Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mereduksi "Kebiasaan Anthropogenic", Pemicu Bencana Banjir di Sekitar Kita

12 Januari 2021   23:00 Diperbarui: 13 Januari 2021   09:11 1331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

Antropogenik (anthropogenic) secara sederhana bisa dimaknai sebagai aktivitas manusia baik sengaja maupun tidak sengaja dan dilakukan secara terus-menerus yang ditengarai menjadi salah satu pemicu yang sekaligus bisa mempercepat serta meningkatkan frekuensi dan skala bencana, dalam konteks ini bencana banjir.

Jadi, aktivitas anthropogenic ekuivalen dengan sebuah kebiasaan buruk yang kita lakukan secara kontinyu baik secara individu maupun komunal yang tidak hanya bisa memicu datangnya banjir semata, tapi juga sekaligus sebagai katalis yang bisa mempercepat datangnya bencana banjir, berikut daya rusak dan dampak luasannya semakin besar.

Kebiasaan anthropogenic ini merupakan sisi kontraproduktif manusia sebagai makhluk berakal budi, sekaligus sebuah ironi dari peradaban berbudaya dan bermartabat yang sejauh ini menjadi label sekaligus kebanggaan makhluk yang diciptakan paling sempurna oleh Sang Khalik ini.

Buang Sampah Sembarangan Salah Satu Penyebab Bencana Banjir | republika.co.id
Buang Sampah Sembarangan Salah Satu Penyebab Bencana Banjir | republika.co.id


Kebiasaan anthropogenic yang berkontribusi terhadap terjadinya bencana banjir secara umum, setidaknya bisa dibagi menjadi dua poros besar, yaitu yang berskala kecil / individual dan yang berskala besar yang memungkinkan melibatkan institusi dan korporat secara komunal yang masing-masing dalam skalanya sendiri-sendiri tentu punya kontribusi yang sebanding dengan potensi terjadinya bencana banjir.

Dalam konteks saat ini, karena posisi dan kewenangan kita secara umum lebih dekat ke poros kebiasaan anthropogenic yang berskala kecil/individual, maka kajian ini akan lebih fokus pada upaya dan usaha mereduksi kebiasaan anthropogenic yang bersifat individual atau perorangan saja.

Tidak menutup kemungkinan dari "upaya personal" ini nantinya bisa menginspirasi yang lain untuk melakukan tindakan yang sama, sehingga kelak bisa meluas dan menjadi program atau gerakan komunal dengan skala dan dampak yang jauh lebih luas.

Untuk ini, saya selalu teringat dengan strategi cerdas ala Aa Gym untuk memulai berubah dan perubahan, yaitu mulai dari sekarang, mulai dari yang kecil (atau yang kita mampu) dan mulai dari diri kita! 

Fakta Deforestasi di Indonesia | @kaekaha
Fakta Deforestasi di Indonesia | @kaekaha

Kebiasaan anthropogenic berskala besar bisa melibatkan institusi/korporat secara komunal, antara lain bisa dilihat faktanya pada perubahan bentang daratan atau alih guna lahan karena beberapa sebab, seperti karena adanya aktivitas urbanisasi, deforestasi dan aktivitas pertanian-perkebunan skala besar. 

Urbanisasi yang tidak terkendali jelas menyebabkan ruang huni di perkotaan terus bertambah, sehingga terjadi betonisasi masal untuk pemukiman yang berakibat semakin minimnya ruang serapan air, hingga beban sungai untuk membawa air ke laut menjadi bertambah. 

Begitu juga efek samping dari deforestasi, dan aktivitas pertanian-perkebunan skala besar yang berdampak pada semakin menurunnya kesuburan tanah, sehingga menyebabkan semakin minimnya tegakan pokok yang bisa tumbuh subur sekaligus sebagai penyerap dan penyimpan air dalam tanah yang efektif.

Intinya, khusus untuk kebiasaan anthropogenic skala besar ini sangat berhubungan dengan perencanaan dan tata ruang wilayah yang pastinya memang domain institusi pemerintahan dan akuntabilitas publik yang kuat untuk mereduksinya, karena perlu power yang sangat besar untuk bisa mereduksi dengan hasil maksimal.

Buang Sampah Sembarangan | jurnalmediaindonesia.com
Buang Sampah Sembarangan | jurnalmediaindonesia.com

Untuk kebiasaan anthropogenic skala kecil atau individual, salah satu yang paling lazim dan familiar adalah kebiasaan buruk kita suka membuang sampah sembarangan. 

Kebiasan buruk dan tidak beradab yang dianggap sepele ini sebenarnya merupakan salah satu ironi terbesar dari perbuatan manusia, sosok makhluk yang berakal budi, makhluk yang diciptakan paling sempurna dibanding makhluk lainnya oleh Sang Khalik. Apa sih susahnya membuang sampah di tempat yang semestinya? 

Fakta berikutnya adalah semakin sempitnya area lahan resapan air. Andil dari kebiasaan anthropogenic kita cukup besar disini. Salah satunya adalah dengan membangun bangunan dengan cara diuruk secara masif, apalagi jika ditutup dengan semen permanen, khususnya di lahan resapan seperti rawa, bantaran sungai, persawahan dan ruang terbuka lainnya. Celaka lagi, jika fakta semakin sempitnya area resapan ini tidak didukung oleh sistem drainase yang mumpuni.

Bersyukurnya di Kota 1000 Sungai yang lahannya didominasi oleh perairan darat berupa rawa dan sungai sejak dulu sudah berlaku peraturan daerah rumah panggung yang mensyaratkan semua bangunan yang dibangun di seluruh wilayah Kota Banjarmasin wajib menerapkan konsep rumah panggung tanpa uruk, sehingga sebagian besar lahan perumahan masih bisa berfungsi sebagai area resapan.


Jadi, sudap siap mereduksi semua kebiasaan anthropogenic kita? 

Setidaknya, dengan upaya mereduksi satu penyebab bencana banjir yang memang bisa kita kendalikan dalam skala individu dengan sungguh-sungguh.

Kita sudah berusaha mengurangi potensi terjadinya bencana banjir di sekitar kita dan bukan tidak mungkin, apa yang kita lakukan akan memantik kesadaran kolektif, sehingga juga akan menginspirasi semua stake holder yang berkepentingan dengan kebiasaan anthropogenic untuk bergerak dan bertindak sesuai porsinya berupaya mencegah bencana banjir.

Terakhir, semoga apa yang kita lakukan juga diridhai Tuhan pemilik sekaligus penguasa alam semesta beserta isinya yang berkuasa menumbuhkan awan Cumulonimbus sekaligus mengonversinya menjadi butiran air hujan sesuai dengan keinginanNya, dengan menurunkan air hujan yang penuh berkah dan manfaat secukup yang kita perlukan saja. Amin

Semoga Bermanfaat!

Salam dari Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun