Baca Juga Yuk! Mengenal Belungka Batu, "Buah Ramadhan" Masyarakat Banjar
Menurut gosip dari "kabar burung" di jalanan, hilangnya hasil panen Rambutan Garuda di pasaran lokal, karena tingginya disparitas harga di pasar lokal dengan harga  di luar.Â
Situasi ini juga dipicu oleh permintaan "ekspor" ke luar daerah yang angkanya konon jauh diatas produksi reguler komoditas buah yang bibitnya sudah mulai di kembangkan di Pulau Jawa dan Thailand ini.
Memang sih, salah satu kelemahan produksi buah rambutan raksasa, termasuk si-Garuda ini menurut Dr. Lutfhi Bansir, doktor buah dari Universitas Brawijaya, Malang adalah stabilitasnya, salah satu indikasinya  adalah banyaknya buah kempot atau tidak berisi daging.Â
Selain itu, luasan kebun yang terus terdegradasi (apalagi lahan di Kota Banjarmasin yang sangat terbatas dan didominasi perairan darat) dan juga minimnya peremajaan pohon juga menyebabkan semakin sedikitnya populasi tegakan pohon rambutan Garuda yang bisa berproduksi maksimal.
Waah kalau begini ceritanya, harus segera ada langkah nyata dari berbagai pihak untuk sesegera mungkin memulai melestarikan Rambutan "raksasa" Garuda. Khususnya, pemerintah yang punya kuasa untuk membuat regulasi, termasuk melindunginya dengan sertifikasi indikasi geografis.
Baca Juga Yuk! Banjir Tiwadak Saatnya Pesta "Daging" Mandai
Jujur, saya malah khawatir suatu saat nanti, anak cucu saya dan Urang Banjar pada umumnya malah mendapatkan rambutan "jumbo" garuda dari marketplace hasil import dari negeri gajah putih Thailand yang sudah pasti dengan harga yang berlipat-lipat jauh lebih mahal.
Semoga Bermanfaat!
Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI