Bismillah ...
Mentari pagi masih belum benar-benar menampakkan sinar emasnya pagi itu, ketika aku mulai meminta  perlindungan dan pertolongan pada Sang Khaliq, agar semua aktifitasku pagi ini mendapat ridha dan restu-Nya, sekaligus menjadikannya bernilai ibadah.
Sebelum kakiku mulai menapaki beberapa anak tangga pondok kayu yang sengaja  dibangun abah dan beberapa kerabat di tepian kebun karet kami yang lokasinya di punggung bukit sebelah barat kampung kami, tidak jauh dari rangkaian Pegunungan Meratus.
Baca Juga :  Setelah Kutinggalkan Dia dalam Keadaan Hamil            Â
Pondok dengan kerangka kayu ulin dan berdinding papan dari kayu hutan ini, menjadi tempat tinggal kami setiap kali kami harus memantat pohon karet yang lokasinya memang agak jauh dari pemukiman kampung kami ini.Â
Biasanya, kami berombongan atau berangkat bersama-sama dengan beberapa kerabat dan tetangga tiap kali menuju ke kebun dan menginap, tapi karena beberapa hari ini banyak warga kampung kami yang tiba-tiba terserang demam, akhirnya kemarin sore aku hanya berduaan dengan abah berangkat ke kebun agar bisa segera memantat pagi-pagi.
Pagi ini, setelah shalat Subuh berjamaah dengan abah, aku sengaja turun dulu ke kebun untuk memantat beberapa pokok di petak kebun yang tidak terlalu jauh dari pondok, sedangkan abah, karena penglihatannya sedang kurang baik dan kebetulan juga sedang sedikit demam.
Kuminta untuk tinggal di pondok saja sambil menunggu mama dan adik perempuanku yang biasanya pada waktu dhuha selalu mengantarkan sarapan untuk kami.Â
Setiap menuju kebun, tradisi kami selalu memantabkan diri dengan bekal wajib berupa sebilah mandau yang selalu terselip di pinggang sebelah kiri atau sebelah kanan bagi yang kidal dan beberapa perlengkapan seperti pisau sadap.
Sebungkus rokok kretek yang juga berkhasiat untuk mengusir nyamuk betina yang biasa menggodaku serta sebotol kopi hitam nashittel atau panas pahit dan kentel pengusir kantuk yang semuanya dimasukkan dalam butah.