Situasi ini menjadikan semua masjid di banua biasanya penuh sesak oleh jamaah, tuha-anum (tua-muda), lakian-binian (laki-laki-perempuan), kakanakan (anak-anak), kai-nini (semua hadir di masjid).Â
Suasananya mirip dengan riuh-ramainya shalat hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha, tapi dengan background alam di senja dan malam hari. Inilah fenomena keunikan pertama, rangkaian tradisi Nisfu Syaban di Kota Banjarmasin!
Biasanya, setiap nisfu syaban tiba, suasana siang hari jalanan baik di kota maupun di desa-desa jauh lebih sepi dari biasanya. Selain karena sebagian besar masyarakat Banjar terbiasa melakukan puasa, sehingga mengurangi aktivitas di luar rumah pada hari itu.Â
Sebagian besar masyarakat memang lebih memilih menutup toko dan beragam jenis usaha yang ada, termasuk angkutan umum dan moda transportasi masa lainnya, maka jangan heran jika siang di nisfu syaban denyut aktivitas masyarakat seperti terhenti sejenak.Â
Baca Juga:Â Munculnya Belungka Batu, Pertanda Kota Banjarmasin Memulai Ramadan
Bila sudah seperti itu, jangan harap Anda akan mendapatkan warung makan, kedai atau bahkan rumah makan yang buka dan mau melayani pembeli, terlebih warung atau rumah makan milik asli Urang Banjar.Â
Semuanya menutup pintu rapat-rapat! Mereka akan buka kembali paling cepat setelah waktu shalat Ashar berlalu atau telah mendekati waktu terbenamnya matahari untuk melayani masyarakat yang akan berbuka puasa.Â
Inilah keunikan kedua dari rangkaian nisfu syaban di Kota 1000 Sungai yang dulu juga pernah membuat saya kebingungan, karena tidak siap membawa bekal makan untuk makan siang di kantor.Â
Bagaimana tidak bingung, semua warung, kedai, dan rumah makan semuanya tutup, bahkan saat itu suasana siang di jalanan juga sepi layaknya kota yang tengah tidur siang.
Tertarik ingin merasakan sensasinya falsafah desa mawa cara negara mawa tata ala Kota 1000 Sungai yang satu ini, yuk maen ke Banjarmasin!