Temaram senja mulai menghias langit Kota Manado, Sulawesi Utara, ketika perjalanan udara saya mulai dari Bandara Syamsoeddin Noor-Banjarmasin, Bandara Juanda-Surabaya dan Bandara Sultan Hasanudin-Makassar akhirnya sampai di tujuan terakhir, Bandar Udara Sam Ratulangi.
Perjalanan ke Sulawesi Utara awal bulan Maret yang lalu itu dalam rangka menghadiri acara International Conference : Likupang-North Sulawesi, Discover The Hidden Paradise, hajatan MICE atau meeting, incentive, conference, exhibition yang diselenggarakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai bagian dari promosi dan publikasi Likupang sebagai Destinasi Super Prioritas (DSP) pariwisata, bersama-sama dengan Borobudur, Danau Toba, Mandalika dan Labuan Bajo.
Tentu saya tidak sendiri hadir di acara prestisius yang juga menghadirkan beberapa pakar dan ahli di bidang lingkungan dan pariwisata  mancanegara ini. Selain saya, ada sembilan kompasianer dari berbagai kota yang juga terbang ke Likupang via Manado.
Ada yang dari Padang, Palembang, Jakarta, Tangerang, Bandung, Lombok dan Kota Batu. Karena berasal dari berbagai kota yang berlainan, sudah pasti untuk proses koordinasinya kita lebih banyak memanfaatkan aplikasi komunikasi perpesanan daring berbasis internet.
Incentive Trip ke Tuur Ma'asering
Setelah lengkap, dengan dikoordinir  leader dari EO, kita langsung menuju bus mini dari biro transportasi lokal yang akan mengantar ke Tu'ur Maasering, sebuah destinasi wisata berkonsep cafe kebun yang memadukan kebun aren dengan cafe di  ketinggian Kota Tomohon.
Selama perjalanan Manado-Tomohon, sambil menikmatinasi kuning Manado dari salah satu rumah makan terkenal di Manado, kami juga ngobrol ngalor-ngidul dengan sopir yang sudah puluhan tahun memandu wisatawan di berbagai destinasi wisata di Sulawesi Utara.
Karena incentive trip ini bersifat insidental dan waktunya terbatas, maka acaranya sengaja dipadatkan. Begitu sampai, kami langsung menikmati kuliner tradisional Manado yang sebagian besar bercitarasa pedas dan kuat formula rempah-rempahnya, cukup untuk menetralisir sengatan dinginnya malam di Tomohon.
Disela-sela menikmati legitnya kue cucur khas Manado yang tebal, manisnya saguer alias legen khas Manado dan tentunya pisang Goroho yang ikonik, kami berdialog dengan pemilik Tu'ur Maasering untuk keperluan penulisan artikel di media online yang wajib di posting sesegera mungkin
Penutupnya, kami diajak melihat langsung instalasi penyulingan saguer secara tradisional hingga menjadi berbagai produk, salah satunya minuman tradisional Cap Tikus, termasuk demo "bakar-nyala" untuk membuktikan adanya unsur alkohol dalam cairan hasil penyulingan yang masih fresh! Setelah selesai, rombongan langsung menuju Kota Manado untuk beristirahat.
Hadir di International ConferenceÂ
Sesuai agenda, aktifitas di hari ke-2 adalah menghadiri acara International Conference : Likupang-North Sulawesi, Discover The Hidden Paradise. Lokasi acara masih satu destinasi dengan tempat kami menginap, yaitu di Novotel Manado Golf Resort & Covention Center.
Secara prinsip, agenda Conference ini sebenarnya inti dari rangkaian "wisata" MICE yang kita lakukan selama beberapa hari di Manado-Likupang, tapi tetap saja menjadi bagian tak terpisahkan dari semua aktiftas MICE lainya, yaitu meeting, incentive dan exhibition.
Karena penyelenggaraanya masih di masa pandemi covid-19, hampir semua aktifitas Conference yang menghadirkan tokoh dan praktisi pariwisata nasional dan internasional ini di lakukan secara hybrid, sebagian  online dan sebagian lagi offline, termasuk registrasi peserta dan acara konferensinya.Â
Beruntungnya, selama menginap di hotel berbintang 4 ini, kami mendapatkan fasilitas wifi super kencang, jadi semua aktifitas online kami selama acara, termasuk saat streaming dengan menparekraf Sandiaga Uno dan beberapa pemateri lain yang hadir secara online, semuanya lancar tanpa kendala sama sekali. Â
Ternyata oh ternyata, (International) Conference ini didukung penuh oleh Telkom Indonesia, melalui jaringan terbaik internetnya Indonesia, IndiHome.
Disela-sela ishoma, kita juga berkesempatan untuk mengenal lebih dekat berbagai produk  UMKM Sulawesi Utara di Eksebisi atau pameran produk UMKM yang lokasinya di teras Convention Hall. Semuanya menarik! Ada kuliner, kain tradisional sampai berbagai pernak-pernik kerajinan tangan yang unik dan lucu yang bisa kita jadikan buah tangan.
Sungguh beruntung, saya berkesempatan menjadi bagian dari (International)Â Conference yang sangat bermanfaat tersebut. Membangun pariwisata memang bukan investasi jangka pendek yang sehari-dua hari bisa terlihat hasilnya, tapi layaknya investasi hijau lainnya yang berorientasi jangka panjang, dilakukan secara bertahap dan terukur.Â
Di Senja menjelang Malam harinya, kita diajak menikmati landscape kota Manado dari ketinggian Padies Kimuwu, sebuah kafe dan restoran yang ternyata juga menyimpan banyak jejak sejarah dan beragam peninggalan budaya Minahasa di masa lalu. Terletak di puncak bukit Kimuwu, Desa Warembungan, Kecamatan Pineleng, Kab. Minahasa, menjadikan destinasi ini begitu mempesona.
Saking cantiknya, saya tidak ingin menikmatinya sendirian! Saya juga mengajak anak dan istri di Banjarmasin untuk menikmati alam yang begitu cantik ini melalui video streaming yang sudah pasti lancar jaya, karena wifi di Padies Kimuwu yang kita akses dan juga di wifi di rumah kami, sama-sama bersumber dari IndiHome, Internetnya Indonesia.
Disini, selain acara makan malam dengan menu-menu kuliner tradisional khas Manado, kita juga berkesempatan mendapatkan paparan budaya Minahasa sekaligus berdiskusi (meeting) dengan dua orang yang berkompeten, yaitu Kadispar Sulawesi Utara, Henry Richard Kaitjily dan Reinhard Wewengkang (budayawan sekaligus owner Padies Kimuwu). Â
Hari ke-3, jadwalnya kami menikmati incentive trip ke Likupang, destinasi super prioritas (DSP) pariwisata di Kabupaten Minahasa Utara, yang secara geografis terletak di bagian tanduk pulau Sulawesi dan berjarak tempuh sekitar 1 jam perjalanan dari Kota Manado.
Tujuan pertama kami adalah Pulau Lihaga, pulau mungil berpasir putih yang super cantik di lepas pantai Kecamatan Likupang Barat yang bisa ditempuh dengan perjalanan laut hanya sekitar 15 menit saja dari Dermaga Desa Serei, dermaga tradisional terdekat. Beruntung, cuaca pagi ini sedang bersahabat hingga bisa menyeberang dengan aman menggunakan kapal milik penduduk setempat.
Di Lihaga ini, kami sebenarnya dijadwalkan untuk melakukan water activity, seperti snorkling dan kayaking tapi karena tiba-tiba cuaca berubah dan mejadi tidak kondusif, kami hanya sempat ber-snorkling saja, itupun juga tidak terlalu lama.Â
Selebihnya kami mengeksplor keindahan pulau berpasir putih itu dengan mengelilinginya dan mengabadikan spot-spot cantik sebagai dokumentasi untuk artikel.
Sekali lagi, karena tidak mau menikmati keindahan alam Lihaga sendirian, saya kembali mengajak anak dan istri di Banjarmasin untuk menikmati suguhan alam kepulauan khas nusantara ini melalui video streaming dan uniknya, ternyata bukan hanya saya yang mengakses internet, tapi hampir semua! Ada yang posting foto/video di medsos, bahkan ada juga teman yang masih diminta bos-nya untuk meeting kerjaan. Â
Setelah puas menikmati alam Lihaga, kita kembali ke Desa Serei dan langsung melanjutkan perjalanan menuju Desa Bahoi. Desa yang terkenal dengan hutan Mangrove yang menyimpan sekitar 12 spesies bakau yang sudah teridentifikasi dan perairannya menjadi jalur migrasi kawanan duyung.
Selain itu, masyarakat di sini juga masih mempertahankan kekhasan tradisi dan budayanya. Dua diantaranay yang menjadi trademark adalah tradisi masamper dan Keroncong Gitar Mama. Dari Desa Bahoi, kami langsung menuju Paradise Hotel Golf & Resto di Likupang Timur untuk istirahat.
Sampai sekarang saya masih sering kontak dengan hukum tua (kades) Bahoi via whatsapp untuk keperluan data artikel.
Hari ke-4, setelah sarapan kami langsung menuju Pantai Pall, Desa Marinsaw, selain menikmati indahnya pantai berpasir putih yang terkenal dengan gradasi warna air lautnya ini, kami juga melakukan cooking class berbahan dasar ikan tangkapan nelayan  setempat dengan mentor juga ibu-ibu setempat.
Setelah makan siang dengan hasil olahan produk ikan masakan kami sendiri, kami langsung pamit dan menuju Desa Pulisan. Di pusat DSP Likupang ini, didampingi guide lokal kami diajak melihat keunikan homestay yang dibangun di lantai dua rumah-rumah penduduk dengan desain rumah adat Minahasa.Â
Dari Tanjung Pulisan, kita menuju Desa Kinunang, desa yang menurut guide kami, merupakan desa paling utara di Pulau Sulawesi. Fakta geografis unik ini tentu bisa dijadikan unique selling point bagi pariwisata Desa Kinunang.
Apalagi di sini juga terdapat bukit berbalut rerumputan berwarna hijau segar layaknya bukit teletubies di serial anak-anak. Bukit Larata yang begitu indah dan menyegarkan mata, membuat siapapun terpesona. Apalagi bila sempat mendaki dan menikmati landscape sekitar dari ketinggian, dijamin malas untuk turun!Â
Karenanya, dari puncak bukit ini, sekali lagi saya mengajak anak-istri di rumah untuk menikmatinya juga melalui video streaming.
Setelah puas menikmati keindahan desa paling utara di Pulau Sulawesi, kami langsung meluncur menuju ke Kota Manado untuk mencari oleh-oleh di Grand Mercifull Building dan dilanjut makan malam di Restoran Raja Sate, sebelum kembali ke Hotel untuk istirahat dan bersiap-siap kembali ke daerah masing-masing keesokan harinya.
Â
Â
Mengenal MICE Yuk!
Dari kronik perjalanan saya diatas, tentu semua lebih mudah memahami konsep wisata MICE yang melibatkan banyak pelaku ekonomi (pariwisata), hingga dikenal juga sebagai industri multi aset. Begitu juga peran vital internet bagi industri pariwisata modern. Manfaat internet begitu nyata dan faktual di sini.
Layaknya rangkaian roda gigi dalam sebuah mesin jam, ketika MICE bergerak maka sektor transportasi, perjalanan (travel), rekreasi (destinasi wisata), akomodasi (perhotelan) dan tempat penyelenggaraan acara, makanan dan minuman (catering-restoran), Event Organizer, guide, teknologi informasi (telekomunikasi/internet), perdagangan, keuangan (perbankan), bahkan juga UMKM serta masyarakat, semuanya bergerak, hingga meningkatkan perekonomian secara signifikan.
Karenanya, wajar jika wisata MICE menjadi tren di dunia, apalagi menurut para ahli dan praktisi, mempunyai potensi ekonomi 7 kali lipat lebih besar dari tematik leisure tourism yang lebih dulu kita kenal.
Semoga Bermanfaat
Salam Matan Kota 1000 Sungai
Banjarmasin nan Bungas!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H