Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kronik 2 Lebaran, Lorong Waktu Mengabadikan Kuliner Tradisional Nusantara

10 Mei 2023   20:19 Diperbarui: 10 Mei 2023   20:22 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Biasanya, sayur ini dihidangkan dengan tepo pas bodo kupat atau ba'da kupat yang di kampung kami perhitungannya jatuh setelah sepasar (5 hari pasar dalam kalender Jawa) dari penetapan 1 syawal. Kuliner yang kemudian lebih dikenal sebagai tepo jangan ini, memang lumayan pedas, tapi ya itu tadi pedesnya lombok memang selalu ngangeni! Ada yang pernah  mencobanya?

Separuh Bentang Jawa Timur

Setelah shalat Ied dan bersilaturahmi dengan keluarga dan tetangga sekitar, biasanya kami mudik ke tempat mbah dari pihak Bapak yang tinggal di Mojokerto atau Malang yang biasanya tiap tahun secara bergantian kita kunjungi. Trip inilah yang biasa kami sebut  sebagai "trip Separuh Bentang Jawa Timur", karena menurut bapak yang sudah biasa motoran di dua rute ini sejak masih remaja, perjalanan ini memang menempuh jarak separuhnya total panjang wilayah Jawa Timur! Kata bapak sih, kalau nggak percaya silakan ukur sendiri...he...he...he...

Bagi saya, Trip "separuh bentang Jawa timur" edisi 1992 yang kebetulan jadwalnya ke Mojokerto ini menjadi sangat spesial, karena menjadi momen pertama saya bisa lepas dari rombongan besar keluarga dan bisa "motoran" sendiri di sepanjang perjalanan dengan ditemani adik. Sehingga bisa melipir ke berbagai destinasi kuliner kesukaan saya, kapan saja di sepanjang perjalanan. Asyik kan!? Hitung-hitung sebagai tasyakuran sweet seventeen eh... SIM dan KTP maksudnya.

Pada lebaran 1992, keluarga Mbah di Mojokerto berlebaran tanggal 4 April, sehari setelah kami lebaran, makanya ketika Vespa PS 150 tahun 1980-an milik bapak yang saya kendarai, memasuki  halaman rumah Mbah di Mojokerto, suasana nampak adem ayem belum terasa atmosfir lebaran.

Setelah Maghrib, barulah atmosfir lebaran mulai berasa. Ini yang unik! Sekali lagi, kami merasakan dan menikmati syahdunya kumandang takbir, sampai keesokan paginya. 

Tapi untuk shalat Ied besok paginya, kami tidak ikut, karena tadi pagi kami sudah melaksanakannya di kampung. Besok pagi kami tinggal kulineran menu khas Jawa Timuran seperti rawon, rujak cingur dan tentunya minuman tradisional kesukaan saya, es blewah dan sinom yang disiapkan Mbah sama bulik, adik-adiknya bapak.

Tidak hanya itu, tentu banyak juga camilan yang lain dan salah satunya yang selalu bikin kangen Mojokerto, apalagi kalau bukan onde-onde dan adik kecilnya si-keciput atau onde-onde ceplus! Ada  pernah mencoba!?

Shalat Ied | @kaekaha
Shalat Ied | @kaekaha

"Perantau Kuadrat"

Seperti mengulang edisi lebaran 1992 atau 1412 H, lebaran tahun 2023 ini juga tidak kalah spesialnya bagi saya dan keluarga! Selain "lebaran ganda" yang kembali terulang, predikat sebagai "perantau kuadrat" menjadikan lebaran saya di Pulau Kalimantan, "rumah" saya sekarang, semakin seru!

Sejak awal merantau ke Pulau Kalimantan lebih dari dua dekade silam, saya dan keluarga memang stay di Kota Banjarmasin, tapi karena pekerjaan, saya jadi sering jalan-jalan ke berbagai kota di Indonesia, terutama yang menjadi lokasi cabang usaha perusahaan consumer goods tempat saya bekerja. Sejak itulah, saya mempunyai predikat sebagai "perantau kuadrat" alias perantau yang kembali merantau di perantauan! He...he...he...mudahan nggak bingung ya!

Beberapa tahun belakangan saya membuka usaha sendiri yang juga mengharuskan saya sering menetap di luar kota, terutama di 3 kota kawasan hulu sungai, Kalimantan Selatan, yaitu Kandangan (Hulu Sungai Selatan), Barabai (Hulu Sungai Tengah) dan Amuntai (Hulu Sungai Utara). Inilah yang dikenal sebagai daerahnya pemangku adat istiadat Banjar Pahuluan. Karena itu juga, akhirnya saya juga harus sering wira-wiri Banjarmasin-Hulu Sungai untuk keperluan tersebut dan itu artinya, sampai saat ini saya masih menjadi "perantau kuadrat".

Kronik 2 Lebaran di Banua Banjar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun