Kami paling suka memasak ikan hasil keramba kami sebagai teman ber-tinutuan alias menyantap bubur Manado khas keluarga istri yang kakek buyutnya asli dari Air Madidi, Minahasa.
Tinutuan kami tentu sudah mengalami penyesuaian dengan lidah Banjar kami, meskipun tetap full sayur hasil kebun, termasuk singkong dan labu kuning. Bedanya ya ikan bakar hasil keramba yang disantap bareng sambal terasi asin pedas.
Kami memang lebih sering memasak makanan dengan cara di pais atau di pepes dengan bungkus daun yang di kukus dan di banam atau di bakar, relatif jarang dengan menyanga atau menggoreng. Jadi Insha Allah lebih sehat dan hemat.
Tradisi makan leluhur di kampung masih kami lestarikan, termasuk tradisi makan secukupnya!
Mengambil makan harus sesuai dengan kemampuan, tidak boleh berlebih dan bersisa, kalau habis baru boleh nambah lagi secukupnya pula dan kalau selesai, piring harus bersih dari sisa nasi.
Membawa budaya dari kampung, kami juga tidak terbiasa memakai tisu, minum air dengan gelas dan kemana-mana membawa wadah minum, baik tumbler maupun termos air panas secukupnya.
Ini yang keren! Adanya ikan peliharaan di kolong dan samping rumah, menuntun kami untuk menggunakan bahan-bahan aktif pencuci baju, cuci piring dan juga mandi yang ramah lingkungan, terutama buah lerak yang banyak dijual di pasar tradisional. Termasuk seminimal mungkin membuang bekas cucian tadi ke kolong rumah.
Sudah sejak lama kami terus berburu produk untuk cuci-cuci yang standar SNI Green Label yang tentunya menjamin produk tersebut telah melewati pengujian dan memenuhi standar keberlanjutan lingkungan.Â
Oya, "candu" berhemat yang ditawarkan gaya hidup green living, jelas memacu kami untuk terus mencari formula berhemat yang bisa kami eksploitasi lagi, tanpa mengurangi kelayakan hidup. Sampai akhirnya, kami migrasi dari kompor gas ke semua perangkat masak tenaga listrik.
Sebelumnya sempat melirik juga, potensi metana dalam septik tank untuk memasak, tapi kok ya masih belum begitu berani mengeksploitasinya, begitu juga dengan pemanfaatan listrik  tenaga Surya, tapi kok ya masih relatif mahal perangkatnya. Mudahan segera bisa diaplikasikan secepatnya!