"Sepasang kunang-kunang yang terbang beriringan itu, pelan-pelan pendar cahayanya berubah menjadi kemerahan-merahan dan semakin memerah darah ketika wujudnya semakin besar, besar dan terus membesar ketika didekati dan..."
Memasuki hitungan pekan ketiga-keempat, pengabdian kelompok KKN kami di ketinggian Desa Kabuaran, Bondowoso, progresnya terus membaik. Bahkan saking membaiknya beberapa diantara kita, malah serasa tinggal di kampung sendiri lho!
Secara perlahan, kami mulai menikmati beragam sensasi tinggal di lereng pegunungan bersama oreng pendhalungan atau Madura Pendalungan, sub etnis Madura yang sudah bercampur dengan masyarakat Jawa di sepanjang kawasan tapal kuda, Jawa Timur, termasuk di Bondowoso.
Khusus yang mendiami kawasan Bondowoso, konon memang sudah mendiami Bumi Bondowoso ini jauh sebelum Kadipaten ini didirikan oleh Ki Ronggo I, Bupati pertama Bondowoso yang juga bangsawan Madura di awal-awal abad ke-19.
Berbagai kendala krusial di awal-awal pengabdian, terutama masalah komunikasi yang tidak lancar, karena tidak satupun diantara kami yang bisa berbahasa Madura dengan baik, akhirnya menemukan juga jalan solusi.
Begitu juga dengan masalah MCK "open" yang awalnya membuat kami risih, setelah menemukan triknya, sekarang kami malah ketagihan dengan sensasinya...he...he...he... Sueeger mase!
Satu lagi! Kegamangan kami, terutama "kakak-kakak" cewek terhadap keamanan Desa Kabuaran yang disebut-sebut masih cukup berbahaya, karena dikenal sebagai "destinasi" utama sindikat maling sapi yang setiap beraksi konon suka nekat! Alhamdulillah sejauh ini tidak terbukti. Sampai detik ini, Kabuaran masih aman-aman saja.
Memang sih, beberapa hari yang lalu kita di posko sempat siaga 1, setelah Mbak Wahyu dan Kak Hani yang kebetulan terbangun di lepas tengah malam karena sakit perut dan harus menuntaskannya di WC dapur posko, mengaku dikejutkan oleh obrolan misterius, sepertinya dari beberapa orang di balik dinding dapur, tapi dengan suara berbisik, sehingga tidak terlalu jelas isi obrolannya, meskipun sekilas mereka menyebut-nyebut kata sapi dalam bahasa Madura!
Maklum, meskipun dinding seng di dapur posko terlalu tipis untuk meredam percakapan misterius itu. Tapi, mereka sepertinya cukup berhati-hati dan terbukti, begitu terdengar gemericik air dari WC, suara percakapan itu tak lagi terdengar. Siapa malam-malam ngobrol di situ? Komplotan maling sapi!? Atau mungkin warga yang sedang berjaga di kebun jagung!? Ah entahlah!
Memang, masyarakat Kabuaran mempunyai tradisi unik di setiap menjelang musim panen jagung, yaitu melek'an masal, khususnya  para pemuda dan bapak-bapak.