Apa yang anda lakukan jika selamat dari sebuah kecelakaan maut selayaknya diberi kesempatan untuk hidup yang kedua kali!?
Siang itu di akhir tahun 80-an, saya, adik, bapak dan ibu, diantar teman sekantor bapak  ke terminal bus di kota kami di kaki Gunung Lawu seusai waktu shalat Ashar.
Kami berempat, rencananya mau pulang kampung ke kampungnya bapak, Mojokerto dan Malang dengan naik bis Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP). Kebetulan Paklik Joko, adiknya bapak cer, alias adik yang urutan lahirnya pas dibawah bapak yang sejak masih Bintara sampai perwira pertama terus bertugas di Timor-Timur, sedang pulang kampung.
Yaaaaah! Bapak ingin sekali melepas rindu dengan adik yang tidak hanya umurnya saja paling dekat dengan beliau, hanya dua tahun lebih muda saja, tapi juga secara emosi Pak Lik Joko yang sejak kecil memang selalu runtang-runtung berdua dengan bapak, juga yang paling plek alias sehati.
Baca Juga Yuk! Hati-hati, "God Eyes" Hidden Camera Tercanggih di Dunia Mengintai Kita di Mana-Mana!
Mungkin karena bukan akhir pekan, seingatku terminal bus siang menjelang sore saat itu terasa lengang saja. Jadi tanpa perlu berebut dengan penumpang lainnya, saat itu kami langsung dapat kursi tempat yang sayangnya saya lupa nama armada bisnya. Seingat saya, bis itu kata bapak merupakan raja jalanan!
Uniknya, bapak dan ibu saya sejak dulu selalu mempunyai selera tempat duduk yang berbeda jika naik bus jarak jauh.Â
Jika bapak yang biasa kemana-mana nyetir sendiri, lebih bisa menikmati perjalanan naik bis umum jika duduk di belakang, kalau duduk di depan nggak bisa istirahat , serasa ikut nyetirnya sopir kata beliau.
Ibu beda lagi! Kalau naik angkutan umum, harus dapat tempat duduk didepan, karena selain tempat itu, ibu pasti mabuk.
Nah, karena itu juga akhirnya dalam keberangkatan kita saat itu duduk kami di dalam bis jadi terpisah, saya dengan bapak duduk di belakang, sedang ibu dengan adik laki-laki saya yang umurnya 1 tahun lebih muda dari saya duduk di kursi paling depan.
Baca Juga Yuk! Â "Jenis Kelamin Pekerjaan", di Antara Ketulusan yang Sering Terabaikan
Tidak berapa lama setelah bus berjalan, hujan rintik-rintik mulai turun membasahi bumi dan secara perlahan menjadi semakin lebat setelah kami semakin menjauh dari terminal.
Dalam perjalanan itu bapak banyak mengobrol dengan ibu-ibu setengah baya yang disapa bapak dengan ibu taci yang duduknya berseberangan dengan tempat duduk bapak, terpisah lorong tengah bus.
Ibu-ibu  etnis Tionghoa itu terlihat sekali suka dengan anak-anak dan kebetulan melihat saya, katanya mirip sekali dengan cucunya yang tinggal di luar daerah.Â
Ibu taci tadi memberi saya permen, kue dan makan-makanan kecil lainnya, bahkan beliau juga menawarkan diri untuk memangku saya, kalau bapak mau istirahat.
Tentu saja, saya yang saat itu baru berumur 3 atau 4 tahunan seneng banget. Benar saja, akhirnya saya dipangku ibu taci, entah saya tertidur dalam pangkuan ibu taci atau bagaimana yang jelas setelahnya, saya benar-benar tidak ingat apa-apa lagi.
Saya baru tersadar ketika saya merasa berada di dalam air pekat berwarna merah kecoklatan. Seseorang dengan muka penuh luka dan berdarah-darah membawa saya berenang menuju ke tepian yang menurut saya saat itu adalah sungai yang sangat besar.
Baca Juga Yuk! Membiasakan Diri Bermental Kaya
Di tepian sungai, saya diserahkan kepada seseorang yang penampakannya juga tidak kalah mengerikan. Selain sekujur badan dan pakaiannya penuh darah, sepertinya orang yang menerima saya ini, kakinya patah karena untuk menerima saya dia tidak bersiap-siap dengan berdiri, tapi ngesot.
Setelah menyerahkan saya kepada Om yang ngesot di tepi sungai, orang yang menyelamatkan saya kembali berenang menuju ke tengah sungai tempat badan bus tenggelam sampai tak terlihat bodinya yang seingat saya lumayan jauh juga dari tepian.
Selain sampai sekarang saya tidak pernah tahu siapa orang yang menyelamatkan saya saat itu, saya juga tidak tahu nasib orang itu selanjutnya.
Selain saat itu saya juga nggak paham apa yang sebenarnya terjadi, seingat saya waktu itu saya dan beberapa orang di pinggir sungai itu diselamatkan oleh warga sekitar yang melintas.
Seingat saya, waktu itu kita berempat atau berlima diantar ke Puskesmas terdekat untuk mendapatkan perawatan darurat dengan menggunakan mobil pick up bak terbuka yang kebetulan lewat.
Saya ingat betul, di bak belakang mobil pick up itu, tiga atau empat korban lainnya yang semuanya ada luka patah tulang dan luka robek di  tubuhnya adalah orang-orang dewasa, hanya saya yang anak-anak.Â
Sedihnya saat itu, saya tidak melihat kedua orang tua saya maupun adik saya di antara korban-korban yang saya lihat.
Sesampainya di puskesmas saya diperiksa dokter sebentar terus dibawa keluar lagi sama perawat untuk diajak duduk-duduk di beranda, karena saya hanya mengalami luka kecil di bagian punggungan telapak kaki kiri saya. Sedangkan di dalam ruangan sudah berjubel para korban selamat dan petugas medis.
Waktu duduk di beranda Puskesmas itulah saya melihat banyak sekali korban yang meninggal, selain korban yang kehilangan kaki, tangan dan banyak lagi yang lainnya. Ngeri dan sepertinya nggak layak untuk saya diskripsikan secara detail di sini.
Baca Juga Yuk! Mulakan dengan Bismillah
Dari beranda Puskesmas itu saya mendengar dengan jelas rintihan kesakitan, teriakan  histeris dan juga untaian kalimat kesedihan yang menyayat hati.
Mungkin karena suasana beranda nggak kondusif, saya di ajak bapak-bapak berseragam Pemda entah beliau siapa, ke warung tenda di samping atau belakang Puskesmas. Beliau memesankan saya Soto atau Rawon dan teh hangat, seingat saya beliau sendiri yang menyuapi saya saat itu.
Waktu di suapi itulah saya melihat korban yang sepertinya bapak saya dari pakaiannya, sedang digendong oleh warga. Benar juga, ternyata bapak yang sedang tidak sadarkan diri saat itu mengalami patah kaki kanan, tangan kanan dan dahinya robek entah terkena apa.
Sampai saat itu, saya belum mengetahui nasib ibu dan adik saya yang duduk di bagian depan.
Menurut bapak, beberapa tahun berikutnya setelah beliau sehat dan sudah merasa lepas trauma. Kecelakaan bis yang kita alami ternyata kecelakaan bus selayaknya adu kebo! Saling melaju kencang dan saling berhadap-hadapan yang kebetulan diatas sungai. Konon, kabar dari berita di koran, kedua sopir bus meninggal di tempat.
Entah bagaimana ibu dan adik yang duduk di depan bisa selamat. Sampai hari ini, itu masih misteri bagi kami. Memang, ibu dan adik sama-sama mengalami patah kaki, patah tangan dan juga luka di beberapa bagian badannya yang lumayan serius, kurang lebih seperti bapak.
Baca Juga Yuk! Tembang Ancung-Ancung dan Episode Heroik "Bapakku Arena Bermainku!"
Menurut ibu, beliau juga tidak ingat apa-apa waktu kejadian kecelakaan itu, entah Ibu tertidur entah bagaimana? Ibu tersadar ketika sudah berada di dalam perawatan medis di rumah sakit yang sama dengan tempat adik saya dirawat.
Kisah paling sedih adalah ketika bapak menceritakan, bagaimana beliau selamat dalam kecelakaan mengerikan itu. Sepertinya bapak ketiduran juga dan tersadar ketika sudah berada dalam air.
Bedanya, saya tersadar ketika sudah dibawa berenang "malaikat", maka bapak tersadar ketika masih terkurung dalam badan bus yang tenggelam.
Spontan, beliau mencari saya dalam pekatnya air yang tercampur bensin, oli dan darah, tapi beliau hanya menemukan ibu taci dan beberapa penumpang lain yang terjebak di dalam bus dan menurut beliau sepertinya sudah meninggal.
Bapak yang patah kaki dan tangan bisa selamat setelah menemukan jendela kaca yang pecah dan dipaksa cukup untuk beliau keluar dari badan bus di kedalaman sungai.
Karena kecelakaan itu, bapak, ibu dan adik semuanya dirawat di rumah sakit untuk beberapa lama. Akhirnya justeru Paklik Joko yang mengunjungi kami ke rumah sakit dan sekali ke rumah, sebelum akhirnya kembali ke Timor-Timur lagi.
Alhamdulillah, kami sekeluarga akhirnya memang selamat dari kecelakaan bus mengerikan tersebut dan diberi kesempatan hidup kedua oleh Allah SWT.
Meskipun sampai sekarang, saya masih aquaphobia. Masih sering trauma jika bertemu air yang dalam. Tapi saya sangat bersyukur untuk kesempatan hidup kedua yang diberikan Allah SWT. Nikmat Tuhanmu yang mana yang akan kau dustakan!
Semoga bermanfaat!
Salam matan kota 1000 sungai, Banjarmasin nan bungas!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H