"Menabung Gula"
Masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan mempunyai tradisi unik untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadan. Biasanya, untuk memaksimalkan kualitas dan kuantitas ibadah di bulan Ramadan, para pedagang khususnya pedagang makanan atau kuliner akan tutup selama sebulan penuh.
"Sudah cukup, sebelas bulan kita mengejar dunia, bulan Ramadan saatnya kita memaksimalkan semua ibadah kita dihadapan Allah SWT", begitulah prinsip yang dipegang sebagian besar Urang Banjar hingga saat ini.
Untuk menutupi biaya kebutuhan sehari-hari selama Ramadan, selama sebelas bulan sebelumnya biasanya mereka sudah prepare dengan menyisihkan sebagian keuntungan dari berjualan dengan cara "menabung Gula", yaitu strategi menabung dari sebagian saja nominal keuntungan dari berjualan yang memang dimaksudkan secara khusus untuk persiapan akomodasi selama bulan ramadan sampai lebaran dihadap. (Bhs.Banjar ; yang akan datang).
Jadi, istilah menabung gula ini bukan menabung menggunakan media gula ya! Walaupun awalnya atau asal-usulnya mungkin bisa jadi memang menabung gula dalam arti yang sebenarnya untuk keperluan selama bulan Ramadan dan lebaran. Tapi menabung Gula dalam perkembangannya lebih merujuk pada tabungan sekunder yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan selama Ramadan dan Lebaran.
Jenis menabung semacam ini, biasanya juga diterapkan Urang Banjar untuk keperluan berkurban di hari raya haji yang biasa disebut sebagai tabungan hewan kurban. Sepertinya ini juga yang menjadi rahasia, kenapa banyak sekali "orang-orang biasa" di Banjar bisa berkurban setiap tahunnya tanpa harus mengganggu kestabilan ekonomi keluarga, tapi justeru membawa kebahagiaan dan keberkahan bagi mereka.
Baca Juga : Sedapnya "Lempeng Mie Karih Daging" Khas Urang Banjar, Mau?
Biasanya, aktifitas "menabung gula" dan juga menabung hewan kurban ini digerakkan oleh komunitas atau halaqah-halaqah pengajian ibu-ibu di mushalla atau masjid, pengajian tingkat RT di kampung dan bisa juga bapak-bapak dalam gabungan rukun kematian alias rukem.
Tabungan hasil dari simpanan selama sebelas bulan sebelumnya ini biasanya akan dibagi beberapa hari sebelum memasuki bulan Ramadhan dan lebaran dalam bentuk sesuai kesepakatan. Ada yang mau menerima dalam bentuk sembako dan ada juga yang meminta dalam bentuk uang cash.
Rumus Bagi Tiga
Secara teori, konsep "menabung gula" dan juga menabung hewan korban ala Urang Banjar yang diuraikan diatas, merupakan penjabaran dari konsep keberkahan harta seperti yang diajarkan Rasulullah SAW.
Rumus mengelola harta (keuangan) yang dimaksud adalah dengan membaginya menjadi tiga bagian, sepertiga untuk sedekah, sepertiga untuk rumah tangga, dan sepertiga lagi untuk modal.
Rumusan dasar pengelolaan harta (keuangan) yang dikenal sebagai "Rumus Bagi Tiga" tersebut, didasarkan pada (HR. Ahmad [2/296 no. 7928] dan Muslim [8/222, 223]) sedangkan versi kedua dari hadits ini, dengan sanad hadits yang sama, dari Wahb bin Kaisan sampai kepada Abu Hurairah ra, ada sedikit perbedaan pada redaksionalnya, walaupun esensinya tetap sama.
Di hadits versi kedua, redaksi sepertiga harta untuk sedekah, diperinci/diperjelas lagi menjadi "sepertiganya untuk orang miskin, peminta-minta, dan para perantau (ibnusabil).”
Baca Juga : "Wadai-wadai" Legit Pembuka Puasa Urang Banjar
"Rumus bagi tiga" yang bersumber dari sabda Rasulullah SAW ini secara faktual mengedepankan konsep keseimbangan yang bisa menjadi rujukan siapa saja dalam mengelola keuangan (harta) dengan basis keberkahan dari Allah SWT di dunia dan akhirat. Luar biasanya, tidak sekedar Sami'na wa Atha'na semata, kita juga bisa lho mengkaji dan membedahnya lebih jauh!
Semoga Bermanfaat!
Salam matan Kota 1000 Sunga,
Banjarmasin nan Bungas!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H