Mohon tunggu...
Kartika E.H.
Kartika E.H. Mohon Tunggu... Wiraswasta - 2020 Best in Citizen Journalism

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, kopi nashittel (panas pahit kentel) serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Diary Personalia | Asal Normatif, Ijin dan Jenis Cuti Apapun Seharusnya Tidak Perlu Dipermasalahkan!

5 Juni 2021   05:50 Diperbarui: 5 Juni 2021   07:11 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tenaga Kerja di Pabrik | majalahpeluang.com

Pada dasarnya yang namanya ijin untuk tidak masuk kerja, apapun jenisnya, entah karena sakit, karena kondisi darurat dan apalagi cuti, apapun jenis cutinya (jenisnya bisa dilihat di UU ketenaga kerjaan No. 13 Tahun 2003), asal prosesnya dilakukan secara normatif, sesuai dengan peraturan yang berlaku di perusahaan yang umumnya terperinci dalam PP (Peraturan Perusahaan) atau  dalam KKB (Kesepakatan Kerja Bersama), seharusnya tidak perlu lagi dipermasalahkan.

Selain karena kedua jenis "peraturan" diatas sudah pasti sesuai dengan aturan normatif dalam perundang-undangan yang berlaku, yang biasanya dibuktikan oleh pengesahan atau legalisasi oleh pejabat dari Dinas Ketenagakerjaan, pada dasarnya ijin untuk tidak masuk kerja merupakan hak normatif semua pekerja.

Maknanya, kalau ijin untuk tidak masuk kerja apapun jenisnya menjadi masalah dan akhirnya bermasalah, pasti ada yang tidak beres! Entah dari sisi aturan dan peraturan turunannya, orang-orangnya yang berkepentingan (baik manajemen maupun karyawan) dan atau kombinasi keduanya.

Jika memakai "kacamata" hitung-hitungan matematis, yang namanya ijin untuk tidak masuk kerja, mau sehari, dua hari, apalagi lebih dari itu,  jelas merugikan perusahaan. Sudah tidak menghasilkan apa-apa, masih digaji penuh pula! Apalagi kalau perusahaan tersebut lebih banyak mempekerjakan tenaga kerja perempuan yang jenis cutinya lebih banyak dan durasinya lumayang panjang.

Jangankan memakai hitungan hari, dalam ilmu house keeping manajemen, kerugian waktu produktif yang hilang akibat tindakan tidak efektif dari seorang operator-pun bisa dihitung.

Misalkan, operator mesin rajut pada industri tenun yang umumnya bekerja dengan sedikit menunduk, setiap beberapa menit bagi yang punya rambut poni, pasti risih dan selalu berusaha menyingkap rambutnya dengan salah satu tangan. Padahal tindakan ini mempunyai konsekuensi, terhentinya aktifitas tangan untuk menambah larik rajutan. 

Baca Juga :  Diary Personalia | Pacaran 10 Tahun, Eh ... Giliran Nikah Cuma Bertahan 3 Bulan

Jika, setiap 3 menit ada aktifitas menyingkap rambut dan melewatkan 1 larik rajutan, berapa larik rajutan yang hilang dalam satu jam, satu shift, satu hari, satu minggu dan seterusnya! Itu baru satu operator, lha kalau dikalikan jumlah semua operator, berapa ratus meter kerugian perusahaan?

Tapi, karena urusan ini sudah diatur secara jelas dalam sebuah perangkat hukum bernama Undang-Undang yang tentunya mengacu pada standar hukum ketenagakerjaan internasional, yang beberapa bagian didalamnya juga menyentuh klausul hak asasi manusia, maka tidak ada alasan bagi semua pihak yang berkepentingan untuk tidak mematuhinya.

Hanya saja, tentu kita semua pasti sangat mafhum dengan keadaan, keunikan sekaligus kecerdikan orang-orang Indonesia yang ada-ada saja akalnya! 

Apalagi kalau ketemu dengan person yang berpaham "peraturan dibuat untuk dilanggar" atau "peraturan kan adanya diatas kertas, kita kerja di lapangan!". Sudah begitu, uniknya peraturan-peraturan kita juga banyak yang ambigu dan multitafsir, sehingga memberi celah untuk diakali. Nah loooo!

Pengalaman puluhan tahun terlibat dalam pengelolaan puluhan ribu tenaga kerja dengan 3 kategori berbeda, karyawan tetap, kontrak dan outsourcing di kawasan industri yang masuk ring 1 di Jawa Timur, tentu banyak sekali romantika yang terjadi terkait beragam ijin tidak masuk kerja dari beragam level tenaga kerja yang pernah tertangani. 

Baca juga artikel juara :  Catatan Diary Seorang Personalia : Warna-warni BPJS Ketenagakerjaan Ada disini 

Di perusahaan tempat saya kerja dulu, semua jenis ijin tidak masuk kerja, aturannya terperinci secara jelas dalam KKB atau kesepakatan Kerja Bersama yang pastinya telah disepakati bersama oleh perusahaan dan federasi/serikat buruh dan semua level pekerja mendapatkan "versi buku saku"  dari KKB tersebut. 

Aplikasi proseduralnya di lapangan terawasi secara ketat oleh sistem manajeman mutu yang saat itu sudah berafiliasi pada standart manajemen mutu internasional ISO 9001 yang secara berkala juga di upgrade menyesuaikan standar baku mutu terbaru.

Jadi tidak ada alasan bagi tenaga kerja, apalagi manajemen, terkhusus personalia , PGA, HRD, HR & GA atau apapun namanya bagian dari perusahaan yang khusus mengurusi karyawan, untuk tidak paham dan memahami aturan yang berlaku. 

Setelah itu, semuanya beres? Semua berjalan sesuai aturan?

Prosedur Perijinan

Ijin tidak masuk kerja di tempat saya kerja dulu prosedurnya tergolong ketat, tapi tetap sistematis dan manusiawi, yang secara umum dibagi menjadi dua jenis berdasarkan situasi si-pekerja, yaitu normal dan darurat.

Intinya, kalau jenis ijin tidak masuk kerja "normal" harus melalui tahapan legalisasi dan wajib memperhatikan aturan limit rentang waktu pengajuannya. Misalkan, untuk mengambil cuti tahunan, cuti menikah, menikahkan anak, mengkhitankan anak, membaptiskan anak dan cuti melahirkan minimal harus mengajukan permohonan paling lambat 1 minggu sebelumnya.

Baca Juga :  Saatnya Memunculkan Kategori "Article of The Year" di Kompasianival 2021

Sedangkan untuk jenis "darurat", secara umum bisa mengabaikan aturan normal, tapi wajib memberikan  pemberitahuan di hari H dan segera mengurus perijinan secepatnya dengan didukung dokumen pendukung yang aktual dan sesuai. Jenis ijin ini, juga berlaku untuk sakit, cuti haid, cuti khusus karena keluarga inti (orang tua/mertua, suami/isteri, anak/menantu) dan atau keluarga dalam satu rumah meninggal dunia.

Untuk perijinan secara normal, tahapan legalisasi secara bertingkat wajib dilakukan. Artinya, tenaga kerja yang ingin mengajukan ijin atau apapun jenis cuti wajib sepengetahuan dan seijin semua level atasannya yang ditandai dengan tanda tangan semua level atasannya tersebut dalam lembar form pengajuan ijin tidak masuk kerja.

Jika seorang operator mesin produksi, maka dalam form harus ada tanda tangan atasannya secara bertingkat mulai dari level foreman (kepala shift) yang sebelumnya harus ada ijin dari karu (kepala regu unit kerja) yang ditandai dengan adanya paraf karu di kolom foreman, setelah itu tanda tangan supervisor departemen, tanda tangan manager bagian produksi dan terakhir baru personalia.

Proses legalisasi perijinan secara bertingkat diatas, juga berfungsi sebagai screening sekaligus fungsi kontrol internal departemen dan bagian tempat si tenaga kerja beraktifitas. Karu, Foreman, Supervisor dan Manager bagian merupakan PIC atau penanggung jawab di unit kerja departemen dan bagian masing-masing. Merekalah yang paling tahu situasi dan kondisi departemen dan bagiannya, termasuk target produksi dan ketersediaan SDM untuk memenuhi target tersebut.

Jika Karu, Foreman, Supervisor, sampai Manager bagian "mau" bertanda tangan pada form ijin tidak masuk kerja, artinya mereka telah mempertimbangkan track record si tenaga kerja, terkhusus untuk kinerja dan "catatan kuantitas tidak masuk kerja-nya", plus memastikan ketidakhadiran-nya di hari H tidak akan mengganggu aktifitas produksi di unit kerja departemen-bagiannya masing-masing.

Lantas dimana peran personalia sebagai team support? Normatifnya, jika semua PIC dari unit kerja di departemen sampai bagian semuanya sudah ACC atau sudah menyetujui, secara teknis tidak ada alasan bagi personalia yang posisi legalnya paling akhir alias paling tinggi dalam kasus ini, untuk "mempermasalahkan" ijin tidak masuk dari si tenaga kerja. 

Hanya saja, yang terjadi di lapangan memang tidak sesederhana itu. Personalia yang menyimpan datail data karyawan, termasuk riwayat ijin si tenaga kerja, riwayat kesehatan, riwayat cuti, bahkan riwayat surat peringatan dan sebagianya, harus benar-benar meneliti secara normatif pengajuan ijin dari si tenaga kerja, mulai dari alasan ijin/cuti, durasi, akurasi data sisa cuti (saat itu data masih tersimpan dalam file manual dan tersimpan dalam ordner), termasuk konfirmasi kepada manager bagian terkait ketersediaan SDM di hari H si tenaga kerja tidak masuk kerja.

Saya masih ingat, pernah ada kisah unik terkait "percobaan" ijin "aspal", ijinnya asli dan legal tapi alasannya palsu. Sebut saja namanya Eko, karena baru saja melewati masa kerja 1 tahun yang sekaligus sebagai tanda telah mendapatkan "jatah cuti tahunan plus cuti nikah" si-Eko mencoba mengajukan cuti tahunan dengan alasan "kakeknya meninggal dunia". Karena kakek bukan termasuk keluarga inti dari tenaga kerja, maka si-Eko tidak berhak mendapatkan jatah cuti khusus, tapi tetap bisa mengajukan cuti tahunan. 

Baca juga :  "Nyopet" Dompetnya Pak Menteri

Sayangnya lagi, setelah "ngobrol" dengan personalia, akhirnya terbongkar kalau kedua kakeknya memang meninggal, tapi sudah 2 dan 4 tahun yang lalu, artinya si-Eka bohong dan akhirnya mengakui, hanya ingin merasakan bagaimanan rasanya cuti alias tidak kerja secara legal ketika teman-temannya yang lain tengah bekerja. Hadeeeeh Eko, eko! Akhirnya, tidak hanya ijin cutinya dibatalkan personalia, tapi juga mendapatkan teguran pertama dari personalia.

Ijin Karena Sakit

Khusus untuk ijin karena sakit dan jenis cuti yang bersifat darurat/mendadak, seperti cuti haid, cuti khusus karena keluarga inti (orang tua/mertua, suami/isteri, anak/menantu) dan atau keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, prosesnya jelas berbeda dengan jenis ijin tidak masuk kerja sebelumnya. 

Khusus untuk sakit dan cuti haid, wajib ada indikasi awal, yaitu rasa sakit, karena itu seharusnya ada pemeriksaan dari tim medis perusahaan. Tapi atas pertimbangan kemanusiaan, klausul pemeriksaan tim medis dari perusahaan ini akhirnya di perusahaan tempat saya kerja dulu dibatalkan alias tidak diberlakukan. 

Baca Juga :  Sepak Bola dan Kisah-kisah Dramatisnya yang Akan Terus Hadir dan Menghibur!

Jika sakit, haid atau kabar berita meninggalnya keluarga ini diterima dan terjadi saat tenaga kerja sedang bekerja, yang bersangkutan bisa langsung mengurus perijinannya sesuai prosedur, tapi kalau sakitnya menyebabkan ketidakmampuan mengurus sendiri, biasanya akan diuruskan oleh kepala unit kerja masing-masing sampai selesai di personalia. 

Surat ijin yang sudah lengkap ini juga berfungsi sebagai surat keluar dari lingkungan perusahaan sebelum waktunya dan wajib diserahkan kepada security di pos penjagaan keluar masuk tenaga kerja.

Sedangkan jika sakit, haid atau meninggalnya keluarga inti ini terjadi saat tenaga kerja masih di rumah, maka tenaga kerja tidak wajib mengurus perijinannya dulu, tapi tetap diwajibkan untuk "memberi tahu" kepada kepala unit kerja masing-masing dengan tembusan ke personalia. Baru keesokan harinya, perijinan resmi wajib diurus.

Ada banyak kisah unik terkait perijinan darurat ini yang pernah tertangani, seperti kasus tenaga kerja yang wanita yang masih tercatat lajang, tiba-tiba melahirkan di kebun warga sekitar pabrik, tanpa ada indikasi hamil sebelumnya! Nah loooo...

Ada juga karyawan wanita yang kesurupan masal, operator mesin yang setengah wajahnya hilang karena terkena putaran mesin dan harus istirahat panjang dalam perawatan hingga menyebabkan air matanya tidak bisa keluar lagi, hingga memerlukan cairan pelumas mata seumur hidupnya. Ada juga kisah tragis, seorang teknisi mengalami kecelakaan di jalan raya dan kedua kakinya yang remuk tidak terselamatkan dan harus diamputasi yang juga memerlukan istirahat panjang dan banyak lagi yang lainnya.

Baca Juga :  Viral! Estetika "Seni Menjemur Baju" dan Manfaatnya yang Tak Terduga

Tentu masing-masing ada treatmen-nya masing-masing termasuk masalah perijinan untuk istirahat panjangnya dan juga terkait kompensasi hak-haknya. Mohon doakan saya, mudahan ada umur panjang, sehat wal afiat dan ada kesempatan menuliskannya, sehingga saya bisa berbagi kisah di sini.  

Semoga Bermanfaat!

Salam dari Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!

Selamat Idul Fitri 1442H |  @kaekaha
Selamat Idul Fitri 1442H |  @kaekaha

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun