Kalau mau yang agak beneran pakai mimis atau peluru, kita bisa bikin handle menyerupai pistol atau senjata laras panjang dari papan atau bambu dan ujungnya di kasih karet pentil yang berguna sebagai pelontar peluru yang biasanya berupa bakalan buah jambu air yang jatuh dari pohon yang sebelumnya dijepit di bagian handle.
Kulit jeruk bali bisa kita buat jadi mobil-mobilan atau kapal-kapalan, batang dahan pohon yang bercabang membentuk huruf Y bisa kita buat plintengan, sebutan ketapel di kampung kami. Begitu juga dengan biji buah asam jawa dan atau biji sawo yang biasa kami sebut sebagai kecik, bisa menjadi bahan permainan adu kecik yang cara mainnya kurang lebih sama dengan adu kelereng atau adu tutup botol seperti yang terlihat di serial Upin & Ipin.
Pecahan genteng dan bola dari gumpalan plastik kita pakai permainan boy, batu-batu di jalanan bisa pakai main damparan, patahan kayu buat main patil lele, kertas koran bisa kita jadikan lampion terbang yang benar-benar bisa terbang dengan memanfaatkan ilmu fisika, bahkan dua penjuru dinding regol atau pintu masuk halaman rumah, kami pakai untuk main benteng-bentengan dan jika halamannya luas juga kita pakai untuk main gobak sodor... dan di Bulan Ramadan, biasanya "kreatifitas" kami justeru bertambah!
Baca juga : Â Meluruskan Kekeliruan Massal "Umat Muslim"
Tidak hanya itu, khusus untuk Cah lanang alias anak laki-laki, ada satu lagi permainan yang sepertinya tidak akan pernah terlupakan, yaitu membuat sekaligus memainkan longdem alias meriam bambu atau meriam tanah atau ada juga yang menyebutnya sebagai meriam karbit dan beragam model petasan tradisional buatan kami sendiri, dari bahan-bahan limbah seperti busi bekas sepeda motor, pangkal jeruji sepeda motor, sampai koran atau kertas bekas pakai. Ada yang pernah memainkan ini?Â
Uniknya lagi, biasanya waktu untuk bermain dan atau memmainkan beragam mainan yang kami punya tersebut, sudah ada waktunya sendiri-sendiri, sesuai dengan aturan umum yang berlaku di kampung.Â
Misalkan, untuk memainkan longdem biasanya hanya sore hari selepas shalat Ashar sampai menjelang Maghrib, begitu pula kalau mau memainkan gobak sodor, benteng-bentengan, lampion terbang itu paling pas malam hari apalagi pas bulan purnama, setelah selesai giliran tadarus.
Bagaimana keseruannya, menyenangkan bukan?
Kemul (Bakalan) Sarung
... dan yang paling spesial di bulan Ramadan adalah sarung-sarung baru hadiah dari orang tua untuk kami pakai sholat di langgar. Umumnya, sarung anak-anak jaman itu semuanya bermotif kotak-kotak dengan warna yang ngejreng alias mencolok.Â
Tidak seperti sarung jaman sekarang yang bahan, desain, corak, warna dan tentu harganya juga sangat beragam, sehingga memberi banyak pilihan.
Uniknya saat itu, sarung anak-anak yang baru di beli di pasar, biasanya masih berbentuk lembaran seperti kain jarik atau kami di Banjarmasin menyebutnya sebagai kain tapih bahalai dengan kedua ujung kain belum disatukan dengan cara dijahit agar membentuk layaknya sarung. Sehingga kami sering menyebutnya sebagai bakalan sarung.Â