Setelah beberapa kali berdiskusi dengan adik ipar yang mengajaknya merantau ke Kalimantan, dengan modal nekat untuk meperbaiki nasib, demi anak istri yang ingin ikut merantau serta sebentuk tawakkal kepada Sang Pencipta, hanya dengan mengendarai sepeda motor, lengkap dengan seperangkat mesin jahit di jok bagian belakang, Kang Nur dan adik iparnya nekat mengukur aspal sejauh hampir 320 km atau sekitar 8 (delapan) jam perjalanan darat dari Kotabaru menuju Banjarmasin, kota yang sebelumnya sama sekali tidak terbayang dalam benaknya.
Prinsip Kang Nur saat itu, kalau tidak segera memulai momentum berhijrah, maka nasibnya bersama keluarga bisa jadi tidak akan pernah bisa segera berubah juga.
Sesampai di Banjarmasin, feeling Kang Nur terkait potensi Kota 1000 Sungai yang merupakan pusat perekonomian Kalimantan Selatan sekaligus kota terpadat di Indonesia benar-benar tepat.
Didukung kecakapan Kang Nur menjahit yang telah ditekuninya sejak usia 12 tahun, serta pelayanan prima yang secara getok tular menyebar ke masyarakat pelanggan, memudahkan Kang Nur mendapatkan pelanggan-pelanggan loyal dari berbagai kalangan.Â
Kang Nur Melayani Pelanggannya | @kaekaha
Bahkan di Banjarmasin, beberapa pejabat ada yang mejadi langganan tetapnya dan dalam beberapa kesempatan ada juga yang pernah mengajak untuk join membuka usaha konveksi lelaki yang tidak tamat sekolah menengah ini, tapi karena lebih sering merasa tidak sreg dengan konsep kerjasama yang ditawarkan, serta jiwa entrepreneur-nya yang terus bergejolak memintanya untuk terus berkreasi secara mandiri, jueteru mengasap mental pengusaha Kang Nur.
Baca Juga: Serunya Menyusuri "Guiding Block-A Yani" Jalur Pedestrian Ramah Difabel Terpanjang di Banjarmasin            Â
Pelanggan yang semakin banyak dengan orderan yang terus membludak, menyebabkan hampir seluruh waktunya tersita pekerjaan. Sebagian besar jahitan lambat laun justeru lebih banyak dikerjakan dirumah, sedangkan fungsi "kelilingannya" mulai berubah, lebih banyak hanya untuk mengambil orderan.Â
Kang Nur, sebagaimana orang Jawa pada umumnya, termasuk pribadi yang halus budi, paling "nggak bisaan dan nggak tegaan" sama orang. Tidak heran jika kemudian Kang Nur juga paling tidak bisa mengecewakan pelanggannya. Sayangnya justeru situasi ini yang akhirnya menjadi bumerang. Membanjirnya pelanggan, justeru membawa konsekuensi semakin sempitnya waktu Kang Nur untuk sekedar beristirahat, apalagi waktu eksklusif untuk bercengkerama dengan keluarganya yang baru saja tiba di Kota 1000 Sungai yang nyaris tidak ada.Â
Berkat doa-doanya disepertiga malam yang tidak pernah putus, ditengah kegalauannya, Allah SWT memberi jalan Kang Nur berupa inspirasi untuk berhijrah. Bukan hijrah tempat usaha seperti sebelumnya, tapi hijrah bidang usaha, dari menjahit keliling menjadi pembuat sekaligus penjual wadai bakpao.