Untuk makan sehari-hari dan juga saat hajatan, kami biasa menggunakan piring (pincuk)Â dan sendok (suru) dari daun pisang atau daun jati, termasuk untuk bungkus nasi berkat saat selamatan yang bekasnya bisa dikomposkan secara sederhana dengan ditimbun tanah dengan sampah-sampah organik lainnya.Â
Kalau nasi berkat-nya banyak, biasanya wadahnya bukan daun lagi, tapi besek yang terbuat dari anyaman bambu. Selain bekasnya tetap bisa dimanfaatkan untuk wadah apa saja, besek bambu yang terbuat dari "daging" batang bambu ini tentu saja bisa lapuk dan mudah terurai dengan sendirinya, jadi sangat ramah lingkungan.
Memang, sebagian gaya hidup bersahaja ala orang gunung yang saya sebutkan diatas, beberapa diantaranya mulai bergeser, bahkan beberapa diantaranya sudah jarang terlihat karena berbagai sebab, tapi semangat kesahajaan orang gunung untuk terus menghargai alam dan lingkungannya tetap tidak akan pernah berubah.
Net-Zero Emissions, Dari Kita, Untuk Kita, Oleh Kita
Isu Net-Zero Emissions semakin menjadi sorotan masyarakat dunia pasca penyelenggaraan  KTT Iklim di Paris 2015 silam, mewajibkan negara-negara industri dan maju mencapai nol-bersih emisi pada 2050.Â
Secara sederhana, konsep net-zero emissions adalah upaya menyeimbangkan jumlah karbon dioksida atau gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer dengan kemampuan daya serap (daya dukung) lingkungan alami untuk menyerap (menetralkan) karbon di alam.Â
Seperti kita pahami bersama, hutan, lautan dan perairan, serta tanah merupakan instrumen lingkungan yang secara alamiah mampu menyerap dan menetralkan karbon di alam. Maknanya, jika ekosistem ketiganya rusak dan atau dirusak, tentu kemampuan ketiganya menyerap dan menetralkan karbon di alam akan terganggu.Â
Jika ini yang terjadi, maka karbon (CO2) bersama-sama dengan metana (CH4), Nitrat oksida (N2O), Perfluorokarbon (PFCs), Hidro fluorokarbon (HFCs) dan Sulfur Heksafluorida (SF6) yang populer kita sebut sebagai gas rumah kaca, akan menguap menuju atmosfer dan menumpuk disana.
Penumpukan gas rumah kaca di atmosfir akan mengganggu fungsi dan kemampuan atmosfir menyerap sinar matahari dan juga emisi bumi untuk dilepaskan ke luar angkasa. Akibatnya, panas mataharidengan bebas menuju bumi, hingga menyebabkan apa yang kita sebut sebagai pemanasan global alias naiknya suhu rata-rata di bumi.
Pemerintah Indonesia sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi Paris  Climate Agreement pada 2016 silam, berkomitmen mewujudkan Net Zero Emissions pada 2060 dengan menerapkan lima prinsip utama, yaitu peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), pengurangan energi fosil, penggunaan kendaraan listrik di sektor transportasi, peningkatan pemanfaatan listrik pada rumah tangga dan industri, serta pemanfaatan Carbon Capture and Storage (CCS).
Kalau diperhatikan, kelima prinsip utama yang menjadi titik konsentrasi pemerintah dalam upayanya mewujudkan Net Zero Emissions  diatas, relatif identik dengan "gaya hidup" orang gunung diatas ya!?Â