Sudah seharian Usman keluar masuk kampung dan juga komplek-komplek perumahan di sekitar rumah tinggalnya dengan menggunakan sepeda onthel, tapi tetap saja belum ada satupun balon-balon yang dijajakannya laku terjual.Â
"Padahal hari ini hari libur, kok nggak biasanya komplek-komplek perumahan itu seperti tidak berpenghuni, ya?" Gumam Usman dalam hati sambil mengibas-ngibaskan topi yang dipakai layaknya kipas tangan guna mengusir panas dan penat fisiknya yang tengah berpuasa Senin-Kamis.
Di bawah pohon trembesi muda yang kumpulan dedaunan mungilnya mulai bisa menjadi peneduh jalanan, Usman terlihat beristirahat dengan menyandarkan punggungnya ke batang pohon yang konon bisa menghasilkan oksigen kelas wahid sekaligus menyerap polusi paling efektif tersebut. Â
Setelah dirasa cukup beristirahat, sebelum kembali berkeliling menjual balon-balonnya, Usman mengambil posisi duduk lebih tegak dari sebelumnya dan dengan menengadahkan tangan ke langit, Usman berdoa, agar hari ini terus dituntun-Nya untuk mendapatkan rezeki halal yang saat ini pasti juga dinantikan oleh orang-orang terkasih di rumah yang juga merasakan lapar dan haus sepertinya.
Selain karena tidak mempunyai bahan pangan yang memadai akibat kemiskinan yang memang mendera, mereka saat ini juga tengah berpuasa Senin-Kamis, yang kebetulan hari Kamis ini jatuh tepat di hari libur Isra Mi'rad.
Sampai menjelang Ashar, balon-balon yag dijual Usman masih belum juga ada yang laku terjual dan demi mendengar kumandang Azan, akhirnya Usman memilih mengarahkan sepedanya menuju masjid At Taubah, masjid terbesar dan termegah yang didirikan tepat di tengah-tengah komplek perumahan elit yang lokasinya justeru berada sedikit di luar kota.
Baca Juga : Â Ustad Abdul Meninggal Bukan Karena Doaku!
Setelah melaksanakan sholat Ashar berjamaah, Usman langsung bergegas keluar masjid dan langsung menuju parkiran sepeda tempat dia memarkir sepeda berikut balon-balon dagangannya. Alangkah terkejutnya Usman saat itu, ketika melihat dari jauh semua balon-balon jualanya raib tanpa bekas dari bilah bambu tempat tali balon ditambatkan.
"Astaghfirullah! Ya Allah, kemana balon-balonku?" Dengan sisa-sisa tenaganya, ditengah kepanikan luar biasa setelah mendapati balon-balon dagangan yang menjadi satu-satunya pintu rejekinya hari itu telah  raib, Usman langsung menuntun sepeda tuanya keluar area komplek masjid sambil tetap berusaha untuk tegar.
Sesampai dirumah, sebuah bangunan semi permanen berdinding papan dan beratap seng bekas yang didirikan di bagian belakang tanah wakaf masjid hasil belas kasihan pengurus masjid di kampungnya, Usman disambut tatapan bahagia dari ibu dan neneknya yang baru saja keluar dari masjid.