Awalnya, saya menanam sayuran yang  mentolerir panasnya  Kota Banjarmasin, seperti sawi, selada, bayam, kangkung darat, cabe, tomat, pare, gambas, kacang panjang, terong, labu Siam dan lain-lain, termasuk beberapa empon-empon seperti jahe, kunyit, kencur dan lengkuas.
Begitu juga ketika mengetahui lahan rawa sekitar rumah, airnya masih representatif  untuk budidaya ikan, karena masih terkoneksi dengan aliran sungai, maka saya membuat keramba ikan dari jaring nilon apung di samping rumah untuk memelihara ikan patin dan ikan lele.Â
Sayang, untuk karamba Ulin ikan haruan atau gabus, saya gagal mengelolanya, jadi tidak saya teruskan. Sebagai ganti, sekaligus untuk menambah variasi lauk, saya juga memelihara ayam dan burung dara, sumber protein kesukaan saya.
Kecuali beras yang masih beli, praktis setiap hari kami memaksimalkan hasil kebun di samping rumah kami untuk lauk-pauk dan hanya membeli jika memang kebun mungil kami tidak memproduksinya atau kuantitas panennya kurang.
Tahukan anda manfaat besar yang kami peroleh dari giatnya kami mengelola kebun, kolam dan kandang mini di samping rumah?Â
Pertama, istri dan anak saya yang lahir besar di Banjar dan asalnya tidak bisa mengkonsumsi sayur, sekarang jadi terbalik, tidak bisa makan kalau tidak ada sayur.
Kedua, mungkin ini agak ekstrim bagi manusia modern! Sejak terbiasa makan-makanan fresh, akhirnya kami merasa tidak perlu kulkas dan "terpaksa" menjualnya daripada mubazir tidak terpakai! Lumayan ditabung untuk naik haji he...he...he...
Ketiga, anak-anak jadi paham proses berkebun berikut segala "keajaiban" di dalamnya, seperti proses dari bunga sampai menjadi buah yang siap di konsumsi, berikut perubahan warna, bentuk dan ukurannya. Siapa yang melakukannya?
Uniknya, melihat begitu banyak keajaiban alam di kebun mungil kami, justeru mengantar anak-anak lebih suka  makanan olahan mamanya, hingga mereka tidak terbiasa jajan. Kebetulan karena mamanya "bekerja dari rumah", maka setiap hari mamanya selalu membuatkan beragam jajanan sehat untuk mereka.
Keempat, nggak sengaja juga, budaya hidup ramah lingkungan ini mengantarkan kami pada zero waste, setidaknya meminimalisir sampah yang diambil tukang sampah, karena sebagian besar sampah kami memang organik yang kami komposkan.Â
Kalaupun ada sampah non organik biasanya nggak seberapa banyak dan biasanya akan masuk bank sampah komplek. Enakkan, minim sampah di rumah!? Nggak perlu capek dan nggak perlu bau!