Keunikan dari Pancasila adalah sila-sila nya yang menunjukkan bagaimana membangun sumber daya manusia yang unggul dan berorientasi pada pembangunan negara untuk dapat bersaing dalam konteks global.Â
Dalam sila pertama hingga ketiga, dijelaskan bahwa tiap-tiap Individu haruslah percaya pada tuhan YME, bersikap adil dan beradab, dan menjaga kesatuan bangsa.Â
Selanjutnya, tiap-tiap individu pasti akan ditunjuk menjadi seorang pemimpin dimana cara memilih pemimpinnya tergambar dalam sila ke 4. Dan terakhir, seseorang yang sudah ditunjuk menjadi seorang pemimpin haruslah berusaha untuk mengimplementasikan apa yang tertuang dalam sila ke 5, yaitu, "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".Â
Jika nilai-nilai pancasila , terutama sila pertama hingga ketiga, benar-benar diterapkan dalam diri seseorang secara total, maka kualitas sumber daya manusia di Indonesia akan sangat mungkin dapat bersaing pada level global, namun, bagaimana gambaran kualitas sumber daya manusia di Indonesia? Hal ini yang akan dibahas dalam tulisan ini.
Baca juga : Eksistensi Pancasila Diera Kebebasan Publik Dewasa Ini
Jika ingin mengetahui seberapa jauh kualitas Sumber daya manusia secara agregat, ada baiknya kita mengacu beberapa penelitian yang sudah dilakukan dan dipublikasikan beberapa lembaga internasional yang menyoroti hal tersebut.Â
Menurut penelitian yang dilakukan oleh World Economic Forum (WEF) yang berfokus pada human capital, Indonesia masih kalah jauh dengan beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunei, China, dan bahkan Filipina. Pola yang hampir sama juga terlihat dalam laporan United Nations Development Programme (UNDP) mengenai pembangunan manusia (human development).Â
Dalam laporan tersebut Indonesia konsisten untuk kalah telak dengan beberapa negara tetangga yang sudah disebutkan sebelumnya, namun hanya menang dengan Filipina. Indonesia di peringkat 113 di tahun 2015, sedangkan Filipina di peringkat 116.Â
Sayangnya, peringkat tersebut sebenarnya menurun 3 poin dibandingkan tahun 2014 dimana Indonesia menempati peringkat 110. Laporan lembaga internasional tersebut menunjukkan lemahnya competitiveness Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangganya.
Baca juga : Pentingnya Pendidikan Karakter Terkait Sila Ke-2 Pancasila
Selanjutnya, ketika kita melihat data yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS) tentang Index Pembangunan Manusia (IPM) per provinsi di Indonesia, rata-rata IPM per Provinsi adalah 70,18 poin dan dari 34 Provinsi, hanya 9 Provinsi yang memiliki IPM diatas rata-rata.Â
Data ini menunjukkan betapa kurangnya beruntungnya kualitas SDM Indonesia sehingga pada titik ini perlu kiranya memahami bagaimana membenahi rendahnya kualitas SDM Indonesia agar dapat bersaing dengan negara-negara tetangga dan juga pada level global.
Pancasila sebagai solusi
Dengan semakin membaiknya SDM di Indonesia, tak akan menjadi sebuah delusi untuk mengatakan bahwa suatu saat nanti Indonesia akan dapat bersaing secara global dan namanya akan sangat diperhitungkan di dunia Internasional.Â
Bagaimana mewujudkannya ? pancasila yang diracik oleh para founding fathers negara ini adalah jawabannya, terutama 3 sila pertama yang secara implisit menjelaskan bagaimana "kualitas manusia Indonesia" itu seharusnya.
Persaingan global merupakan dampak dari adanya arus globalisasi yang sedang terjadi saat ini. Menurut James E Alvey dalam artikelnya yang dipublikasikan dalam international journal of social economics, dampak signifikan dari adanya globalisasi adalah adanya sekularisasi yang diartikan sebagai berkurangnya peran agama dalam sebuah masyarakat.Â
Lebih lanjut lagi, Â beberapa ahli seperti Kurtulmus dan Warner (2016) juga menjelaskan bahwa agama adalah salah satu faktor terpenting terbentuknya sebuah budaya.Â
Baca juga : Nilai-nilai Pancasila, Benteng Milenial Bangsa
Dari penjelasan-penjelasan tersebut jika ditarik dalam konteks sila pertama, sangatlah jelas bahwa para founding fathers negara ini sudah dapat melihat akan adanya arus globalisasi di masa yang akan datang sehingga membuat konsep "ketuhanan yang maha esa" sebagai sebuah benteng untuk diri sendiri agar kelak budaya bangsa tak akan luntur diterjang arus globalisasi yang sangat deras.
Selanjutnya, sila kedua menjelaskan bahwa seseorang haruslah memiliki sikap yang adil dan juga beradab. Keadilan, dalam konteks ekonomi tergambarkan dari kesenjangan sosial, masih menunjukkan angka yang relatif memprihatinkan melihat kemiskinan yang meningkat dan rasio gini yang relatif tinggi.Â
Kesenjangan bisa terjadi, secara teori, dikarenakan terdapat orang-orang yang memiliki preferensi hanya untuk memaksimalkan keuntungan yang diterimanya.Â
Pada titik ini, Â Ashraf dan Bandiera (2017) menggagas konsep altruistic capital dimana mereka memasukkan tindakan altruistik, keadilan, nilai-nilai kebaikan, dalam preferensi seseorang untuk mengakomodasi tindakan-tindakannya yang cenderung merugikan orang lain.Â
Pada dasarnya konsep tersebut adalah pengembangan dari sikap gotong-royong yang terihlami dari sifat saling percaya. Penerapan konsep tersebut mulai dari lingkup yang kecil, bertetangga semisal, akan memiliki dampak makro yang sangat signifikan untuk mengurangi ketimangan yang ada.
Terakhir, Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk sehingga para founding fathers kita sepakat menggagas sila ke tiga pancasila yang terihlami dari Empu Tantular dengan gagasannya yang disebut "bhinneka tunggal ika" untuk menyatukan bangsa yang sangat beragam ini.Â
Tiga sila tersebut merupakan modal utama yang harus dimiliki bangsa Indonesia untuk meningkatkan kualitas SDM nya agar kuat didalam, dan dapat diterima di luar dengan adanya persaingan global. Lantas, siapa yang mampu membawa bangsa Indonesia ini besar dan berjaya? Jawabannya hanya satu, anak muda!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H