Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kanal-kanal Belanda di Antara "1000 Sungai" Julukan Kota Banjarmasin

11 Desember 2023   19:19 Diperbarui: 11 Desember 2023   20:17 1017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sungai Veteran (Kanal Pecinan) Sebelum di Revitalisasi | @kaekaha

Julukan sebagai Kota 1000 Sungai sudah sejak lama melekat pada Kota Banjarmasin, kota perdagangan tua yang dibangun begitu strategis di dekat muara Sungai Barito, salah satu sungai yang kelak juga tercatat sebagai yang terbesar dan terpanjang di Indonesia.

Posisi geografis Kota Banjarmasin yang berada di dataran rendah, bahkan rata-rata ketinggian daratannya sekitar 16 cm dibawah permukaan air laut, menjadikan iklim kotanya panas dan permukaan daratannya didominasi oleh lahan basah, berupa sungai dan rawa. Inilah asal mula Banjarmasin dijuluki sebagai Kota 1000 Sungai.

Baca Juga :  Ritual Mudik Serasa Berpetualang di Jalur Tradisional dan Legendaris Hulu Sungai Barito

Posisi strategis Kota Banjarmasin sebagai "gerbang" Sungai Barito, otomatis menjadikannya sebagai pintu bagi mobilisasi manusia dan barang dari dan ke pedalaman Pulau Kalimantan via jalur Sungai yang sejak berabad-abad silam telah menjadi satu-satunya jalur transportasi untuk berbagai keperluan masyarakat.

Hingga pada perjalanannya, kelak Kota Banjarmasin bertumbuh menjadi bandar perdagangan besar di Pulau Kalimantan dan label ini tetap bertahan sampai detik ini. Karenanya, tidak heran jika sejak dulu Banjarmasin menjadi magnet bagi kedatangan bangsa-bangsa asing dan mereka tidak hanya tertarik untuk berdagang semata, tapi juga berusaha menancapkan praktik kolonialisme alias penjajahan.

Sungai Tatah Belayung di Pinggiran Kota Banjarmasin | @kaekaha
Sungai Tatah Belayung di Pinggiran Kota Banjarmasin | @kaekaha

Belanda menjadi salah satu Bangsa asing yang mempunyai catatan sejarah pendudukan paling panjang di Banjarmasin dan Kalimantan secara umum, karenanya sampai saat ini masih ada jejak peninggalannya yang masih dimanfaatkan oleh masyarakat.

Khusus di seputaran Kota Banjarmasin, peninggalan kanal-kanal Belanda yang membaur dengan sistem teknologi kanal tradisional Banjar yang biasa dikenal dengan istilah anjir, antasan, handil, tatah dan saka hingga menjadi bagian dari "1000 Sungai" julukan Kota Banjarmasin, merupakan peninggalan pemerintahan kolonial Belanda yang paling aktual dan bermanfaat bagi Kota Banjarmasin dan masyarakatnya.

Baca Juga :  Stigma "Rumah Setan" dalam Persinggungan Societeit de Kapel dengan Peradaban Urang Banjar di Masa Lalu

Kanal-kanal yang dibangun pada 1770-1945 sebagai bagian dari konsep Kota Taman (Garden City) tersebut, merupakan karya arsitek kenamaan Belanda, Herman Thomas Karsten yang diberi tugas oleh pemerintahan kolonial Belanda untuk merancang Kota Banjarmasin yang rawan banjir menjadi kota yang indah dan bebas banjir.

Ada 10 kanal peninggalan proyek "garden city"-nya Karsten yang kesemuanya sampai saat ini masih bisa dilihat, yaitu Kanal Teluk Dalam (Sungai Soetoyo S), Kanal Pecinan (Sungai Veteran), Kanal Raden (Antasan Raden), Kanal A. Yani, Kanal Bondan (Antasan Bondan), Kanal Benteng Tatas (Sungai Tatas), Kanal Pangambangan (Sungai Pangambangan), Kanal Kerokan (Sungai Kerokan/Sungai Jafri Zam Zam), Kanal Awang (Sungai Awang) dan kanal Bilu-Kuripan (Sungai Bilu-Kuripan).

Papan Nama Sungai Veteran (Kanal Pecinan) | @kaekaha
Papan Nama Sungai Veteran (Kanal Pecinan) | @kaekaha

Hanya saja kondisi terkini kanal-kanal peninggalan pemerintahan kolonial Belanda ini memang bervariasi dan  pastinya sudah sangat jauh berbeda dengan wujudnya di awal pembangunan.

Kanal Awang atau sekarang lebih dikenal Urang Banjar sebagai Sungai Awang menjadi satu-satunya kanal Belanda yang masih relatif seperti aslinya. Sungai sepanjang 2 km dengan lebar 63 meter yang membentang dari Kelurahan Sungai Miai dan Sungai Andai di Kecamatan Banjarmasin Utara dan bermuara ke Sungai Martapura ini masih dilewati kapal-kapal kayu lumayan besar dan juga sering menjadi tempat latihan olahraga air.

Baca Juga : Saatnya Mengembalikan Jakarta sebagai Kota Air Terindah

Kanal Bondan (Antasan Bondan), sungai sepanjang 715 meter dengan variasi lebar 5-37 meter  di kawasan Mantuil, Banjarmasin Selatan dan juga Kanal Besar (Sungai Kerokan/Sungai Jafri Zam-zam) di seberang Stadion 17 Mei sepanjang 682 meter ini menjadi kanal warisan Belanda berikutnya yang relatif masih bisa berfungsi cukup baik.

Di dua sungai ini, perahu kelotok bermesin tempel masih sangat leluasa berlalu-lalang, bahkan di Antasan Bondan sampan bermesin yang lebih besar dari perahu kelotok masih banyak beraktifitas disini.

Konsep sungai (kanal) diapit jalan yang akan diterapkan pada revitalisasi sungai  Veteran Banjarmasin | jejakrekam.com
Konsep sungai (kanal) diapit jalan yang akan diterapkan pada revitalisasi sungai  Veteran Banjarmasin | jejakrekam.com

Kanal Belanda selanjutnya yang relatif masih berfungsi baik adalah Kanal Raden (Antasan Raden). Sungai sepanjang 567 meter dan lebar sekitar 8 meteran di kawasan Teluk Tiram, Banjarmasin Barat ini kondisinya juga masih relatif baik, hanya saja rapatnya pemukiman warga yang menumpuk di bantaran sungai menjadikan pemandangan kurang sedap dan penyempitan ruas sungai.

Selanjutnya ada Kanal Pecinan atau lebih dikenal sebagai Sungai Veteran. Sungai sepanjang 1.219 meter dan memiliki variasi lebar 1-10 meter ini dalam 1 dekade terakhir terus direvitalisasi secara bertahap dan dalam jangka panjang diproyeksikan menjadi salah satu ikon wisata sungai di Banjarmasin. Mudahan proyeknya segera selesai.

Baca Juga :  Sisi Unik Pasar Terapung Banjarmasin yang Masih Jarang Diketahui Publik

Untuk kanal-kanal yang tersisa, seperti Kanal Teluk Dalam di Jalan Soetoyo S yang bermuara langsung ke Sungai Barito, Kanal Tatas yang mengelilingi setengah komplek Masjid Raya Sabilal Muhtadin dan bermuara di Sungai Martapura, Kanal A. Yani dan Kanal Bilu-Kuripan yang juga saling berhubungan, semuanya dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.

Arah pembangunan regional yang dulu lebih berorientasi "daratan" tanpa berusaha memahami kearifan alam dan budaya khas Banua Banjar, pada waktunya terbukti menjauhkan masyarakat pada sungai dan budaya sungainya. Terbukti, masyarakat Banjar sekarang banyak yang lebih memilih "memunggungi" sungai dan menjadikannya selayaknya "halaman belakang" saja.

Selanjutnya bisa diduga. Nasib sungai yang serasa "hidup segan mati tak mau", terlihat semakin menyedihkan, karena lebih sering terabaikan bahkan terlupakan, sampai-sampai ada juga yang memperlakukan selayaknya tempat pembuangan sampah. Duh...

Sungai Veteran (Kanal Pecinan) Sebelum di Revitalisasi | @kaekaha
Sungai Veteran (Kanal Pecinan) Sebelum di Revitalisasi | @kaekaha

Kanal A. Yani atau Sungai A Yani yang berada disisi kanan jalan Ahmad Yani (jalan paling terkenal di Kalimantan Selatan), jika anda menuju Kota Banjarmasin dari arah Kota Banjarbaru yang membentang dari km.6 atau batas kota ke arah dalam kota ini, variasi lebarnya berbeda-beda, salah satunya karena terkalahkan oleh pelebaran jalan. 

Bersyukurnya, "banjir kecil" yang sempat merendam sebagian Kota di awal tahun 2021 silam telah menyadarkan banyak fihak, sehingga semuanya juga tergerak untuk   sama-sama terlibat dalam proses  normalisasi Sungai Ahmad Yani yang sekarang baru separuh jalan.

Baca Juga :  Unik, Ternyata di Banjarmasin Tidak Ada Arah Mata Angin!

Kalau sempat lewat jalan Ahmad Yani, coba berhenti sebentar di  depan komplek perkantoran TVRI Kalimantan Selatan yang terlihat cukup cantik dengan tanaman teratai berwarna-warni, tapi mungkin penampakan seperti itu semakin sulit di dapat ketika bergerak ke arah kota yang  penampang sungainya semakin mengecil dan sempit, seperti di sekitar fly over km 4.

Memang, kanal A. Yani dan beberapa kanal lainnya di Kota Banjarmasin, termasuk kanal peninggalan Belanda banyak yang sudah tidak bisa lagi di fungsikan secara utuh selayaknya sungai-sungai di Banjarmasin bahari (jaman dulu;bahasa Banjar), seperti sebagai jalur transportasi, karena banyak hal, seperti banyaknya jembatan dari bangunan rumah toko dan gang-gang di sepanjang jalan seiring pembangunan kawasan, tapi setidaknya kalau sungai tetap dijaga dengan baik, jelas akan memberikan manfaat maksimal juga untuk lingkungan. 

Setidaknya, "banjir kecil" awal tahun 2021 di kawasan premium Kalimantan Selatan ini, tidak akan terulang lagi. Insha Allah.

Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!


Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun