dimasyrakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun