Sudah menjadi rahasia umum, Kota Banjarmasin mempunyai temperatur udara rata-rata cukup panas, seperti layaknya daerah dataran rendah lainnya.Â
Uniknya lagi, kota tua berjuluk "Kota 1000 Sungai" ini rata-rata ketinggian daratannya berada sekitar 60 cm di bawah permukaan air laut dan konon terus turun. Akibatnya bisa ditebak! Sebagian besar wilayah daratannya didominasi oleh lahan basah berupa rawa-rawa dan sungai.
Dari fakta inilah, julukan "Kota 1000 Sungai" akhirnya muncul hingga melekat menjadi semacam trademark-nya ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan, provinsi tertua di Pulau Kalimantan ini.
Tapi tahukah Anda, dominasi lahan basah ini ternyata memberi kontribusi besar terhadap panas dan tingginya kelembaban udara Kota Banjarmasin!?
Panasnya suhu udara Kota Banjarmasin pada siang hari dipicu oleh dua sumber panas sekaligus, yaitu sinar matahari yang tidak terfilter oleh tutupan dari pepohonan dan pelepasan panas secara perlahan oleh air lahan basah yang mendominasi daratan Kota Banjarmasin.
Jika ingin membayangkan konfigurasinya, jika diibaratkan, Kota Banjarmasin itu layaknya dalam bejana perebus air yang direbus di tempat terbuka di siang hari bolong! Jadi dari bawah dapat panas dari api pembakar dan dari atas dapat panas dari sinar matahari. Bisa kan membayangkan gimana rasanya!?
Uniknya, puncak pelepasan panas dari lahan basah ini, menurut beberapa sumber justeru terjadi saat matahari mulai menghilang.Â
Situasi tersebut tidak terlepas dari sifat air yang lambat menyerap panas dan lambat pula melepas panas. Jadi, jangan dikira bila malam hari suhu udara Kota Banjarmasin serta merta akan turun! Jika tidak ada turun hujan, yang terjadi Justru sebaliknya, udara semakin gerah dan pengap.
Tidak hanya itu, minimnya daratan kering juga berbanding lurus dengan minimnya tegakkan vegetasi tanaman hijau yang sangat bermanfaat menjadi filter sinar matahari, menyerap karbon dan polutan, sekaligus memproduksi oksigen.Â
Tidak heran, meskipun pemerintah kota Banjarmasin terus berusaha membuka ruang terbuka hijau (RTH) baru, tapi sampai sekarang tetap saja masih belum bisa memenuhi amanat UU No.26 tahun 2007, khususnya pasal 29 yang mensyaratkan rumusan luasan RTH ideal adalah 30% dari total luas wilayah.
berkebun di pohon!
Terinspirasi dari "fragmentasi panasnya udara Kota 1000 Sungai" serta kolaborasi simbiosis tanaman paku-pakuan dan juga beragam jenis anggrek hutan hujan Kalimantan yang tumbuh secara epifit di pokok pepohonan hutan yang tidak hanya menyegarkan mata dan paru-paru saja, tapi juga mengajarkan indahnya konfigurasi hasil kolaborasi inilah, muncul ide untukSecara sederhana, goal berkebun di pohon ini adalah menambah luas penampang hijauan daun dengan memanfaatkan tegakan berbagai pohon (termasuk pohon yang mati sekalipun) yang tumbuh di lingkungan sekitar tempat tinggal kita, untuk menambah kesejukan serta kesegaran mata, menambah potensi produksi O2 dan juga memaksimalkan penyerapan CO2 di lingkungan tempat tinggal kita.Â
Semakin Penasaran, ya!?
Begini caranya!
Sejak lantai satu dan semua halaman rumah tinggal kami difungsikan menjadi toko kelontong, praktis kami tidak lagi mempunyai halaman yang bisa ditanami dengan berbagai tanaman hijau bermanfaat.Â
Beruntung, di sela-sela dinding pagar dengan selokan, tumbuh pohon ketapang (Terminalia catappa) yang tetap tumbuh sendiri hingga membesar meskipun tanpa perawatan khusus, bahkan konfigurasi dahan dan daun-daunnya yang mirip payung, menjadikan tegakan pohon ini layaknya payung peneduh raksasa.
Pohon inilah yang saya jadikan obyek trial pertama "berkebun" di pohon. Saya memulainya dengan meletakkan beberapa batang tanaman anggrek di antara dua batang pohon ketapang, sehingga seolah-olah batang anggrek dan akarnya tersebut seperti terjepit oleh kedua batang ketapang tadi.Â
Beberapa hari berikutnya, akar dan batang anggrek tumbuh semakin banyak, bahkan kemudian juga berbunga, dengan keelokan yang sangat beragam, maklum saya menempatkan beberapa jenis anggrek yang berbeda. Padahal, sekali lagi, sama sekali tidak ada perlakukan istimewa lho pada tanaman anggrek-anggrek tersebut, selain secara berkala tetap saya siram dengan air cucian beras.
Melihat hasil tak terduga yang begitu indah, motivasi saya untuk berkebun di pohon semakin menguat. Berikutnya, secara berturut-turut saya pindahkan lagi beberapa jenis tanaman anggrek lain yang sebelumnya saya tanam di media batang pakis secara terpisah.
Berbeda dengan di tempat sebelumnya, ditempat yang baru, anggrek yang saya ikat di sela-sela cabang batang pohon ketapang ini hidupnya seperti lebih terjamin, mereka terus tumbuh dengan mengeluarkan cabang baru yang kelak juga berbunga begitu indahnya.Â
Kalau anggrek-anggrek itu berbunga, apapun dan siapapun terbukti begitu terpesona.
Dari titik inilah, saya menangkap adanya perubahan di sekitar lingkungan kami. Sejak anggrek di pohon ketapang itu berbunga, baik bersamaan maupun bergiliran, banyak orang lewat yang berhenti di bawah pohon ketapang tersebut.Â
Ada yang sekadar melihat dan memotret keindahan konfigurasi warna dan bentuk kelopak bunganya, ada juga yang berusaha menyentuh dan membelai-belai kelopak bunganya dan tidak ketinggalan, ada juga yang berusaha memetiknya.Â
Bahkan, tidak jarang ada juga tukang sol sepatu, pedagang es doger, es krim keliling, paman pentol dan juga ojek online yang setiap hari lebih memilih "ngetem" di situ menunggu pelanggan.Â
Kombinasi payung raksasa daun ketapang dan bunga-bunga anggrek yang cantik, sepertinya telah menghipnotis mereka untuk singgah!
Ini yang luar biasa! Ternyata, tidak hanya manusia saja yang ingin menikmati rindang dan hijaunya "kebun" di pohon ketapang ini, tapi juga sekawanan burung kutilang dan beberapa jenis lainnya yang secara reguler terlihat enjoy bercengkerama dengan sesamanya hingga membuat sarang di kebun pohon ketapang tersebut.Â
Tidak hanya itu, akhir-akhir ini saya juga melihat kehadiran binatang sejenis tupai yang bermain-main di pohon-pohon ketapang khususnya di sekitaran kebun karya saya.
Sukses dengan "berkebun" anggrek di pohon, berikutnya saya tambahkan koleksi tanaman baru di "kebun" pohon ketapang tersebut yaitu, simbar menjangan (Platycerium bifurcatum)Â dan Kadaka (Asplenium nidus).Â
Alhamdulillah setelah bertahun-tahun, beragam tanaman di kebun pohon ketapang ini ini, tidak hanya sekadar membesar dan menghijau, tapi juga beranak pinak menjadi banyak dan yang membuat saya semakin senang adalah tumbuhnya tanaman epifit paku-pakuan liar lain yang tidak kalah cantiknya, ikut tumbuh di dalam rumpun.
Alhamdulillah, sekarang saya memetik banyak manfaat dari "kebun" di pohon ketapang yang berdiri di lahan super sempit depan rumah tersebut.
Selain rumpun hijau segar dedaunan dan juga warna-warni bunga bisa bikin adem sekaligus meneduhkan mata, hati dan pikiran, meskipun mungkin belum signifikan, hijau daun dari berbagai tanaman ini jelas bisa menambah pasokan oksigen alias O2 yang sangat diperlukan oleh warga di lingkungan tempat tinggal saya.
Satu lagi yang membuat saya semakin bersemangat untuk terus berkebun, ternyata kreasi saya berkebun di pohon ketapang ini, juga menginspirasi banyak orang untuk membuat kreasi yang sama, bahkan banyak lagi di antara tetangga saya dan juga orang-orang yang tadinya sekadar lewat di depan rumah, akhirnya justeru lebih kreatif lagi!Â
Sejak saat itu, mulai ada tetangga dan juga orang yang lewat di depan rumah, meminta beberapa batang anggrek di pohon untuk ditanam lagi di rumah.Â
Membaca adanya tren positif ini, sekaligus juga menjaga agar populasi tanaman di "kebun pohon ketapang" tetap terjaga keseimbangannya.
Akhirnya saya mulai mempersiapkan pembibitan untuk memperbanyak tanaman, sehingga siapapun yang berniat untuk "berkebun di pohon" atau berkebun dengan media apapun dan dimanapun bisa lebih mudah dan termudahan lagi untuk memulai.
Semoga Menginspirasi!
Salam dari Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H