Salah satu peninggalan kebudayaan Islam di berbagai belahan dunia yang mempunyai eksistensi paling aktual dan Insha Allah akan terus terjaga adalah arsitektur tempat ibadahanya atau kita biasa menyebutnya sebagai masjid atau baitullah.Â
Uniknya, masyarakat nusantara mempunyai beragam sebutan untuk menyebut tempat ibadah umat Islam ini. Mulai dari yang paling umum seperti masjid, langgar, mushalla, surau sampai masigit (Banjar), meunasah (Aceh), musajik (Minang), Masojid (Mandailing/Tapanuli), kobung/kobhung (Madura) dll Â
Inilah salah satu keunikan dinamika perkembangan budaya Islam di nusantara, terkhusus untuk arsitektur tempat ibadahnya. Selain nama atau penyebutannya di masing-masing daerah berbeda-beda, ukuran fisik dan pemanfaatannya juga berpotensi menjadi rujukan pemberian namanya. Hayo, apa sebutan masjid atau mushalla di daerahmu?
Selain keragaman dari nama penyebutannya, keunikan lain dari tempat ibadah umat Islam adalah tidak adanya pattern atau patron khusus pada desain arsitekturnya. Asal tidak mengadopsi bentuk riil ornamen makhluk bernyawa atau makhluk hidup dan bentuk-bentuk bangun yang bersifat merendahkan apapun dan siapapun, masjid yang juga menjadi pusat aktifitas umat bisa dibangun dengan mengadopsi bentuk apapun.
Itulah sebabnya, masing-masing komunitas etnis dan juga daerah di penjuru nusantara bahkan dunia, mempunyai kearifan bentuk arsitektur masjid yang berbeda-beda yang kemudian menjadi cirikhasnya.Â
Di bumi Priangan, Jawa barat yang meliputi kawasan Sukabumi, Cianjur, Bandung, Sumedang, Garut, Tasikmalaya dan Ciamis, masing-masing  mempunyai warisan masjid-masjid bersejarah berusia ratusan tahun dengan cirikhas kearifan arsitektur yang luar biasa indah, megah dan hebatnya masih tetap terjaga sampai saat ini.Â
Salah satunya yang cukup mempesona adalah Sumedang Grote Moskee atau Masjid Agung Sumedang, masjid tua bersejarah yang menurut catatan sejarah mulai dibangun pada 3 Juni 1850 dan selesai pada 1854 di lahan wakaf dari R. Dewi Siti Aisyah, atas gagasan Pangeran Sugih atau Pangeran Soeria Koesoemah Adinata, bupati Sumedang yang menjabat dari tahun 1836 sampai tahun 1882.