Mohon tunggu...
Kartika E.H.
Kartika E.H. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, kopi nashittel (panas pahit kentel) serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mubaadalah, Konsep "Bapak Rumah Tangga" ala Rasulullah SAW

11 Juni 2021   20:54 Diperbarui: 11 Juni 2021   21:12 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari Al-Aswad, ia bertanya pada ‘Aisyah, “Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan ketika berada di tengah keluarganya?” ‘Aisyah menjawab,  “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu salat, beliau berdiri dan segera menuju salat.” 

(HR. Bukhari) 

Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari diatas, dengan jelas memberi gambaran bagaimana keseharian Rasulullah SAW, khususnya dalam posisinya sebagai seorang suami, ayah dan sebagai kepala keluarga. 

Seperti kita ketahui dan pahami, selain peran domestik seperti diatas, Rasulullah SAW juga mempunyai sederet "jabatan" mentereng yang tidak semua orang bisa dan berkesempatan mengembannya di saat bersamaan, seperti pemimpin umat, pemimpin pemerintahan, panglima perang dan lain-lainnya.

Sehari-hari, Nabi Muhammad SAW selayaknya seorang "bapak rumah tangga" yang tidak segan-segan apalagi malu untuk melakukan pekerjaan domestik atau pekerjaan rumah tangga yang sekarang mungkin lebih kita kenal sebagai pekerjaan perempuan. 

Tidak hanya pekerjaan domestik yang orientasinya "membantu" meringankan pekerjaan isteri saja, bahkan kesahajaan Rasulullah SAW juga terlihat dari kebiasaan beliau yang selalu "membiasakan diri" untuk melayani diri sendiri atau tidak merepotkan istri untuk melakukan pekerjaan rumah tangga yang beliau sendiri mampu melakukannya, meskipun sebenarnya isteri-isteri beliau pasti berebut untuk melayani beliau, seandainya beliau mau.

Baca Juga: Bacary Sagna dan "Kisah Perjodohannya" yang Membuat Iri Jutaan Pria di Dunia

Rasulullah SAW, terbiasa menjahit sendiri baju-bajunya yang sobek dan berlubang, menyapu, memerah susu, berbelanja, membetulkan sepatu dan kantung air, memberi makanan ternak dan juga memasak roti dengan isteri dan sahabat.

Gambaran lain, keseharian Rasulullah SAW  juga bisa kita dapatkan dari hadis berikut : 

“Tidaklah beliau itu seperti manusia pada umumnya, beliau menjahit bajunya, memerah kambing dan melayani dirinya sendiri". (HR. Tirmidzi). Dalam riwayat Ahmad ada juga hadis yang identik dengan bunyi hadis diatas, tapi ada tambahan redaksi "... dan menimba air".

Itulah gambaran kehidupan riil sehari-hari Nabi Muhammad SAW, seorang pemimpin umat, pemimpin pemerintahan yang juga tercatat dalam sejarah sebagai politisi dan juga pengatur strategi perang sekaligus panglima perang yang tangguh, ternyata juga seorang "bapak rumah tangga" sejati. Ini persis dengan yang digambarkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari-nya yang menggambarkan keseharian Rasulullah SAW sebagai sosok yang tawadu, tidak dilalaikan kenikmatan dan mandiri

Frasa "Bapak Rumah Tangga"

Frasa  Bapak Rumah Tangga, memang tidak se-familiar dengan istilah frasa ibu rumah tangga yang sejak lama begitu populer, hingga menjadikan banyak aktifitas (pekerjaan) di dalam "wilayah domestik" rumah tangga (baca;keluarga) menjadi begitu identik dengan ibu-ibu. Terlebih, pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, seperti memasak, mencuci piring, mencuci baju, menyeterika baju, bersih-bersih rumah dan juga "momong" anak di rumah.

Tapi apa iya, aktifitas domestik atau pekerjaan rumah tangga memang hanya domain dari isteri atau ibu-ibu semata, sehingga ada juga pemeo yang menyebutkan bahwa tugas perempuan atau ibu-ibu itu ya "3 ur", yaitu dapur, sumur dan dapur atau dalam bahasa Jawa ada juga yang menyebutnya sebagai macak, manak dan masak!? Nah loooooo...

Dengan logika sederhana, kita bisa merunut asal-usul istilah frasa ibu rumah tanggasebagai hasil dari penggabungan antara kata ibu dan rumah tangga. Ketika lahir frasa ibu rumah tangga, seharusnya secara otomatis disaat yang bersamaan juga lahir frasa bapak rumah tanggaLogikanya begini!

Baca Juga: Estetika "Seni Menjemur Baju" dan Manfaatnya yang Tak Terduga

Muncul dan lahirnya  frasa ibu rumah tangga pada dasarnya merupakan konsekuensi logis dari pembentukan keluarga (yang dalam beberapa situasi juga biasa disebut sebagai rumah tangga) yang ditandai dengan pengikatan dalam sebuah tali pernikahan antara seorang laki-laki dan perempuan. Artinya, yang namanya rumah tangga secara umum pasti dibangun dari dua elemen, suami dan isteri. 

Nah relevansinya, jika di kemudian hari lahir frasa ibu rumah tangga, seharusnya di saat bersamaan juga lahir frasa bapak rumah tangga, sebagai refleksi dari bentuk keterseimbangan posisional. 

Tapi, meskipun antara suami dan isteri sama-sama punya kewajiban posisional dalam rumah tangga, sebagai bapak rumah tangga dan ibu rumah tangga, tapi secara faktual, memang tidak bisa serta merta" menterjemahkan sekaligus menempatkan "posisi bapak rumah tangga dan ibu rumah tangga dalam kewajiban yang linier atau sama persis, khususnya menyangkut aktifitas domestik atau pekerjaan rumah tangga secara umum.

Secara kodrati antara laki-laki dan perempuan memang diciptakan berbeda, tapi takdir mereka untuk berpasang-pasangan, jelas menyiratkan "pesan-Nya", bahwa segala perbedaan diantara keduanya, justeru untuk saling mengisi kekurangan masing-masing atau saling menyempurnakan yang dalam Islam biasa disebut sebagai konsep Mubaadalah.

Konsep Mubaadalah dalam Rumah Tangga

Semua yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam mengerjakan aktifitaa domestik atau pekerjaan rumah tangga beliau pada dasarnya merupakan aplikasi dari konsep mubaadalah atau yang dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai "kesalingan", yaitu cara pandang dan juga sikap untuk saling menghormati dan menghargai satu sama lain (dalam konteks keluarga) yang secara riil, berwujud saling berbagi beban dalam rumah tangga dengan cara saling bekerjasama dan tolong menolong.

Jadi konsep "bapak rumah tangga" ala Rasulullah SAW memang tidak serta merta menggantikan secara penuh peran "ibu rumah tangga" seperti yang kita pahami selama initapi di antara keduanya ada komunikasi, kompromi, toleransi, ada kerjasama dan ada keterikatan untuk saling tolong menolong dalam segala urusan aktifitas domestik atau rumah tangganya.

Baca Juga: Menantikan Lahirnya Proses Gol Paling Langka, "Olympic Goal" di Euro 2020

Dengan begitu, ketika bapak-bapak terlihat sedang masak atau terlihat sedang menjemur pakaian atau bahkan sedang menggendong bayi sambil menyuapinya, jika berkaca pada konsep mubaadalah, (bisa jadi) merupakan bagian dari hasil komunikasi dan kompromi dalam keluarga (rumah tangga) sekaligus sebagai wujud nyata bentuk kerja sama dan tolong menolong antara suami dan isteri dalam kerangka berumah tangga. 

Jadi, ke depan tidak perlu lagi memperdebatkan eksistensi frasa bapak rumah tangga dalam kehidupan berumah tangga, konsep mubaadalah seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam "berkeluarga", sepertinya bisa menjadi opsi jalan tengah untuk mereduksi ego masing-masing (suami-isteri), sekaligus melebur semua kepentingan demi langgengnya kebersamaan.  Wallahu a'lam bish-shawab. 

Semoga Bermanfaat!

Salam darai Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun