Mohon tunggu...
Kartika E.H.
Kartika E.H. Mohon Tunggu... Wiraswasta - 2020 Best in Citizen Journalism

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, kopi nashittel (panas pahit kentel) serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Banjir Kalsel Terbesar Sejak 50 Tahun Terakhir, Mustahil Penyebabnya "Hanya" Curah Hujan!

19 Januari 2021   23:41 Diperbarui: 20 Januari 2021   16:21 1837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjir Melumpuhkan Perekonomian | @kaekaha

Di sela-sela kunjungannya ke Kalimantan Selatan untuk meninjau langsung musibah banjir besar di Banua Banjar, Presiden Joko Widodo juga menyampaikan beberapa fakta menarik dalam jumpa persnya, terkait musibah banjir besar yang merendam hampir semua wilayah Provinsi Kalimantan Selatan di awal tahun 2021.

Menurutnya, fakta banjir kali ini merupakan yang terparah sejak 50 tahun terakhir atau setengah abad yang lalu. Ia menyebut tingginya curah hujan selama 10 hari terakhir di Kalsel menyebabkan Sungai Barito kewalahan menerima beban hingga 2,1 miliar kubik air dari kapasitas normalnya sebesar 230 juta meter kubik, sehingga meluap dan merendam 10 kabupaten dan kota di Kalsel.

Baca Juga :  Mereduksi "Kebiasaan Anthropogenic", Pemicu Bencana Banjir di Sekitar Kita

Pernyataan Jokowi terkait penyebab banjir besar ini spontan mendapat reaksi keras dari beberapa aktivis lingkungan baik nasional maupun di Kalsel, di antaranya Kepala Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional, Melky Nahar dan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan, Kisworo Dwi Cahyono.

Banjir di Salah Satu Komplek Perumahan Elit Banjarmasin | @kaekaha
Banjir di Salah Satu Komplek Perumahan Elit Banjarmasin | @kaekaha

Dilansir dari media lokal jejakrekam.com, Kisworo Dwi Cahyono mengkritik pernyataan Jokowi yang sama sekali tidak memberikan solusi terhadap akar masalah banjir, tapi justru terkesan hanya menyalahkan hujan dan sungai.

Padahal bencana banjir besar di awal tahun 2021 ini diduga kuat disebabkan oleh karut-marutnya pengelolaan sumber daya alam di Banua yang menyebabkan degradasi hutan, konflik agraria, serta darurat ruang dan darurat bencana ekologis.

Dari catatan Walhi ada 50% dari lahan di Kalimantan Selatan telah beralih fungsi menjadi tambang batubara dan perkebunan sawit. "Tambang 33%, sawit 17%. 

Karenanya, lelaki berambut gondrong ini juga mendesak pemerintah untuk segera mengevaluasi aturan Rancangan Tata Ruang dan Wilayah Kalimantan Selatan, sekaligus juga izin-izin yang dikeluarkan secara menyeluruh. Bagus lagi jika prosesnya melibatkan masyarakat dan hasilnya dipublikasikan, biar semua tahu. Fair kan?

Hati-hati, Anak-anak  Bermain Air-Banjir di Pinggir Jalan Harus Dalam Pengawasan | @kaekaha
Hati-hati, Anak-anak  Bermain Air-Banjir di Pinggir Jalan Harus Dalam Pengawasan | @kaekaha

Jika dalam audit terbukti ditemukan operasional pertambangan maupun perkebunan sawit yang bisa memicu bencana, maka pemerintah harus tegas dan berani mencabut izin operasionalnya sekaligus mempidanakan perusahaan pelakunya. Agar ada efek jera, karena dampak kerusakan lingkungan sampai ke anak-cucu.

Lebih jauh, Kisworo menyarankan agar presiden "berani" memanggil dan mengumpulkan semua perusahaan tambang, kelapa sawit, dan hutan tanaman industri (HTI) serta hak penguasaan hutan (HPH) di Kalimantan Selatan untuk berdialog terbuka di hadapan rakyat dan organisasi masyarakat sipil. Bagaimana Pak Jokowi?

Pernyatan Kisworo ini didukung oleh data dari tim tanggap darurat bencana Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Disebutkan, berkurangnya hutan primer dan sekunder yang terjadi dalam rentang 10 tahun terakhirlah yang kemungkinan besar menjadi penyebabnya. Apalagi data catatan curah hujan pada 12 -13 Januari 2020, menurut pantauan satelit Himawari 8 yang diterima stasiun di Jakarta memang sangat lebat.

Banjir di Banjarmasin Masih Belum Juga Surut Meski Hujan sudah tidak turun | @kaekaha
Banjir di Banjarmasin Masih Belum Juga Surut Meski Hujan sudah tidak turun | @kaekaha

Lebih jauh, secara mencengangkan menurut Rokhis Khomarudin, Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN, antara tahun 2010 hingga 2020 terjadi penurunan luas hutan primer sebesar 13.000 hektare, hutan sekunder 116.000 hektare, sawah dan semak belukar masing-masing 146.000 hektare dan 47.000 hektare. Sebaliknya,  area perkebunan meluas "cukup signifikan" 219.000 hektare.

Faktanya dalam dua hari terakhir intensitas hujan di seputar Kota Banjarmasin menurun drastis, bahkan tidak turun lagi. Namun sampai saat ini banjirnya belum menunjukkan tanda-tanda akan surut. Bukti yang tak bisa dibantah bahwa penyebabnya bukan "hanya" sekadar curah hujan tinggi, sekaligus mengindikasikan kompleksnya permasalahan yang sebenarnya dihadapi.

Tidak menutup kemungkinan, fakta ini sebenarnya sinyal kuat bukti buruknya manajemen pengelolaan air kita selama ini, sehingga tanpa disadari juga menjadi salah satu penyebab banjir besar di awal tahun 2021 ini!   

Baca Juga: "Kalimantan Selatan Juga Bagian dari Indonesia", Sisi Lain Banjir Besar Kalimantan Selatan di Awal 2021                        

Menyikapi tekanan dari beberapa pihak, Sekretaris Daerah Kalimantan Selatan, Roy Rizali Anwar, berjanji akan secepatnya melakukan evaluasi terhadap penggunaan lahan di Kalsel untuk mengetahui penyebab banjir terbesar ini dengan mengkaji secara komprehensif dari sisi penggunaan lahan, aliran sungai, juga permukiman, sehingga ke depannya tidak akan terulang lagi.

Banjir Melumpuhkan Perekonomian | @kaekaha
Banjir Melumpuhkan Perekonomian | @kaekaha

Masalah pertambangan batubara dan perkebunan kelapa sawit yang sama-sama dianggap tidak bersahabat dengan alam, sejak lama situasinya di Kalimantan Selatan layaknya bara api dalam sekam yang setiap saat berpotensi membakar apa saja dan siapa saja. 

Seharusnya, evaluasi atau audit lingkungan di daerah seperti Kalimantan Selatan yang mempunyai banyak kawasan pertambangan terbuka dan perkebunan kelapa sawit, harus dilakukan secara berkala dengan ketat.

Baca Juga:  Mewaspadai Ular Berkeliaran dan Memburu Ikan-ikan Tersesat Saat Banjir 

Terlebih, indikasi kerusakan alam yang berakibat terjadinya bencana alam telah menjadi "rahasia umum" yang tidak mungkin untuk ditutup-tutupi. Apalagi pada kurun waktu 2013-2015 ketika bisnis pertambangan batubara hancur lebur karena berbagai sebab dan membuat krisis ekonomi regional Kalimantan, seharusnya saat itu pemerintah Kalsel mengambil sikap dengan mengevaluasi bisnis pertambangan (batubara) secara komprehensif.

Dengan begitu bisa segera mengambil langkah-langkah strategis bagi keberlangsungan perekonomian yang tidak lagi bergantung pada bisnis pertambangan yang pastinya mempunyai limit yang nyata, yaitu habisnya sumber daya alam dan kemungkinan rusaknya lingkungan. Lalu beralih pada sektor lain yang lebih menjanjikan dari segi waktu (jangka panjang) dan kelestarian alam serta lingkungan, seperti bisnis pariwisata.

Semoga Bermanfaat!

Salam dari Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun