Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Delman Betawi dalam Pusaran Jaman

29 Juli 2023   23:10 Diperbarui: 29 Juli 2023   23:31 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN1

Salah satu (jejak) budaya Betawi yang sampai sekarang masih eksis, lumayan masih sering terlihat wira-wiri di jalanan ibu kota adalah sejenis kereta kuda tradisional khas Betawi yang lebih dikenal masyarakat sebagai delman.

Memang sih, wira-wirinya delman di jalanan Jakarta sekarang ini, seperti di seputaran Monas atau Kota Tua tidak lagi sebagai alat transportasi umum seperti di era keemasannya di tahun-tahun 50-an, tapi sebatas melayani para wisatawan yang ingin menikmati eksotisme dua destinasi kebanggaan Jakarta tersebut dengan cara berbeda, mengelilinginya sekaligus bernostalgia dengan naik delman. Asyik yak?

Khusus di seputaran Kota Tua Jakarta, setidaknya ada 2 model delman yang bisa kita temukan, yaitu delman dengan roda besar berbahan utama kayu mirip dengan rodanya dokar dan yang kedua, delman dengan roda mobil mirip dengan cidomo kereta kuda khas dari Pulau Lombok dan sekitarnya.

Sayangnya, keberadaan sarana transportasi tradisional legendaris yang namanya diambil dari perancangnya, Ir Charles Theodore Deeleman ini, nasibnya tetap saja tidak lebih baik dari semua produk jaman berlabel "tradisional" yang sebagian besar memang dalam situasi "hidup segan mati tak mau". Begitu juga dengan delman khas Betawi ini.

Mirisnya lagi, keberadaan delman dan kereta-kereta tradisional sejenis lainnya yang masih mengandalkan tenaga kuda sebagai penariknya, seperti andong, bendi, sado, dokar dan lain-lainnya di berbagai kota di Indonesia, banyak diantaranya yang justeru melahirkan polemik di masyarakat dan juga pemerintah.

Baca Juga :  Saatnya Mengembalikan Jakarta sebagai Kota Air Terindah

Ini yang unik! Selain masalah kebersihan yang sering menjadi alasan penolakan delman, akses jalan di perkotaan juga banyak yang tidak bisa mengakomodir keberadaan mereka.

Jadi jujur saja, ketika secara tidak sengaja bertemu dengan delman khas Betawi tengah sendirian dengan berbagai pernak-pernik kelengkapannya yang khas berada diantara barisan bajaj, saat menyusuri kawasan wisata Kota Tua, Jakarta pada 2018 silam dalam rangkaian even Writingthon Asian Games, benar-benar berasa surprise!

Bagaimana tidak, ketika di Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas kota tempat tinggal saya saat ini begitu sulit menemukan kereta kuda, karena memang tidak ada tradisi itu. Begitu juga dengan nasib Dokar, kereta kuda khas kampung halaman saya di kaki Gunung Lawu yang juga semakin sulit ditemukan, di Ibu Kota Jakarta justeru ketemu sama delman. Woooow!

Mudahan ini bukan delman-delman terakhir yang mengaspal di Jakarta.

Semoga bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

Komunitas Kompasianer Jakarta | KOPAJA71.Dok
Komunitas Kompasianer Jakarta | KOPAJA71.Dok

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN1
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun