Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Memotret Frugal Living ala Petani Jadul dari Lagu Pak Tani-nya Koes Plus

5 Februari 2024   22:12 Diperbarui: 5 Februari 2024   22:31 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN 

 

Jika anda penggemar musik Indonesia dan juga menyukai lagu-lagu Koes Plus tentu sudah tidak asing dengan gaya bermusik band legendaris yang asal Tuban Jawa Timur ini.

Jeniusnya Koes Plus meramu nada dan kata hingga tersaji menjadi rangkaian musik yang  sederhana dengan melodi yang enak di dengar dan mudah diingat  menjadikan lagu-lagu mereka evergreen si sepanjang jaman.

Baca Juga Yuk! Malem Mingguan Bareng Kidungan Jula-Julinya Cak Kartolo Cs, Yuk!

Kerennya lagi, selain selalu evergreen, lirik-lirik lugas dan tegas yang mudah dipahami, bahkan juga di hapalkan menjadikan banyak lagi Koes Plus menjadi penanda jaman.

Lirik dalam agu-lagu itu bisa menjadi rujukan untuk mengetahui situasi aktual yang terjadi saat lagu itu ditulis. Salah satunya adalah lagu Pak Tani.


Lagu Pak Tani yang berlirik bahasa Jawa, karya dari Sang Drummer, Kasmuri alias Murry yang juga kakek dari artis peran Ariel Tatum ini bercerita tentang budaya frugal living alias kesederhanaan hidup khas petani di Pulau Jawa era 70-an.

Lagu yang masuk dalam album Pop Jawa Volume 1 ini tidak sendirian menjadi hits di jamannya, karena dari album yang kesemua materi lagunya berbahasa Jawa ini juga menelurkan lagu-lagu hits dan legendaris lainnya, seperti Tul Jaenak yang sering dikira lagu daerah, ada juga lagu Aja Nelongso, Sayur Asem, Tunggak Jati, Ora Biso Turu dan juga Ela-Elo.

Baca Juga Yuk! Mahalnya Senyuman Terindah di Dunia

Khusus untuk lagu Pak Tani karya Murry, memang layak nge-hits dan menjadi legenda!

Karakter lagu plus aransemennya yang sangat kuat khas lagu-lagu karya Murry yang biasanya memang hanya pas bila dinyayikan oleh Murry sendiri, tidak oleh yang lain ini sangat kuat mengikat memori akan kondisi sosial budaya masyarakat petani, khususnya di Pulau Jawa di saat lagu itu di tulis oleh pria kelahiran Jember, Jawa Timur tersebut.

Coba dengar lagunya dan rasakan vibes-nya! Apalagi kalau anda memahami arti dari lirik lagunya!

Ayem tentrem ing ndesane pak tani, urip rukun bebarengan, mbangun desa sak kancane pak tani, nyambut gawe tanpo pamrih.

Hidup tenteram di desa, hidup rukun bersama-sama,membangun desa dengan semua teman, bekerja sungguh-sungguh.

Wayah esuk wis podho nggiring sapine, rame-rame nggarap sawah lan kebone.

Pagi-pagi sudah menggiring sapinya, bersama-sama mengerjakan sawah dan kebunnya.

Pancen luhur bebudine pak tani, keno kanggo patuladhan, nyambung urip sak anane pak tani, jujur tindak lan lakune.

Memang bersahaja sikap Pak Tani, bisa menjadi contoh, hidup seadanya saja, jujur dalam segala tingkah lakunya.

Kata kunci sekaligus petunjuk aktual budaya frugal living ala petani di era 70-an dalam syair lagu Pak Tani ini adalah lirik "Nyambung urip sak anane pak tani".

Lirik yang dalam bahasa Indonesia bisa dimaknai sebagai "meneruskan hidup seadanya" ini jelas bukti kesederhanaan para petani pada saat itu.

Sungguh, hanya pribadi-pribadi sederhana saja yang sanggup hidup dengan konsep "seadanya" yang sekarang lebih kita kenal sebagai gaya hidup frugal living ini.

Inilah kesahajaan kehidupan khas masyarakat di pedesaan yang guyup rukun penuh dengan kebersamaan yang sepertinya relatif sulit kita temukan secara alamiah di perkotaan. Kerennya, ini digambarkan Murry begitu lengkap dalam lirik yang lugas, singkat dan padat.

Jujur, merekonstruksi lirik dalam lagu Pak Tani ini benar-benar membuat saya meneteskan air mata, karena mengingatkan saya pada kehidupan masyarakat desa di kampung halaman saya di kaki Gunung Lawu pada era 80-an, saat saya menikmati masa kanak-kanak saya.

Semoga Bermanfaat! 

Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN 
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun