Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Pernah Digelari "Pretty Boys" dan Dipanggil "Cah Ayu"!

24 Oktober 2020   23:53 Diperbarui: 25 Oktober 2020   00:07 2171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

Tradisi Frasa "Cah Ayu"

Frasa "Cah Ayu" dalam bahasa Jawa yang berarti anak cantik, menurut fungsi leksikalnya sebenarnya merupakan ungkapan pujian untuk makhluk bernama perempuan yang tentunya dianggap cantik, tapi dalam tradisi sebagian besar masyarakat Jawa pada umumnya, frasa "Cah Ayu" dalam perjalanannya juga difungsikan sebagai frasa pengganti kata yang bermakna perempuan untuk memanggil, seperti nduk.

Frasa "Cah Ayu" biasa kita dengar dipakai para orang tua untuk memanggil anak perempuannya, kalau untuk bayi dan batita sampai balita, umumnya disebut ngudang, sejenis babytalk atau teknik berkomunikasi dengan bayi khas masyarakat Jawa, sedangkan  untuk usia setelahnya bisa jadi sebagai pujian, bentuk ekspresi kasih sayang para orang tua kepada anak perempuan atau putrinya. 

"Bener ora cah ayu?"

Bagi anak perempuan, dipanggil dengan panggilan "cah ayu" oleh orang tua atau siapa saja, tentu sangat senang sekali!  Lhaaa kalau yang dipanggil "cah ayu" itu anak laki-laki, hayo menurut anda bagaimana?

Itulah yang dulu saya alami saat mulai bersekolah di bangku TK sampai SD. Jujur, saat itu saya sendiri juga tidak tahu/tidak paham alasan semua orang disekitar saya (kaka kelas dan teman-teman seangkatan), khususnya saat di lingkungan sekolah memanggil saya dengan "cah ayu" dan menjuluki saya sebagai pretty boys, termasuk manfaat dan mudharat-nya bagi saya yang laki-laki tulen!

Mungkin karena sifat kekanakan saya yang saat itu yang masih dominan (masih polos dan belum paham dengan banyak hal ), saya sama sekali tidak merasa tertekan atau terganggu dengan anomali panggilan "cah ayu" dari sebagian besar masyarakat di lingkungan sekolah saya saat itu. Saat itu saya enjoy saja dan sama sekali tidak terganggu.  

Bahkan, saat itu saya sama sekali tidak menganggap anomali panggilan "cah ayu" itu sebagai masalah, problem atau hal-hal semakna lainnya. Toh, meskipun menurut teman-teman sekolah saya yang perempuan, fisik saya saat itu memang lebih mirip perempuan ketimbang laki-laki, tapi tetap saja saya merasa sebagai laki-laki tulen dan itu semua sama sekali tidak mengganggu "jiwa dan selera kelelakian" saya. 

Saya tetap paling jago main bola di sekolah dan dikampung, tetap paling jago main layang-layang, termasuk mengejarnya ketika kalah beradu dengan kawan lainnya dan yang terpenting, tetap menjadi imam sholat saat berjamaah dengan teman-teman sebaya jika mengaji di surau kampung di kaki sebelah timur laut, Gunung Lawu.

Sadar Berbeda Pada Waktunya!

Waktu terus berlalu, ketika duduk di kelas empat atau kelas lima, saya sering mewakili sekolah dalam beberapa lomba seperti lomba mengarang, lomba baca puisi, lomba pidato, dokter cilik,  juga lomba sepakbola dan bulutangkis di ajang PORSENI. 

Dari sinilah awal mula saya menyadari adanya perbedaan dalam diri saya dengan teman-teman peserta lain dari sekolah lainnya,  mulai di level wilayah kecamatan, kabupaten sampai propinsi.

"Kamu laki-laki? Kok cantik!? Kok bulu matamu lentik!? Kok pakai bedak!? Kok pakai gelang!? dan yang paling repot menjawabnya adalah petanyaan kok pakai anting sebelah?"  Mungkin, kalau saat itu istilah transgender sudah populer dan familiar, mungkin mereka juga akan bertanya "kamu transgender ya!?" He...he...he...

Awalnya saya agak terkejut mendapatkan pertanyaan dan juga pernyataan dari teman-teman baru tersebut, karena teman-teman saya di sekolah yang semuanya memang teman bermain sejak lahir di kampung, sama sekali tidak pernah mempertanyakan itu semua!

Saat itu, saya berusaha untuk biasa saja dan tidak terlalu menaggapi secara serius pernyataan dan juga pertanyaan teman-teman baru tersebut, karena saya beranggapan mereka belum terbiasa saja dengan saya, "cah ayu". Tapi karena intensitas perlomban yang saya ikuti semakin sering,  artinya saya juga akan semakin sering mendapat pernyataan dan juga pertanyaan serupa. Lama kelamaan, akhirnya saya merasa risih juga!

Mrs. KARTIKA EKA H | @kaekaha
Mrs. KARTIKA EKA H | @kaekaha

Rahasia yang Terbongkar

Akhirnya, saya menyampaikan semua yang saya alami  kepada orang tua saya dan jawaban mengejutkan yang selama ini menjadi rahasia besar dalam keluarga, khususnya bagi kedua orang tua saya, akhirnya terbongkar!

Menurut penjelasan beliau berdua dengan bahasa ilustratif yang saat itu relatif mudah saya pahami, beliau memang terobsesi mempunyai anak pertama seorang perempuan! (Sayang sampai sekarang, saya tetap tidak mendapatkan jawaban alasannya). 

Bukti otentiknya menurut beliau adalah nama depan saya "Kartika", sebuah kosakata dari bahasa Jawa kuno/Kawi yang berarti bintang dan umumnya disematkan untuk nama bayi perempuan, sedangkan untuk bayi laki-laki, dalam tradisi penamaan masyarakat Jawa, umumnya huruf vokal terakhirnya adalah huruf "O". Kalau kosakata "Kartika" akan menjadi "Kartiko".

Baca Juga  :   Penting, Kenali Dulu "Jenis Kelamin Nama" untuk Calon Putera-Puteri Anda!                        

Untuk fisik, khususnya wajah dan postur saya yang saat itu lebih mirip perempuan, beliau berdua mengaku tidak memahaminya, hanya saja beliau mengatakan mungkin Allah SWT mengabulkan doa-doa beliau sebatas itu. Maksudnya, beliau memohon dikaruniakan anak pertama bayi perempuan, tapi dikabulkan Allah SWT hanya sebatas "mirip" perempuan, khususnya pada wajah dan fisik (saat itu/saat kanak-kanak)

Sedangkan untuk "aksesoris perempuan" yang beliau sematkan pada tubuh saya, menurut beliau semuanya juga bagian dari obsesi awal beliau untuk memiliki anak perempuan. Uniknya, meskipun begitu beliau tidak mengenalkan dan membiasakan saya untuk memakai pakaian perempuan, walaupun tetap memperkenalkan saya pada aktifitas atau pekerjaan-pekerjaan yang lebih identik  sebagai domain perempuan seperti memasak, mencuci dan menyeterika baju dan lain-lainnya sejak dini.

Balada Kartika Oh Kartika!

Bersyukurnya, drama terkait label "Cah Ayu" dan "Pretty Boys" yang menempel pada diri saya akhirnya terputus ketika saya lulus SD dan melanjutkan sekolah ke level SMP di kota Kecamatan yang scope area rumah tinggal murid-muridnya jauh lebih luas. 

Uniknya, dilevel sekolah yang lebih tinggi sampai dilevel dunia kerja , justeru nama unik saya yang lebih identik sebagai nama murid, mahasiswa dan juga karyawan perempuan ini yang mengantarkan saya pada berbagai pengalaman unik, menarik dan menggelitik yang tentunya tidak akan pernah terlupakan seumur hidup.   

Untuk memngetahui kisah serunya silahkan baca artikel saya yang berjudul Penting, Kenali Dulu "Jenis Kelamin Nama" untuk Calon Putera-Puteri Anda! yang sepertinya perlu juga sebagai referensi untuk semua kompasianer yang sebentar lagi mau mendapatkan karunia berupa momongan!

Semoga bermanfaat!

Salam dari  Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!


 

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun