Ditulis Oleh : Kafabihi
Mahasiswa Ilmu kelautan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Kepri
"seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan" - Mas Pram
Puncak kerinduan manusia saat ini adalah ketika antar manusia tidak lagi saling bertemu, tidak lagi saling berjabat tangan, ngobrol-ngobrol bareng, ngopi bareng, sampai kerja bareng. Semua manusia merindukan ini dan berpikir kapan pandemi ini bisa berakhir dan pergi, udah gitu bentar lagi mau masuk Bulan Ramadhan lagi. Yah, kita harus tetap ikhtiar dan tawakal.
Pada dasarnya, ketika kita berbicara tentang rindu. Rindu itu apa sih ?. Apa yang menyebabkan orang rindu ?. Rindu seringkali dianggap suatu hal yang tak tersentuh dalam suatu penelitian. Sifatnya absurd, abstark, dan kadang menjadi hal yang sepele tapi cukup sering dirasakan. Dan nyatanya itu pedalaman karaketer manusia itu sendiri dalam wujud kesadaran kita dalam menyayangi antar makhluk.
Rindu diciptakan dalam hati dengan tegangan frekuensi tingkat rendah, tapi bisa menghasilkan dentuman yang bisa mengubah kondisi individu. Bahkan, ketika kita ingin meningkatkan frekuensi. Itu bisa menciptakan alur emosi yang tidak perlu. Dan semua itu berakar dari harapan kita. Sebuah harapan yang menuju pada keinginan semua orang, seperti, kita selalu bersama dalam kehangatan dan persaudaraan.
Berbicara soal rindu ada beberapa studi khusus dalam alur transformatif pola pikir kita dalam menyikapinya. Dengan harapan tulisan ini bisa sedikit memberikan stimulus positif terhadap masyarakat yang masi takut dan khawatir akibat pandemi COVID-19 ini.
Rindu dalam perspektif Filosofi Stoicisme
Banyak orang yang sudah menyusun hidupnya kedepan, memiliki wacana kegiatan yang sangat ditunggu-tunggu. Hingga pada akhirnya pandemi yang seharusnya tidak kita prediksikan dari awal muncul dihadapan kita.
Datangnya pandemi ini membuat kita lupa, kita lupa kalau kita tidak siap. Kita tidak siap untuk mengatasi kesedihan yang awalnya kita harapkan. ketika apa yang kita susun dan kita rencanakan tidak berjalan dengan baik. Sehingga ekspetasi berbanding terbalik dengan realita, dan akhirnya membuat semua orang panik dengan kejadian skala global ini.
Nah, kembali kepada kepanikan dan ketakutan tadi. Itu semua berasal dari hasil ekspetasi kita yang berubah menjadi emosi. Jadi, ekspetasi itu sebenarnya berpengaruh sekali terhadap emosi kita dan juga bisa membunuh kebahagiaan. Apalagi, kita mempunyai rasa kesal kepada sebuah virus yang gak keliatan. Karena ini lah yang terjadi, ekspetasi itu bias membunuh kebahagiaan seseorang dan membuat jutaan manusia panik dengan hal ini.
Uniknya adalah cara berpikir stoicisme menganggap, ekspetasi yang lebih baik itu adalah ketika kita memiliki pandangan dengan ekspetasi terburuk. Ini jauh lebih baik ketika kita berekspetasi terbaik. Hingga kita siap menerimanya dengan pola pikir aliran stoicisme. Salah satu figur besar dalam aliran stoicisme
Marcus Aurelius seorang kaisar dari kerjaan romawi saat itu, dia pernah bilang kalau ekspetasi manusia harus melewati proses yang tadi, proses ini dinamakan dengan proses pre-meditation. Artinya anda harus memikir hal yang terburuk dulu dengan meditasi sebelum melakukan ikhtiar. Jadi kita siap untuk menghadapi hal seburuk apapun. Biar kita makin bijak dalam menghadapi hidup ini, ya simpan satu rencana yang bisa membuat dirimu tetap jalan tanpa hambatan.
Banyak yang bilang kalau dalam hidup itu lebih mengutamakan hasil, sebenarnya tidak semua hal diukur dengan hasil. Dengan mengukur dengan proses yang panjang segalanya akan lebih siap.
Di balik semua itu kita bisa menemukan kebahagiaan, kok bisa ? kuncinya ikhlas. Dengan ikhlas bisa mengatur emosi kita dalam situasi terburuk apapun. Dalam kondisi yang darurat seperti ini, pikiran kita lah yang akan menyelamatkan kita dalam situasi ini. Sehingga ada usaha untuk memoderasi hidup dengan stoicisme.
Aku, Kamu, dan, Korona. Sebuah pandangan dari filosofi Nihilisme
Masih berbicara tentang rindu, yang menurutku seperti zat aditif. Dalam bahasa filsufnya, "Rindu itu candu". Tapi ada kalanya kita kita merasakan kalau rindu merupakan vitamin/pelengkap yang memperkaya batin kita. Jika ingin digali kembali konsepnya adalah berkaitan dengan masa lalu. Jadi, dalam pembahasan kali ini.
Saya akan membahas tentang hubungan masa lalu dengan tujuan masa depan, rindu dan ekspetasi. Rindu dan masa lalu itu entitas yang tidak dapat terpisahkan, yang selanjutnya dijawantahkan sebagai kekayaan batin kita terhadap masa lalu. Sedangkan rindu dan ekspetasi itu sama, Cuman bedanya adalah efek yang dirasakan selanjutnya akan dijawantahkan (nilai-nilai yang ditrasnformasikan) dalam kekayaan batin kita terhadapa masa depan. Jadi, ekspetasi kita terhadap momen yang terus berulang, dan tanpa disadari itu menjadi tujuan hidup kita.
Pada prinsipnya manusia, selalu membutuhkan pegangan dalam mencapai tujuan hidupnya. Adanya pandemi korona COVID-19 ini, menjadikan manusia kehilangan nilai-nilai tujuan hidup itu sendiri.
Kebanyakan dari banyaknya korban yang terjadi dari sebagian para penganut agama, yang melakukan kegiatan ibadahnya secara berkumpul-kumpul tanpa mempedulikan situasi saat ini.
Sebaran virus ini tampak belum berhenti penyebarannya. Ini membuat para pemeluk agama dilema. Mau tidak mau harus melakukan social distancing dengan cara ibadah dirumah untuk menghentikan sebaran ini sesuai anjuran agama maupun pemerintah. Hingga sebagian orang, menganggap inilah akhir dunia, dimana semua pemeluk agama tidak bisa melaksanakan ibadahnya secara maksimal. Kembali lagi pada konteks tujuan hidup tadi. Tujuan hidup kita apa ? rindu kepada siapa ? dan apa sih arti hidup ini ?
Nah, kalau sempat berpikir seperti ini dalam situasi seperti ini. Pikiran-pikiran seperti ini biasa disebut Nihilisme. Artinya semua yang ada saat ini gak ada tujuannya. Pandangan ini dirasakan pada saat kita melihat berita orang yang meninggal akibat COVID-19.
Hingga saat ini kita terkurung akan kematian yang konyol akibat virus yang menyerang ini. Hidup itu kadang membingungkan dan gak bisa dijelaskan. Kadang dengan segala yang kita miliki saat ini seperti kekayaan dan kepintaran membuat kita menjadi satu-satunya manusia yang bisa bertahan dari sekian triliunan manusia. Tapi, tetap pada hukumnya. Segala hal yang bernyawa akan mati.
Kita semua akan mati pada waktunya. Ketika kita mati, semua hal jadi tidak berarti. Tapi, ada hal yang positif dari Nihilisme ini. Ketika kita marah, kesal,dan semua hal yang kita alami jadi gak penting. Sehingga kita bisa memikirkan hal-hal yang kiranya penting untuk kebahagiaan kita. Karena kebahagiaan itu penting. Bahagia ditengah-tengah pandemi COVID-19 ini, ya syukuri aja. Kita bahagia dan bersyukur masih punya kawan, masih punya harta, dan masih punya agama sebagai pandangan. Itu lebih dari cukup.
Albert Camus, Pandangannya Arti Kebahgiaan Hidup
Albert camus salah satu penganut Nihilisme sempat menuliskan hal ini kedalam buku yang berjudul The Myth of Sisyphus. Dalam bukunya dia bercerita tentang siklus hidup manusia yang mencari arti dan tujuan hidup.
Hingga akhirnya kita bisa menemukan kebahagiaan versi terbaik kita sendiri. Singkat cerita kalau kita gak percaya sama apapun, semua hal gak bermakna, dan kita tidak terikat dengan dogma apapun. Ya, seharusnya semua hal possible (bisa) untuk dilakukan. Dan tidak ada alasan untuk tidak melakukan apapun yang sebenarnya berarti bagi hidup. Bisa jadi itu ber-arti versi mu sendiri dalam hidup.
Karena ya, semua dalam hidup (dunia) ini gak ada artinya. Dan hanya dirimu yang bisa menemukan itu, karena hidup cuman sekali dan perlu untuk kita cari.
Sama hal nya kita menghadapi cobaan ini. Cuman kita yang tau kualitas diri kita diuji ditengah pandemi ini. Karena pada dasarnya kita semua di uji untuk mengejar kebahagiaan hidup.
Sampai pada ujung tulisan ini. Aku, kamu, dan, korona sama-sama mencari arti hidup ini. Jangan sampai kita kalah dengan virus korona dan menyerah. Berdiam diri dirumah dengan pikiran pesimis tidak akan merubah apapun. Tapi, jika berdiam dirumah dengan berpikir positif untuk tetap mendapatkan kebahagiaan itu sendiri. Berarti kamu satu dari sekian miliar makhluk yang eksis dan layak hidup dialam semesta ini. Tetap hidup positif dan tetap rajin ibadah. Yakusa. (4/4/2020)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H