Untuk kelengkapan badan, kami pasti sudah siap dengan pakaian lengkap sejak dari posko, mulai dari kaos lengan panjang, jaket, sarung, kupluk sampai kaos kaki dan kaos tangan juga tidak ketinggalan.
Selain itu, rombongan kami juga akan membawa bekal lengkap untuk sekira 5-6 orang sekaligus, mulai dari nasi lengkap dengan lauk pauknya masakan Bu Haji Hasan, beragam gorengan manis dan asin sekantong plastik lumayan besar, kopi panas yang minimal harus membawa 3-4 termos, si tambeng secukupnya tidak boleh ketinggalan, juga tas obat yang sejak kehadiran kami nggak boleh lagi terlewatkan.
Malam ini merupakan "dinas" kali keduaku di kebun jagung Haji Hasan, begitu juga dengan Bang Deni setelah sekitar seminggu sebelumnya aku mengawalinya, tapi dengan Bang Taufik sebagai partner dari posko.
Pengalaman seru pertama kalinya diserang kawanan babi yang menurut Bang Zul masih level-level kelas yunior saat itu, jelas tidak akan pernah aku lupakan. Bahkan untuk mengingatnya sekaligus berbagi keseruannya, aku merasa perlu menuliskannya dalam sebuah cerita pendek berjudul "Romansa si Tambeng dan Babi-babi Belajar di Ketinggian Kabuaran" yang Alhamdulillahnya, dimuat juga di salah satu media nasional terbesar Indonesia. Keren kan!?
"Kenapa Bang !?"Â Suara berbisik tapi seperti teriakan tertahan karena terkejutnya Bang Deni ketika Bang Zul, pemimpin rombongan di depannya, tiba-tiba berhenti mendadak membuyarkan "tayangan film" di benakku saat itu, hingga akupun hampir menubruk Bang Deni yang ada di depanku.
"Sssssssst!!!", terdengar suara Bang Zul mendesis dan sekilas tampak memberi aba-aba ke kita yang di belakang agar diam dengan menaruh jari telunjuk kirinya di depan bibir, sedangkan dengan tangan kanannya yang diantara jemarinya masih menjepit tingwe si-tambeng, meminta kita yang dibelakangnya untuk merapat ke depan dan tetap waspada. Entah apa maksud dan tujuannya!?
Kami tidak tahu apa yang sedang terjadi. Semua diam beberapa menit dalam kegelapan malam, hanya cahaya dari kretek si-tambeng terbakar yang dihisap Bang Zul di depan dan Bang Harun di belakang kami saja yang masih meninggalkan jejak cahaya, sampai Bang Zul akhirnya memberi kode agar kita berdiri untuk melanjutkan perjalanan.
Sementara itu di posko, Ce Netty yang sendirian mempersiapkan makan malam di dapur, sedangkan Mbak Wahyu, Mbak Nina, Ka Hani dan Kak Rina masih Yasinan di langgar, tiba-tiba dikejutkan oleh suara geraman halus tapi jelas terdengar dari arah belakang. "Hhhheeeeemrmrmrmrm!" suara menggeram itu kembali terdengar. Kali ini sedikit lebih jelas dan menjadikan suasana so scary!
Tiba-tiba Ce Netty merasakan bulu kuduknya berdiri dan merinding di sekujur badannya. Bulu-bulu halus di tangannya berdiri tegak! Ini aneh! Ce Netty menjadi keheranan sendiri melihat bulu-bulu tangannya berdiri tegak!
"Ada apa ini!? Seumur-umur baru sekali ini aku merasakan suasana seperti ini". Sambil terus berbisik pada dirinya sendiri untuk menjaga kesadaran, Ce Netty juga terus berusaha menguasai diri dengan terus berpikir logis.
Setelah terdengar geraman ketiga, barulah Ce Netty bangkit dan berbalik menuju arah asal suara yang sepertinya dari kamar mandi. Tapi anehnya, di kamar mandi bercahaya lampu pijar 10 Watt itu, Ce Netty tidak menemukan apapun. Tapi ketika mau berbalik, ekor mata Ce Netty menangkap sesuatu dari lubang angin WC yang mengarah ke kebun.