Bagi masyarakat nusantara, kuliner berkuah kaldu dengan isian utama bola-bola daging, mie, bihun atau soun dan biasanya dikasih topping bawang goreng dan rajangan daun sop (seledri) atau daun bawang  (kucay) yang biasa disebut sebagai bakso, baso, bakwan atau sebutan lainnya yang bisa jadi di tiap daerah bisa berbeda-beda, tentu sudah sangat familiar.
Bagaimana tidak, kuliner  yang  paling nikmat disantap saat  panas ini, sekarang layaknya "koloni jamur di musim penghujan", ada dimana-mana dan "penampakannya"  beraneka rupa pula, pun cita rasanya!
Sepertinya hanya warung bakso yang persebarannya bisa benar-benar merata ke seluruh Nusantara dengan beragam variannya, head to head dengan kedai masakan Padang dan juga warung seafood-lalapan khas Lamongan, dua kuliner khas nusantara yang lebih dulu dikenal begitu aktif melebarkan sayap ke seluruh pelosok nusantara.
Dari level warung atau kedai bakso yang sifatnya manggon atau menetap alias tidak mobile saja, di kota seperti Banjarmasin nan Bungas yang dulu dikenal sebagai ibu kota propinsi dengan wilayah terkecil di level Pulau Kalimantan dan mungkin juga di Indonesia ini, hampir di tiap gang mulai dari kampung sampai komplek perumahan, ada saja warung bakso dengan beragam cirikhas serta variannya sebagai pembeda sekaligus daya tarik masing-masing.
Baca Juga : Â Berburu "Bebek Kaki Lima", Menikmati Romantisme Kuliner Jalanan Legendaris Nusantara
Uniknya, kalau diperhatikan lebih serius, ternyata eksistensi warung bakso itu identik dengan klub-klub sepakbola lho! Jika anda penggemar berat liga Inggris, tentu tidak asing dengan eksistensi 7 klub Liga Inggris yang sama-sama berasal dari Kota London, sebut saja Arsenal, Chelsea, Cristal Palace, Fulham dan lain-lainnya.Â
Seperti mereka, warung bakso tenyata juga mempunyai basis penggemar masing-masing dan untuk menjaga loyalitas fans berat masing-masing, ternyata mereka juga harus merawat komunikasi dan wajib "berprestasi", setidaknya dengan konsisten menjaga kualitas sajiannya.
Sebenarnya, ada keasyikan tersendiri lho, ketika memperhatikan detail keragaman bentuk maupun model rombong bakso nusantara, berikut kompartemen-nya masing-masing yang sudah pasti sangat tergantung dengan kebutuhan dan tentunya kecerdasan plus kreatifitas masing-masing pemiliknya.
Ada yang hanya menggunakan rombong saja tanpa roda yang beberapa diantaranya juga menambahkan tenda portable, ada juga outlet yang lebih serius dan modern dengan memanfaatkan rombong outlet berbahan seng layaknya rombong kaki lima lainnya dan tentu saja warung atau kedai yang memang sudah memanfaatkan bangunan semi permanen maupun yang permanen di lokasi-lokasi strategis.Â
Bahkan sekarang, tidak sedikit  outlet bakso yang sengaja mendesain kedai baksonya "lebih serius" layaknya rumah makan atau bahkan restaurant-restaurant kekinian yang tentunya tidak hanya sekedar  menawarkan "acara makan bakso" semata, tapi biasanya juga menambahkan beragam inovasi kekinian, hingga memberikan pengalaman "ngebakso" yang berbeda, salah satunya yang  mungkin sedang rame dan ngetren adalah ngebakso dengan konsep prasmanan dan all you can eat yang dulu sepertinya tidak pernah terpikirkan.
Memang sih, "restaurant" bakso yang model begini memang tidak banyak dan biasanya memilih segmen pasar kelas premium atau setidaknya, segmen-segmen tertentu yang memang loyal dengan bakso hingga bisa dilabeli sebagai bakso mania. Tidak heran jika, semua konsep berjualan baksonya juga relatif berbeda dengan kedai-kedai bakso pada umumnya.Â
Tidak hanya sekedar urusan seputar masakan bakso berikut keragaman isiannya saja yang menjadi perhatian, tapi juga kenyamanan ekstra bagi pelanggannya, seperti konsep penyajian, lay out interior-eksterior, sampai hiburan dan juga pilihan lokasinya tidak bisa asal-asalan, bahkan  banyak diantaranya yang didahului dengan proses riset.
Tapi uniknya, apapun model, gaya atau bahkan level kedai-restoran bakso yang ada di sekitar kita, ternyata tidak otomatis berbanding lurus alias tidak  berhubungan secara langsung dengan kualitas citarasa baksonya.Â
Jadi "penampakan" fisik kedai-restoran bakso bukanlah parameter terbaik untuk "menilai" citra kualitas olahan bakso yang dijajakannya. Betul!?
Baca Juga :Â Terbujuk Nostalgia, Bakwan Malang "Pikulan" Ini Sedapnya Unik
Bukan rahasia lagi, banyak sekali kita temukan di sekitar kita, destinasi kuliner "bakso-bakso rakyat" yang dijajakan di tempat-tempat yang sangat sederhana, bahkan dengan cara seadanya pula, tapi karena citarasa olahannya memang maknyus, maka pembeli dari manapun dan latar belakang apapun tidak akan segan-segan untuk datang memburu kenikmatannya.Â
Itu baru bakso-bakso versi manggon, belum termasuk tukang bakso yang jualan ider alias jualan dengan cara menjaja secara keliling khas masyarakat nusantara yang pastinya jauh lebih epik, heroik dan tentunya juga tak kalah unik!Â
Kita semua tahu, bagaimana karakter dan etiket kuat para "pedagang-pedagang" nusantara yang identik dengan keuletan dan juga kerja kerasnya. Begitu juga dengan orang-orang kreatif di belakang gerobak-gerobak bakso yang tersebar di seluruh pelosok negeri ini, tidak hanya cerdas dan kreatif saja, mereka semua pekerja keras!Â
Tidak heran jika di Tangan-tangan kreatif mereka, kuliner yang mempunyai akar sejarah sangat panjang dari negeri China dan diperkirakan telah ada sejak abad ke-17 ini, seperti termuliakan!Â
Seperti berjodoh, simbiosis mutualisme diantara keduanya menjadikan transformasi bakso di tangan masyarakat Nusantara menjadi jauh lebih massive hingga naik kelas dan populer seperti sekarang, sehingga pada gilirannya menjadi sebuah komoditi perekonomian yang sangat menjanjikan bagi para pelaku usahannya.
Baca Juga : Â Tergoda Sajian "Cuanki Jalanan" Asli dari Kota Garut
Tidak heran jika di Kota Banjarmasin dan sepertinya juga kota-kota lain di nusantara, sudah banyak para pedagang bakso yang sebagian besar merupakan perantau dari Pulau Jawa sejak era 70-an, sekarang telah menikmati hasil jerih payahnya yang benar-benar dimulai dari nol, menjadi saudagar-saudagar mapan dari usaha kuliner bakso.Â
Menurut para saudagar bakso yang juga generasi pertama perantau dari Jawa yang juga tergabung dalam beberapa organisasi persaudaraan perantau dari Jawa di Kalimantan ini, bakso manggon yang sudah mapan dengan nama besar yang sudah dikenal di Banjarmasin, semuanya diawali dengan jualan keliling atau ider dengan menggunakan gerobak. Woooow!
Tradisi menjajakan makanan dengan cara berkeliling atau ider dalam budaya masyarakat nusantara, khususnya di Pulau Jawa, sebenarnya mempunyai perjalanan sejarah yang juga tidak kalah panjang. Salah satunya yang paling  ikonik tentu seni menjajakan kuliner paling "tradisional", yaitu dengan cara dipikul.
Baca Juga : Â Ayam Masak Bom, Lezatnya Olahan Ayam "Berpenyedap" Arang Membara
Dulu di Pulau Jawa, cara menjual makanan dengan cara dipikul keliling kampung pada malam hari yang tentunya sangat menguras tenaga ini, biasa dilakukan oleh para pedagang Soto Ayam dan Sate-gule  kambing yang teriakan ataupun bunyi-bunyian tanda kehadirannya selalu memberi "hiburan" tersendiri, karena kekhasannya yang unik dan ikonik.  Sayangnya, cara ini sepertinya mulai punah  pada dekade akhir 80-an.
Bersyukurnya, seperti ingin membangkitkan memori, di awal 90-an mulai muncul para pedagang bakso, khususnya Bakwan Malang alias bakso khas dari Malang yang menggunakan pikulan, tapi tentunya setelah dilakukan modifikasi, sehingga rombong baksonya lebih compact, tidak sebesar dan seberat rombong soto atau Sate-gule legendaris di era sebelumnya.
Baca Juga : Â Sedapnya Soto Banjar Ayam Bapukah/Bapulas Khas Haji Anang
Pada episode berikutnya, di Jawa Barat atau tepatnya di Garut, lahir kuliner baru yang populer dengan nama Cuanki, varian baru dari keluarga bakso-baksoan yang tentunya juga mempunyai cirikhas dan keunikannya sendiri yang menjadikannya juga istimewa.
Uniknya, nama Cuanki merupakan akronim dari "cari uang jalan kaki", sebuah istilah yang  merujuk pada cara penjual varian bakso yang isiannya sangat beragam ini saat menjual dagangannya, yaitu dengan menjajakannya dengan cara dipikul dan berjalan kaki keliling kampung sampai saat ini.
Sayangnya, mungkin karena model jualan pakai pikulan ini sepertinya kurang efesien, meskipun sebagian ada yang menyebutnya unik dan estetis, menjadikan model jualan bakso pikulan tidak begitu populer, sehingga secara perlahan mulai menghilang tergantikan oleh model-model lain yang jauh lebih simple, praktis, efektif dan efisien.
Diawali dengan transformasi model gerobak ke arah yang lebih "pintar" dengan menambahkan sepasang roda sehingga bisa lebih mudah untuk berpindah tempat dengan cara di dorong, selanjutnya dari waktu ke waktu "rombong bakso bergerak" juga terus berubah mengikuti tuntutan jaman yang memang terus bergerak cepat.
Luar biasanya, pada fase ini gerobak bakso tidak hanya menjadi lebih fleksibel, bisa dipindah kemana saja dengan coverage area yang tentunya jauh lebih luas, tapi juga mempunyai ruang yang lebih besar, meskipun tetap jauh lebih hemat tenaga.Â
Situasi ini menjadikan kreatifitas para pedagang bakso semakin tertantang untuk terus berinovasi, salah satunya dengan melakukan diversifikasi dagangan dengan menambahkan menu baru, seperti mie ayam dan bahkan juga minuman, seperti es teh, es kelapa, es campur dan lain-lainnya denganÂ
Sepertinya, mulai dari titik ini juga para pedagang bakso dari Pulau Jawa akhirnya semakin masive melebarkan sayap ke seluruh pelosok nusantara, termasuk ke Kota Banjarmasin hingga menjadi saudagar-saudagar bakso
Setelah era gerobak dorong mulai dianggap tidak lagi efektif, sehingga mulai jarang terlihat dijalanan, kecerdasan dan kreativitas para pedagang bakso kembali dituntut untuk menciptakan alat berjualan baru yang lebih praktis, efektif dan efisien, memang prosesnya juga tidak cepat dan mudah, hingga akhirnya beberapa dekade berikutnya mulai bermunculan rombong bakso yang berjualan dengan menggunakan sepeda motor bahkan juga mobil.
Uniknya rombong bakso sepeda motor inipun bentuk dan model modifikasinya juga sangat beragam, dari yang relatif sederhana sampai yang cukup canggih.
Ada yang model becak, dimana gerobak bakso di tempatkan di bagian depan, layaknya penumpang becak pada umumnya. Ada juga yang gerobak baksonya ditempatkan di bagian belakang dengan kelengkapan kompartemen yang semakin banyak untuk berbagai keperluan yang tentunya bergantung pada kebutuhan penjual bakso ya. Keren kan kreatifitas masyarakat nusantara!?
(Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H