Baru baru ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui instrumen Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 1 Tahun 2021 yang diteken oleh menteri Sakti Wahyu Trenggono tanggal 4 Januari 2021, menetapkan total 20 jenis ikan bersirip yang dilindungi, berikut rinciannya:Â
19 jenis ikan yang dilindungi dengan status perlindungan penuh (perlindungan dilakukan pada seluruh tahapan siklus hidup, termasuk bagian tubuhnya dan produk turunannya), yaitu untuk jenis ikan pari sungai tutul (Fluvitrygon oxyrhynchus), pari sungai raksasa (Urogymnus polylepis), pari sungai pinggir putih (Fluvitrygon signifier), pari gergaji lancip (Anoxypristis cuspidata), pari gergaji kerdil (Pristis clavata), pari gergaji gigi besar (Pristis pristis), pari gergaji hijau (Pristis zijsron), pari kai (Urolophus kaianus).
Arwana/siluk merah kalimantan bongkok (Scleropages formosus), belida borneo (Chitala borneensis), belida sumatra (Chitala hypselonotus), belida lopis (Chitala lopis), belida jawa (Notopterus notopterus), ikan balashark (Balantiocheilos melanopterus), wader goa (Barbodes microps), ikan batak (Neolissochilus thienemanni), ikan pasa (Schismatorhynchus heterorhynchus), selusur maninjau (Homalo ptera gymnogaster), , ikan raja laut (Latimeria menadoensis).
Penetapan 20 spesies ikan bersirip yang dilindungi ini merupakan tindak lanjut pemisahan Otoritas Pengelolaan (Management Authority/MA) CITESÂ (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) untuk jenis ikan bersirip (pisces)Â yang tadinya di bawah kendali kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sekarang kewenangan pengelolaannya beralih ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Sebagai konsekkuensinya, maka 20 jenis ikan bersirip yang sebelumnya masuk dalam daftar tumbuhan dan satwa yang dilindungi dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No. P.106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, juga harus ditetapkan lagi (spesisfik) melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Dalam Kepmen Kelautan dan Perikanan No. 1 Tahun 2021 ini terdapat empat jenis ikan belida atau Urang Banjar mengenalnya sebagai ikan pipih yang masuk ke dalam status perlindungan penuh yaitu ikan Belida borneo (Chitala borneensis), Belida sumatra (Chitala hypselonotus), Belida lopis (Chitala lopis) dan Belida jawa (Notopterus notopterus).
Oleh masyarakat Suku Banjar di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, turunan ikan purba yang terancam punah ini dulunya sangat populer sebagai bahan utama pembuatan amplang, sejenis camilan kerupuk khas dari banua yang juga telah melegenda mirip seperti nasib bahan utamanya ikan Belida borneo (Chitala borneensis)
Sayang, karena populasinya terus menurun yang ditandai dengan semakin jarangnya hasil tangkapan dari alam, akhirnya sejak hampir satu dekade terakhir sebagian besar perajin kerupuk amplang memilih untuk beralih pada ikan gabus atau ikan tenggiri sebagai bahan utama untuk produksi kerupuknya.
Menariknya, sampai saat ini meskipun relatif jarang, di lapak-lapak pedagang ikan masih ada saja satu-dua yang menjual ikan yang biasa berhabitat di sungai-sungai besar beserta daerah aliran sungai, daerah banjiran dan danau ini.Â
Entah masyarakat tidak tahu, tidak paham atau justeru sengaja abai (karena minimnya pengawasan dan penegakan hukum) dengan berbagai perangkat aturan hukum yang menyatakan bahwa jenis ikan belida ini termasuk satwa yang dilindungi, sehingga siapapun yang menangkap dan memperjualbelikannya bisa dipidana!?