Karena selalu ditampilkan di depan dan relatif sering disajikan Ki dalang, maka tidak heran jika suluk menjadi salah satu bagian dari pentas pagelaran wayang kulit yang paling dikenal bahkan dihafal oleh pera pecinta dan penikmatnya, begitu juga dengan suluk "Bumi gonjang-ganjing" diatas!
Suluk bersyair bahasa Jawa Kawi atau Jawa kuno yang satu ini menjadi sangat populer, bukan saja karena nadanya yang catchy hingga relatif mudah dan enak didengar sekaligus diingat, tapi juga  karena menjadi "tanda"  kemunculan ksatria alias superhero paling populer dalam kisah-kisah pewayangan.
Khususnya anak-anak sebaya kami yang saat itu pastinya kesengsem berat dengan julukannya Si - Otot kawat balung wesi. Ada yang tahu siapa dia? Dialah Gatotkaca atau Ki dalang menyebutnya sebagai Gatotkoco.Â
Suluk "Bumi gonjang-ganjing" dan  sosok Gatotkoco yang selalu tampil dengan tanda bintang di dadanya inilah "dua bagian" di antara sekian banyak rangkaian pertunjukan wayang (kulit) yang paling melekat erat dalam memori saya dan sepertinya juga teman-teman saya, "anak-anak wayang" di era 80-an.
Jujur, meskipun secara harfiah kami tidak paham detail cerita yang disampaikan Ki dalang karena faktor bahasanya, tapi nada-nada catchy-nya dalam ber-suluk yang begitu epik mudah sekali terekam dalam memori kami, hingga sampai sekarangpun masih sering bikin kangen untuk mendengarnya.
Beruntungnya lagi,  saat itu masih banyak orang-orang disekitar kami yang secara fasih bisa menarasikan sekaligus mendiskripsikan secara fasih, gamblang dan detail kepada kami, bagaimana kepribadian dan sepak terjang Gatotkoco, sosok superhero yang juga dikenal dengan nama Arimbiatmaja, Bimasiwi, Guritna, Gurudaya, Kacanegara, Purbaya dan Kancingjaya ini.Â
Tidak hanya itu, narasi kepribadian ksatria putra Bima alias Werkudara yang dikenal sakti, berani, teguh, tangguh, cerdik pandai, waspada, gesit, tangkas, tabah dan mempunyai rasa tanggung jawab yang besar itu juga wira-wiri di telinga kami dari dongeng-dongeng kisah heroik pewayangan  dari bapak dan ibu guru di kelas-kelas sekolah.Â
Bahkan dulu, tugas-tugas prakarya kami di sekolah untuk pelajaran keterampilan, juga tidak jauh-jauh dari budaya wayang (kulit), mulai dari sekedar menggambar tokoh-tokoh favorit, sampai membuat figur-figur karakternya dari bahan karton, kardus dan lain sebagainya.
Karenanya, tidak heran jika saat itu sosok Gatotkoco hadir dalam dunia anak-anak kami, tidak sekedar sebagai tokoh imajinner dalam tontonan wayang semata, tapi juga sosok role model yang secara emosional begitu dekat.
Sehingga, sifat-sifat ksatria yang ada padanya begitu menginspirasi alam pikiran kami, anak-anak wayang saat itu. Â