Yang menarik lagi adalah evolusi pecel yang berkembang sangat banyak dan bervariasi di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Misalnya pecel ala Blitar, Malang, Kediri, Tegal, dan Banyumas semuanya memiliki varian yang sedikit-sedikit berbeda, mulai dari tekstur kacang tanah, tingkat kepedasan, hingga tambahan rempah-rempah. Mbak Sisca juga memperlihatkan sejumlah foto tua, bagaimana jaman dahulu pecel ini dijajakan sebagai sarapan pagi hari yang sangat populer di sepanjangan jalur kereta di Jawa Timur.
Lucunya pula kini gado-gado berputar arah, di berbagai hotel bintang 5 dan restoran Indonesia kelas atas, gado-gado ini kembali di interpertasikan ulang oleh kebanyakan koki-koki luar negeri, dengan cara-cara penyajian yang spektakuler. Bumbu saus kacang misalnya, kini sudah diperkaya dengan saus kacang mede, yang konon lebih gurih dan agar kelihatan lebih mewah.
Pulang dari rumah Mpu Peniti, pengalaman belajar makan gado-gado terasa sangat istimewa buat saya secara pribadi. Sebuah pembelajaran yang inspiratif. Mungkin saja benar bahwa gado-gado merupakan sebuah perlawanan diam dari bangsa ini, untuk menunjukan kepada penjajah waktu itu, bahwa kita mampu melakukan sesuatu yang lebih inovatif.
Tetapi di luar dari itu – buat saya yang paling menarik adalah sebuah ide yang sangat amat sederhana, yaitu sayuran rebus yang diracik dan diberi saus kacang tanah bisa menjadi legenda yang menjadi bagian sejarah kuliner bangsa ini. Terutama ide yang sederhana ini dicerna oleh saudara sebangsa dan setanah air, kemudian ditambah dan dikurangi variasinya menjadi sebuah fusi ide, yang tidak ditolak dan tidak menimbulkan keributan. Tetap menjadi sebuah ide yang harmonis dan serasi. Tidak ada protes, semua pihak menerima setiap perubahan dan inovasi dengan legowo. Barangkali generasi bangsa saat ini bisa belajar dari gado-gado secara apik. Bahwa keragaman itu sebenarnya sangat indah.
Mungkin Pemerintah kita bisa belajar dari gado-gado juga. Kata Mbak Sisca, sebenarnya gado-gado bisa menjadi budaya memasyarakatkan santapan yang berimbang dan yang sehat. Karena didalam gado-gado bisa lengkap berimbang, ada karbohidrat (kentang), sayuran, dan protein (tahu, tempe dan telur). Lewat gado-gado bisa saja kita bikin kampanye makan sehat yang baik.
Seorang Chef pernah bercerita kepada saya, tentang kekaguman-nya terhadap gado-gado. Sederhana, enak dan tetap bisa fleksibel. Mau dibikin merakyat sangat bisa. Mau dibikin mewah juga sangat bisa. Mbak Sisca menuturkan bahwa ia pernah meracik gado-gado super mewah, dengan asparagus, jamur enoki, tomat Jepang, strawbery California dan apel Washington. Rasanya tetap spektakuler !
Bagi saya pribadi, bangsa dan negara Indonesia, rumitnya mirip gado-gado, tetapi kerumitan bahan baku itulah yang membuat rasanya menjadi ajaib. Artinya tanpa keberagaman itu gado-gado kehilangan nilainya. Siapapun yang ingin menjadi pemimpin bangsa dan negara ini, harus eksotik bisa menjadi saus kacang tanah yang komplit. Asin, asem, manis, dan gurih yang sempurna. Keseimbangan yang pas. Barangkali itu roh-nya !
Sejarah tidak pernah berbohong, tetapi tradisi dan budaya kuliner suatu bangsa seringkali sarat dengan filosofi yang bijak, dan gado-gado adalah salah satu contoh yang nyata. Filosofi keberagaman yang sudah kita praktekan selama beratus-ratus tahun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H